Oleh: Esa Nurlaela
Energi
listrik menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Tanpa listrik, roda ekonomi di
Indonesia bisa macet total. Pasalnya banyak pabrik dan industri besar yang
menggunakan listrik dan bergantung pada listrik. Dalam kehidupan sehari-hari
pun saat ini manusia mengandalkan listrik. Sebagai salah satu manfaat listrik
ialah menjadi sumber penerangan saat gelap. Dengan
demikian,
listrik dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Tapi apakah saat ini negara mampu
menjamin itu semua? Ketika desa-desa diluar sana masih ada yang belum bisa
menikmati listrik, karena tidak mampu membayar biaya tagihan listrik. Lalu
diman peran negara?
Seperti dilansir dari pikiran-rakyat.com, Bupati
Sumedang H. Dony Ahmad Munir, menginformasikan bahwa jumlah keluarga di
Sumedang yang rumahnya belum terpasang sambungan listrik, hanya tinggal 4.000
kepala keluarga (KK) lagi. Sebab, 3.000 KK di antaranya, kini sudah mendapat
bantuan sambungan listrik gratis dari CSR perusahan-perusahan yang bergerak di
sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Sesuai
data yang kami miliki, jumlah keluarga di Sumedang yang rumahnya belum
terpasang listrik itu sebanyak 7.415 KK. Karena yang 3.000 KK sudah mendapat
bantuan Program sambungan listrik gratis, berarti sisanya tinggal 4.000-an KK
lagi," kata Dony, saat menghadiri acara penyerahan bantuan Program
Sambungan Listrik Gratis, kepada masyarakat di Dusun Ciulur, Desa
Tarunamanggala, Kec. Cimalaka
(19/09/2019).
52
warga di Desa Gunung Manik, Tanjungsari, Sumedang, mendapatkan bantuan
penyambungan listrik gratis untuk rumah mereka. Ternyata program ini bukan dari
pemerintah. Para
warga tersebut rupanya merupakan peserta program One Man One Hope, program penyambungan listrik gratis yang
dilakukan oleh PLN Unit
Induk Transmisi Jawa Bagian tengah. SRM,
SDM, dan Umum PLN UIT Jawa Bagian Tengah, Dian Prasetyorini, mengatakan,
bantuan One Man One Hope tersebut dilakukan untuk masyarakat yang masuk dalam
kategori 3T alias Terluar, Tertinggal, dan Terdepan. "Tujuannya
adalah membantu mereka menikmati listrik dan mendukung tercapainya rasio
elektrifikasi di 2020 yag ingin 99,99 persen," ujar Dian (tribunjabar.id, 27/12/2019).
Ironisnya,
program penyambungan listrik gratis ini berasal dari iuran pegawai PLN, bukannya
pemerintah. Jelas ini menunjukan bahwa semakin abainya negara. Ini tidaklah solutif, akses layanan
listrik adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnnya. Tapi ternyata ada
yang lebih dulu beraksi memberi bantuan
dengan independen, walaupun ini bukan kewajiban mereka, tapi mereka dengan senang hati
membantu. Dimana peran negara?
Dari
fakta tersebut nampak bahwa negara saat ini yaitu negara yang menganut sistem
sekuler kapitalis telah gagal dalam mengelola listrik bagi masyarakat. Bagaimana tidak,
walaupun setelah pemasangan gratis tersebut, rakyat harus tetap bayar. Harga
TDL pun terus meningkat memberatkan rakyat. Negaralah yang seharusnya dapat
memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya, tapi negara telah gagal memberikan
kenyamanan bagi rakyatnya, gagal menjamin kesejahteran rakyatnya, gagal
mengatur layanan bagi masyarakat.
Dengan
demikian, hal ini
menunjukan kegagalan negara dalam mengatur
kemaslahatan umat, salah satunya akses layanan listrik. Negara kapitalis-sekuler lebih
mengutamakan kebebasan kepemilikan, sehingga membolehkan setiap individu
memperbanyak harta dengan cara apapun demi kepentingan pribadi. Karena
sejatinya, kapitalisme menjunjung ide individualisme, yaitu lebih mengutamakan
kepentingan individu masing-masing dari pada yang lain. Dan mereka hanya sibuk
dengan urusannya masing-masing.
Dalam
pandangan Islam, pengelolaan SDA adalah tanggung jawab negara bagi kemaslahatan
rakyat. Sehingga sumber daya yang ada tidak boleh dimiliki oleh individu-individu
manapun. Karena SDA yang ada adalah hak seluruh rakyat. SDA dipelihara, dijaga,
dan dikembangkan oleh negara untuk kepentingan masyarakat. Ini merupakan tanggung
jawab negara untuk melayani rakyat. Dalam pengelolaan energi listrik terutama
bagi penerangan rumah tempat tinggal, negara menjamin tersedianya listrik tanpa
membebani rakyatnya dengan tagihan atau semacamnya.
Maka
dari itu, dengan sistem kapitalsme, negara tidak mampu mengatur urusan umat
dengan komperehensif. Dengan begitu sudah seharusnya kita beralih menuju sistem
yang berasal dari Sang Maha Pengatur, Allah SWT., yaitu Islam sebagai
Rahmatan Lil ‘Alamin. Sistem
yang mampu mensejahterakan umat. Mari terus berjuang mengembalikan kehidupan
Islam.
Post a Comment