Lemahnya Negara dalam Kasus Natuna

Oleh : Maryam
( Anggota Forum Pena Dakwah Maros )

Masuknya sejumlah kapal nelayan dan kapal coast guard cina di perairan Natunan yang merupakan Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia. Masih menjadi perhatian publik hingga hari ini. Pemerintah dalam hal ini belum mengambil langkah yang tegas untuk melindungi kedaulatan Negara terhadap Natuna. Pasalnya Pemerintah hanya mengambil langka diplomasi dalam mengatasi kasus ini. 

Kasus yang kembali mencuat setelah 2016  lalu dimana terjadi konflik natuna antara cina dan indonesia yang pada akhirnya Cina mengakui Natuna milik indonesia setelah  Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP Marsudi memprotes keras tindakan kapal nelayan China yang masuk Natuna untuk mencuri ikan. (Sindonews.com 21/03/16).

Pada dasarnya kapal coast guard dan kapal-kapal nelayan cina akan tetap berada di natuna karena Cina bahkan tidak mengakui kedaulatan indonesia terhadap Natuna. Apakah mungkin cina sudah lupa terhadap pengakuannya 2016 lalu?. Seperti yang dikatakan oleh  Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai  hal tersebut dikarenakan China memang tidak menganggap adanya ZEE Indonesia di Natuna Utara. 

Buktinya, jurubicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengatakan coast guard atau kapal penjaga pantai China justru sedang menjalankan tugasnya untuk melakukan patroli dan menjaga wilayah tradisional penangkapan iklan nelayan China (traditional fishing right). Pernyataan Geng tersebut dikeluarkan dalam konferensi pers pada Selasa (31/12). Lebih lanjut, Geng menyampaikan bahwa China akan menyelesaikan perselisihan Natuna Utara secara bilateral. 

 Pernyatan tersebut membuktikan bahwa negara lemah dihadapan cina  dalam kasus natuna. Lemahnya Negara dihadapan Cina dipicu terhadap dua hal. Pertama,  Investasi cina dalam berbagai sektor di Indonesia. Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta permasalahan dengan China di perairan Natuna jangan diributkan. Alasannya makin ribut akan membuat investasi terganggu. Apalagi Indonesia juga sedang menarik investasi dari China.

"Ya makanya saya bilang jangan ribut. Untuk apa kita ribut yang nggak perlu diributin, bisa ganggu," ujar Luhut usai bertemu Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020).

Kedua, ketergantungan Rezim terhadap cina. Keterikatan melalui investasi dan ketergantungan Pemerintah terhadap cina menyebabkan hilangnya kedaulatan Negara. Terbukti dengan sikap loyalitas pemerintah yang  hanya mengambil langkah diplomasi bahkan masih ingin bernegosiasi dengan cina yang jelas-jelas telah melanggar hukum internasional. Ditambah lagi dengan pernyaataan Parbowo Subianto yang mengatakan " Cina adalah negara sahabat". 

Meski demikian, Negara tidak seharusnya menggadaikan kedaulatannya atas dasar investasi semata. Tetap harus ada tindakan tegas dan mengusir Cina dari perairan natuna. Karena bagainapun setiap negara tentu tidak ingin jika negara lain mengklaim dirinya terhadap wilayah negara barang sejengkal.

Dalam sistem kapitalisme, materi adalah nomor satu, sementara natuna merupakan perairan dengan potensi perekonomian yang besar. Didalamnya terdapat banyak spesies hewan laut diantaranya ikan, cumi-cumi, lobster, kepiting, hingga rajungan. Di datanya itu, potensi per tahunnya lobster ada 1.421 ton, kepiting, 2.318 ton, rajungan 9.711 ton," papar Aryo ketika dihubungi detikcom 

Selain potensi hewan laut yang melimpah, Natuna juga kaya akan gas dan minyak bumi. Cadangan minyak bumi di Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680 barel.

Ada gas D-Alpha terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia.

Dengan kekayaan Sumber Daya Alam Natuna yang melimpah. Tidak heran jika kaum kapitalisme termasuk cina berusaha untuk menggerusnya. Dengan banyaknya material alam ini akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Negara. Pasalnya kapal-kapal yang masuk ke perairan Natuna pun tidak hanya berasal dari China saja, tetapi juga dari Thailand, Vietnam, dll.
Sistem Kapitalisme akan terus mendorong penganutnya untuk bisa mendapatkan apa yang diinginkan jika itu berasaskan manfaat. Sekalipun bukan menjadi hak mereka, tetap akan digarap sedemikian rupa untuk mencapai keinginan mereka. 

Lain halnya dengan Negara islam dengan kedaulatan yang dimiliki tidak akan  membiarkan Asing untuk masuk kedalam perbatasan Negara. Terlebih lagi jika hal tersebut tidak ada sama sekali memberikan kemaslahatan bagi rakyat dan negara. 

 Apalagi memang dalam islam melarang untuk melakukan kerjasama dalam bentuk apapun baik militer maupun perjanjian dengan negara kafir. Terlebih lagi jika hal tersebut dapat memberikan peluang bagi orang- orang kafir untuk menguasai umat islam  serta mengganggu kedaulatan dan keamanan negara. 

Terdapat batasan hubungan antara negara islam dengan negara-negara kafir baik dalam hal politik maupun ekonomi.  Jika negara tersebut adalah negara kafir harbi  fi'lan  yang memerangi negara islam. Maka tidak boleh ada kerja sama ataupun perjanjian diantara keduanya. Namun, jika negara tersebut adalah negara yang tidak memerangi negara islam maka boleh mengadakan kerjasama maupun perjanjian. Disamping tetap menjadikan syariat islam sebagai landasan hukum sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi kemaslahatan rakyat dan negara.

Tetap dalam hal ini negara islam berhak untuk menerima maupun menolak perjanjian demi untuk mensyiarkan dakwah islam ke seluruh penjuru dunia. Dengan di terapkannya sistem islam secara kaffah. Akan menjadikan negara berdaulat atas aset-aset negaranya tanpa khawatir atas ancaman dan gangguan dari negara-negara kafir. Justru Negara islam akan terus bermartabat tinggi, kuat, kokoh dan disegani. Sehingga negara tidak ada lagi ketergantungan dan direndahkan negara lain.  Dengan pengaturan yang jelas sesuai syariat islam dan membawa kemaslahatan bagi rakyat dan Negara. wallahu'Alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post