Jilbab Tak Wajib Benarkah ?

By : Toipah

Beberapa waktu yang lalu, publik dikejutkan dengan pernyataan Sinta Nuriyah tentang tidak wajibnya jilbab dengan landasan ‘penafsiran kontekstual’ sebagaimana dicontohkan oleh Gus Dur. Serta mengutip contoh bahwa RA. Kartini dan istri para Kyai NU terdahulu pun tidak menutup aurat secara sempurna.

Ia beranggapan bahwa setiap muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang selama ini ia mengartikan ayat-ayat Al-Quran secara kontekstual bukan tekstual. Sinta juga beranggapan bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan ayat-ayat Al-Quran karena sudah melewati banyak terjemahan dari berbagai pihak yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi. (tempo.co,16/1/2020).

Inayah yang merupakan anak Sinta Nuriyah mengatakan bahwa ayahnya almarhum Gus Dur tidak pernah memaksakan putrinya harus memakai hijab. Sementara Sinta Nuriyah juga mengatakan, almarhum Gus Dur berpandangan bahwa semua Muslimah tidak harus berhijab. Padahal, kata dia, sekarang saja di Arab Saudi, Riyadh, keluarga kerajaan sudah buka-buka, tidak pakai hijab lagi. (viva.co.id, 16/1/2020).
Perlu kita pahami bahwa menutup aurat/memakai jilbab bukanlah suatu budaya tertentu. Melainkan suatu perintah dari Allah yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Tidak ada pula perbedaan pendapat tentang wajibnya jilbab di antara para ulama mu'tabar.
Memakai jilbab juga bukan tanda seseorang sudah baik atau belum baik. Tetapi suatu kewajiban yang harus dijalankan bagi setiap wanita muslim yang sudah baligh. Dan konsekuensi meninggalkan suatu kewajiban yakni berdosa.
Hukum wajibnya menutup aurat berdasar nash syara dengan khimar dan jilbab, sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 31,
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya."
Sedangkan seruan wajibnya jilbab terdapat dalam firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59, "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Jilbab merupakan kain yang dipakai oleh seorang wanita untuk menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan khimar merupakan kain yang dipakai untuk menutup kepala hingga terulur menutup dada. Sejatinya keduanya merupakan pakaian syar'i yang wajib dipakai oleh muslimah. Bahkan bila seorang muslimah tidak memiliki, maka sesama muslimah harus meminjamkan jilbabnya. Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, "Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkah dia keluar)?"  Lalu Rasul Saw. bersabda, "Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut."
Andaikan berjilbab bagi Muslimah tidak wajib, niscaya Rasul Saw. mengizinkan kaum Muslimah keluar dari rumah-rumah mereka tanpa memakai jilbab. Hadis ini pun menegaskan kewajiban berjilbab bagi para Muslimah.
Sunggguh nyata bahwa pernyatan 'jibab tidak wajib' merupakan penyelewengan terhadap syariat Islam yang qoth’i (pasti) dalilnya. Ironisnya, dalam negara yang mengemban paham kebebasan (liberalisme) hal ini justru dibiarkan bahkan dilindungi. Padahal pernyataan tersebut menjeremuskan umat untuk menjauhi syariah bahkan mengikarinya. 
Maka sudah saatnya kita bisa butuh pelindung dari para pembenci Islam dan kaum Muslimin. Sebuah perisai yang tidak hanya menjaga syariat. Tapi juga menegakan dan menerapkan syariah secara kaffah dalam bingkai negara. Sebab jelas, rezim hari ini, tidak hanya mengabaikan pelaksanaan syariah. Tapi juga membiarkan munculnya menistaan dan pelecehan terhadap syariah melalui publik figur untuk menyesatkan pemahaman umat. Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post