Banjir Tahunan, Efek Sistem Kapitalisme



Oleh: Sopiah Nur Tanjung S.Si
Pemerhati Sosial dan Member Akademi Menulis Kreatif

Di Indonesia, banjir sudah menjadi permasalahan mendasar setiap tahunnya. Bahkan banjir sudah menjadi warisan dari turun temurun nenek moyang sehingga sulit untuk di selesaikan. Diulas dari jurnal ITB, Sekolah Arsitektur, Perencaan dan Pengembangan oleh Arief Rosyidie menyatakan bahwa banjir sudah ada sejak zaman dahulu. Sejak jumlah penduduknya masih sedikit pada tahun 1621, kemudian disusul banjir 1878, 1918, 1909, 1923, 1932 banjir menggenangi permukiman warga akibat meluapnya air dari Sungai Ciliwung, Cisadae, Angke. Bahkan setelah Indonesia merdekapun banjir masih terus terjadi di Jakarta pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007, 2012, 2015 dan 2020. 
Banjir yang menggenangi kota Jakarta, Banten dan Jawa Barat menghabisi 60 orang meninggal, dua orang dinyatakan hilang kata Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hingga Minggu (05/01/2020) jumlah pengungsi berkurang menjadi sekitar 92.000 orang. Bahkan banjir yang terjadi di Surabaya akhir-akhir ini biasa terjadi di setiap kota-kota besar ketika turun hujan dengan curah yang tinggi. 
Beragam usaha yang dilakukan setiap pemerintah yang menjabat pada masanya. Misalnya era VOC tahun 1600 an, Pieterszoon Coen selaku Gubernur Jenderal VOC membangun kanal dan sodetan kali Ciliwung untuk mengatasi banjir. 
Tahun 1960-1976 pada masa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin membangun waduk dan saluran di Cengkareng dan Cakung bersama dengan Netherlands Engineering Consultants. 
Tahun 2000-an era Sutiyoso dibangun Banjir Kanal Barat (BKB) di aliran kali Sunter Jebol.
Pada tahun 2012 pada masa Fauzi Bowo bersama Joko Widodo mengeluarkan Perda No.3 Th.2013 tentang pengelolahan sampah di denda 500 rb sampai 20 jt. 
Pada tahun 2015 Gubernur BTP membangun Banjir Kanal Timur sebagai normalisasi sungai. Dan pada tahun 2020 oleh Anis Baswedan dibangun naturalisasi sungai, dibangun sumur resapan dan dibangun tanggul di pesisir utara yaitu waduk. 
Walhasil, banjir tetap melanda Jakarta dan kota-kota lainnya.
Diambil dari jurnal IPB, ada beberapa faktor yang menyatakan penyebab dari banjir. Pertama, perubahan guna lahan. Seharusnya lahan tersebut dijadikan lahan resapan air diubah menjadi permukiman warga. Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya. Erosi atau pengendapan air. Kapasitas sungai yang meningkat akibat curah hujan tinggi dan sebagainya. 
Masalah banjir sudah tidak bisa disebut sebagai masalah teknis melainkan efek sistem Kapitalisme. Karena sudah berbagai teknis yang dilakukan pemerintah guna mencegah kebanjiran. Tapi ada salah satu yang belum diperhatikan adalah sistem atau aturan yang diterapkan di Indonesia adalah sistem Kapitalisme. Dalam sistem Kapitalisme, negara dibangun berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah akan bekerja sama dengan para pengusaha guna untuk mengembangkan sumber daya nya. Sehingga di Jakarta terjadi penumpukan penduduk, pembangunan gedung-gedung tanpa memperhatikan pola lahan. Hanya demi meningkatkan perekonomian tanpa memperhatikan faktor-faktor lain sehingga yang jadi korban adalah rakyat.
Dalam Islam memiliki kebijakan untuk mengatasi banjir. Dimana dalam aspek undang-undang dan kebijakan pemerintah mensyaratkan variabel drainase, serapan air. Pemerintah juga menetapkan daerah cagar alam dan sosialisasi menjaga kebersihan. Tata kelolah kota dan perumahan penduduk juga harus diperhatikan. Karena ketika terjadi penumpukan rumah-rumah penduduk di salah satu daerah memungkinkan terjadi genangan air apalagi dengan tingginya curah air hujan. Pemerintah juga punya tanggung jawab atas penduduk yang tinggal di daerah rawan banjir, sehingga penduduk tersebut harus di pindahkan ke daerah yang aman. Kemudian mendorong masyarakatnya bekerja sama saling membantu ketika bencana banjir datang. Dalam ideologi Islam menjamin perekonomian rakyat secara merata diseluruh daerah, sehingga tidak terjadi kepadatan penduduk di salah satu wilayah. Dan merata kesejahteraan ke seluruh masyarakat dan mengurangi salah satu faktor terjadinya banjir.
Dalam firman Allah dalam Al-Quran surat ar-rum: 41 "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". Ketika kita telah menerapkan aturan Islam dalam skala individu, masyarakat dan bernegara Allah akan menurunkan rahmatnya ke seluruh penjuru alam. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post