Banjir, Kesalahan Pembangunan Infrastruktur?

Oleh : Hikmah Aska
(Guru TPA, Ibu Rumah Tangga) 

Vivanews.  Menteri pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membantah banjir di Beberapa wilayah Jabodetabek karena masifnya Infrastruktur, dia menambahkan bahwa pembangunan infrastruktur tidak mengurangi daerah resapan air, demikianlah pembangunan jalan tol sudah memiliki kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

CNN Indonesia (5/1/2020) memberitakan BNPB menyebut bencana banjir dan tanah longsor, disebabkan adanya kerusakan alam akibat penambangan liar. 

BBC News Indonesia (2/1/2020) Banjir melanda Jakarta sejak (01/01) menyebabkan setidaknya 26 orang meninggal dan 64.000 orang mengungsi, "ini banjir terparah selama 22 tahun saya tinggal," kata salah seorang warga kedoya selain itu, banjir juga sempat melumpuhkan transportas Transjakarta dan KRL serta memutus sebagian arus jalan.

Pembangunan infrastruktur adalah suatu keniscayaan seiring jaman, kebutuhan hidup manusia yang selalu berubah tentu membutuhkan pengaturan infrastruktur yang dapat mempermudah kehidupan masyarakat. Memberi ruang lebih luas sejalan dengan bertambahnya kebutuhan hidup,  menciptakan tata aturan memberikan kelonggaran pada pengelola yaitu para pengusaha untuk percepatan pembangunan. Pemerataan pembangunan semua bisa dijadikan alasan demi kemajuan tentu saja, namun benarkah demikian? Lalu bagaimana dengan banjir? 
Sayangnya dalam kapitalisme penguasa melayani rakyat dalam rangka mendapatkan kompensasi sebanyak-banyaknya. Umpama seorang pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan. Sangat bertolak belakang dengan konstitusi Negara,  yang telah disebutkan bahwa "salah satu tujuan bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum.

Pembangunan infrastruktur hanya untuk kelompok elit bukan rakyat yang sejatinya harus diberikan fasilitas agar mereka bisa mendapatkan hak sejahtera namun sebaliknya hanya kesenjangan yang didapatkan rakyat. Tentu saja kekacaun, rakyat merespon ketidakadilan dengan unjuk rasa menyampaikan protes dan kritik atas ketidakadilan. Kehidupan rakyat tidak sedang baik-baik saja, itu yang ingin mereka aspirasikan.

Beban hidup rakyat semakin meningkat bonus demografi bukan solusi jaminan kesejahteraan. Justru rakyat banyak menjadi korban, jahatnya pejabat pemerintah salah seorang dari mereka ada yang mengatakan rakyat yang menjadi korban ditempat pengungsian, menjadi beban Negara. Sebelumnya pemerintah sudah masa bodoh dengan urusan rakyat memeras, menekan dan merampas milik rakyat menggunakan UU siluman, entah pengusaha mana yang berani membayar mahal. Permohonan dan tangisan pilu rakyat menjadi haluw bagi pejabat penguasa, rakyat tetap harus menyerahkan lahan miliknya meskipun sudah puluhan bahkan ratusan tahun tinggal di tanah warisan nenek moyang, yang tidak lain adalah asli pribumi.

Atas nama pembangunan dan kemajuan tidak perduli rakyatnya tercekik sebab kesenjangan antara si kaya dan miskin, seolah lepas tangan pemerintah menyerahkan kepengurusan pada para pengusaha menyerahkan hak milik rakyat agar diambil alih oleh medeka. Ya, demikianlah negara memberikan jaminan kemudahan hanya untuk para kapital mengistimewakan rakyat sepertinya tidak ada di kamus mereka, rakyat melarat seolah bukan urusan Negara. 

Meskipun ada perbedaan pendapat dikalangan para ahli lingkungan dan pejabat pemerintah soal penyebab banjir. namun tidak bisa ditutupi kesibukan mereka umpama drama agar terlihat berdebat, tidak penting jika tidak kunjung menghasilkan solusi. Agar terlihat "kerja" itu yang terpenting di rezim ini. Bagaimana tidak mereka menganggap banjir seolah kewajaran mengingat jakarta berada pada daerah dataran rendah, jadi normal jika menjadi tempat singgah air yang datang dari berbagai penjuru tempat di jakarta, "memang tidak ada solusi" setiap tahun sudah biasa terjadi, seolah-olah seperti itu anggapan mereka.

Sebenarnya tidak bisa dipungkiri dan sudah diketahui oleh mereka apapun status sosilanya kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir sangat terkait dengan tata aturan dan tidak adanya kesadaran masyarakat, yang terjadi tidak dijadikan pelajaran. Entahlah, kenapa tidak kunjung sadar agar menjaga tanah ibu pertiwi dari berbagai macam polah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Hafal dengan kerusakan akibat banjir. Sekolah rusak, fasilitas umum bahkan tempat tinggal hilang mengikuti derasnya arus, harta benda tiada tersisa, kelaparan dan penyakit mewabah. Ekonomi tidak berjalan baik, hidup terasa mencekik menghimpit paru-paru kehidupan setelah mereka terlena dengan megahnya infrastruktur yang katanya melejit di era rezim yang banyak janji. 

Islam adalah Agama yang sempurna dan paripurna mendorong orang untuk mencari dan memiliki ilmu, dengan ilmu semua urusan hidup dan akhirat menjadi baik dan benar. Sebaliknya, tanpa ilmu rusaklah tanam-tanaman dan ternak, seseorang dengan ilmu Islam akan mampu menghubungkan hukum Islam dengan realita.

Ulama dengan ilmunya adalah pewaris para Nabi mereka memiliki peran khusus menghidupkan alam semesta, mereka memiliki tugas mulia dan tanggung jawab besar, yaitu meluruskan berbagi penyimpangan di tengah umat, baik yang dilakukan para penguasa atau yang lainya,  serta meluruskan setiap pemikiran yang salah dan keliru.

Berkat ulama, umat benar-benar bangkit pemikirannya secara menyeluruh tentang alam semesta dan kehidupan, yang membuahkan revolusi mengakar dan radikal, besar dan terus meningkat bagaikan bola salju. Semua itu karena umat mengambil Aqidah Islam dan hukum-hukumnya sebagai sebagai idiologi yang diterapkan dalam kehidupan nyata, dan mengarah pada rekonstruksi terbaik bagi Alam semesta.

Namun tidak demikian dengan rezim kini menjadikan ulama' sebagai musuh tidak ubahnya pelaku kriminal, membiarkan ajaran islam yang mulia dimonsterisasi yang katanya membahyakan negeri. Seruan Amal ma'ruf dianggap konspirasi mengancam persatuan dan keamanan. Sadalah mereka bahwa bencana yang silih berganti sebabnya karena murkanya Allah sang penguasa Alam semesta. Yang tidak rela ulama' dengan Ajaran Islam yang mulia dianggap berbahasa. 

Jika ingin solusi banjir kembalilah pada ajaran Islam yang menjadikan Aqidah dan syari'ah sebagai sistem kehidupan dan pemerintahan. 
Wallahu a'lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post