Syariah Islam dalam Entaskan Korupsi

By : Ulfatun Ni'mah S.Si 
(pemerhati Kebijakan Publik)

Kesempurnaan syari’ah Islam dalam menangani korupsi terlihat dari aturan penggajian yang jelas, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan bagi pejabat, keteladanan pemimpin, dan sistem hukum yang sempurna, dan semua itu dilaksanakan dengan pondasi iman kepada Allah dan hari akhir.

Dalam urusan gaji, Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak punya rumah, maka haruslah ia mendapatkan rumah. Bila ia tidak memiliki istri, maka haruslah ia menikah, bila ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mengambil pembantu dan bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memiliki hewan tunggangan. Barang siapa yang mengambil selain itu maka ia telah melakukan kecurangan”. (HR Abu Dawud)

Rasulullah SAW juga bersabda : “Hai kaum muslimin, siapa saja diantara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Dan kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti…”. (HR Abu Dawud)

Imam Ad Damsyiqi menceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah mengeluarkan kas negara untuk menggaji tiga orang guru yang mengajar anak-anak sebesar 15 dinar (sekitar 63,75 gram emas) per orang per bulan[6].

Sistem Islam juga melarang aparat untuk menerima hadiah dari orang yg tidak biasa memberi hadiah sebelum dia menjadi pejabat. Imam Bukhari & Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang bernama Ibnu Lutbiyah untuk memungut Zakat. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata kepada Rasulullah s.a.w: (harta) Ini untuk anda dan (harta) ini untukku karena dihadiahkan kepadaku. 

Setelah mendengar kata-kata tersebut, Rasulullah bersabda: Adakah patut seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: “Ini untuk anda dan ini untukku krn memang dihadiahkan kepadaku”? Bukankah lebih baik dia duduk di rumah bapa atau ibunya (tanpa memegang suatu jabatan) dan perhatikan apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak. 

Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang di antara kalian (pejabat) memperoleh sesuatu darinya, kecuali pada Hari Kiamat dia akan datang dengan memikul seekor unta yang sedang melenguh atau seekor lembu atau seekor kambing yang mengembek di atas tengkuknya.

Islam juga mensyariatkan perhitungan kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Jika ada kenaikan yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan itu benar-benar halal, kalau tidak dia tidak bisa membuktikan maka hartanya akan dimasukkan ke Baitul mal, sebagian atau seluruhnya. Ini pernah dilakukan Umat bin Khattab kepada Abu Hurairah dan Khalid bin Walid r.a. 

Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah keteladanan pemimpin. Khalifah Umar bin al-Khaththab menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan di Padang rumput milik Baitul Mal. Ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.

Inilah beberapa konsep syari'ah dalam menyelesaikan korupsi yang semakin kronis. Untuk itu diperlukan upaya kita semua untuk mengajak kepada syari'ah dalam setiap aspek kehidupan, tanpa ini, memerangi korupsi hanyalah sebatas mimpi yang tidak terlaksana.

Post a Comment

Previous Post Next Post