Potret Buram Guru Honorer

Oleh : Eviyanti
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif 

Guru identik dengan ungkapan pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, kenyataannya gurulah yang paling banyak memberi jasa dalam kehidupan manusia. Karena jasa guru, banyak manusia menjadi orang mulia dan terhormat. Itulah mengapa Islam menempatkan guru pada posisi yang sangat mulia.

Salah satu keutamaan guru menurut sebuah hadis yang menyebutkan, "Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Tirmidzi)

Mengapa guru diposisikan sebagai profesi yang begitu mulia? Karena guru adalah orang yang dikaruniai ilmu oleh Allah Swt. Dan dengan ilmunya itu ia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh serta menuju kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, guru tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu, tetapi juga mendidik muridnya untuk menjadi manusia beradab.

Tentu dibalik kewajiban dalam menjalankan amanah tersebut, harus diiringi dengan pemenuhan hak yang setara dengan tanggungjawabnya yang besar.

Namun, tidak demikian yg terjadi pada Rohendi (32 tahun), seorang guru honorer di Indramayu. Menjadi guru memang pilihan hidupnya, meski hanya berstatus sebagai guru honorer, tak mengendurkan semangatnya untuk terus mengabdi. Namun sayang, kecintaan dan keikhlasan Rohendi untuk mengajar tak berbanding lurus dengan hak yang diterimanya. Upah yang diterimanya sebagai guru honorer, hanya dikisaran Rp. 300-Rp. 400 ribu per bulan. "Itupun honornya belum cair sejak Agustus sampai sekarang," tutur Rohendi. (Dilansir dari Republika.co.id)

Selama ini, kacamata pendidikan dalam sistem kapitalis-demokrasi selalu memandang sebelah mata peran guru honorer. Dengan gaji yang mereka peroleh tidak sebanding dengan jasa mereka yang tanpa pamrih.

Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi menceritakan riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang mengatakan bahwa, di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji pada mereka masing-masing 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan ke mata uang rupiah, itu artinya gaji mereka adalah Rp. 30.000.000. Tentu ini tidak memandang status guru tersebut PNS ataupun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.

Tidak heran di masa Khilafah dijumpai banyak generasi cerdas dan sholeh. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan dapat dinikmati tanpa beban biaya yang besar. Hal tersebut terbukti selama 13 abad mampu menjamin kesejahteraan guru dan murid.

Inilah Islam, ketika diterapkan secara kafah maka rahmatnya akan dirasakan oleh seluruh makhluk.

Tetapi, selama masih menerapkan sistem bobrok kapitalisme-demokrasi, maka tidak akan pernah merasakan pendidikan yang bermutu dan murah. Mari kita kembali pada sistem yang diturunkan Allah Swt, yaitu sistem Islam yang  menerapkan syariat secara kafah sebagai solusi permasalahan umat.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post