Ayah Ibu, Kunci Surgaku

Oleh : Mahganipatra
Aktivis Muslimah Peduli Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif

Di Yaman, tinggalah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang shalih dan sangat berbakti pada Ibunya.  Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan sang Ibu. Hingga suatu hari Ibunya meminta Uwais mengantarnya ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun, Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak lembu. Selanjutnya, dibuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit selama delapan bulan. Tujuannya adalah untuk melatih ototnya agar mampu menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah untuk memenuhi keinginan ibunya menunaikan ibadah haji. Menempuh perjalanan jauh dan sulit  sebagai wujud cinta dan bakti Uwais kepada ibunya. 

Inilah sepenggal kisah  seorang pemuda shalih sahabat Rasulullah Saw. Yang rela berkorban serta bersusah payah mewujudkan keinginan orang tuanya  demi bakti pada mereka. Bagaimana dengan kondisi pemuda pemudi zaman sekarang?

Dilansir dari Kitakini.news, Rabu 26 Juni 2019, kasus anak membunuh orang tua sendiri masih terus terjadi di sepanjang tahun 2019 ini. Julukan “anak durhaka”, sepertinya pantas diberikan kepada para pelaku yang tega menghabisi nyawa orang tua mereka sendiri dengan begitu sadis.

Berdasarkan informasi yang berhasil dirangkum Kitakini News, sejak awal Januari hingga Juni 2019, tercatat ada beberapa kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap orang tuanya sendiri. Berikut ulasan lengkapnya: kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pria di Cengkareng berinisial PI (24 tahun) tega menghabisi ayah kandungnya sendiri yang berusia 64 tahun. PI merasa sakit hati  telah ditegur Ayahnya saat sedang bertengkar dengan salah seorang temannya, (29/1/2019).

Di desa Kemu Dusun 1 kecamatan Pulau Beringin kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, Marlina (40 tahun) tewas di bunuh ES karena kesal tidak diberi uang jajan. Kemudian menghantam kepala ibunya dengan balok kayu sebanyak 10 kali (25/2/2019).

Dan tak kalah sadis adalah di desa Madumulyorejo kecamatan Dukun Gresik (10/3/2019) seorang anak R (28 tahun) tega menebas ibunya sendiri bernama Ranis (55 tahun) dengan clurit hingga tewas, alasannya karena kesal sering dimarahi. 

Kemudian di Mataram (1/6/2019), seorang anak berinisial H (30 tahun) berprofesi seorang perawat tega membunuh ayah kandungnya sendiri lantaran kesal di bangunkan saat tidur untuk melaksanakan shalat. Bahkan, di kab. Asahan Sumatera Utara lebih sadis lagi, Aminem (57 tahun) tewas dibakar hidup-hidup oleh anak tirinya, Selasa (26/6/2019).

Demikianlah beberapa fakta anak yang tega membunuh orang tuanya yang terjadi sepanjang Januari sampai Juni 2019. Tentunya masih banyak kasus lain di media yang mengulas berita tentang pembunuhan sadis anak terhadap orang tuanya. 

Menyaksikan hal seperti ini, membuat hati kita sungguh merasa miris, kesal, marah, dan tentunya tak habis pikir terhadap fakta yang ada. Mengapa seorang anak yang telah di besarkan oleh kedua orang tuanya dengan pengorbanan tak terhingga, dengan tetesan keringat dan air mata mampu melakukan hal yang sangat sadis? Hanya karena hal-hal  sepele, tapi telah membuat gelap mata dan tega membunuh orang tuanya. Orang tua yang telah melahirkan, merawat dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang. Apa latar belakang yang menyebabkan hilangnya akal sehat dan rasa kasih sayang anak terhadap orang tuanya? adakah faktor lain yang menjadi latar belakang kasus seperti ini? 

Sistem Kapitalisme Biang dari Kerusakan Keluarga

Sistem kapitalisme telah menjadikan "capital" atau uang sebagai dasar untuk menilai sebuah keberhasilan, tak terkecuali bagi keluarga muslim. Di tengah hiruk pikuk berbagai kesibukan dunia dan kebutuhan ekonomi yang kian sulit, para orang tua dituntut untuk mempersiapkan keluarga mereka agar mampu bersaing dalam kancah kehidupan. Para orang tua didorong berlomba memenuhi seluruh ambisi untuk membentuk 'keluarga yang berhasil dan sukses'.

Keluarga yang berhasil dan sukses menurut mereka adalah yang mampu memenuhi kriteria-kriteria yang bersifat materi yaitu, memiliki rumah bagus, kendaraan mewah, dan anak-anak yang mampu mengenyam pendidikan tinggi hingga ke jenjang universitas dan berhasil secara akademik meraih gelar-gelar akademik, seperti dokter, sarjana,  dan lain sebagainya.

Dalam sistem kapitalisme, keberhasilan manusia diukur dengan tolok ukur yang bersifat materi. Dan kebahagiaan dinilai dengan kemampuan dalam memenuhi seluruh kebutuhan yang bersifat fisik atau jasadiah. Maka, tak heran jika para orang tua disibukkan dengan bagaimana cara mengumpulkan uang yang banyak agar terpenuhi kebutuhan hidup dan mampu mempersiapkan perencanaan pendidikan formal terbaik untuk anak-anaknya.

Para orang tua sibuk mencari sekolah-sekolah terbaik dengan basic orientasi  pendidikan ilmu sains dan teknologi dunia. Harapannya adalah mampu mencetak generasi yang mulia dan bermartabat di tengah masyarakat. Dengan standar keberhasilan menciptakan generasi yang memiliki titel dan jabatan secara akademik sehingga mampu menopang kehidupan secara ekonomis. 

Namun, ternyata kesibukan untuk mengejar ambisi menjadi orang tua yang mapan dan mampu menyokong keberhasilan pendidikan untuk keluarga, telah menjadi 'senjata yang mematikan'. Kesibukan dalam mencari nafkah telah mengambil waktu dan kesempatan untuk bersama anak-anak. Mereka tidak  memiliki  bonding (jalinan kedekatan emosi dan kasih sayang) dengan anak. Keduanya menjadi orang asing yang tak mampu mengungkapkan perasaan kasih sayang. Hingga akhirnya, hubungan yang terjalin di antara mereka hanya sebatas kebutuhan materi. Saat anak sudah dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan materinya sendiri, maka jalinan yang ada di antara mereka akan terputus. Karena hubungan yang tercipta selama ini hanya sebatas kebutuhan materi, tidak lebih. 

Kondisi yang lebih tragis adalah saat anak hanya menganggap orang tua sebagai mesin ATM tempat mereka mengambil uang. Pada saat mesin ATM rusak dan tak mampu mengeluarkan pundi-pundi uang, tanpa sungkan mereka meninggalkan mesin ATM tersebut. Bahkan,  tanpa rasa bersalah tak segan-segan merusak dengan memukul dan menghancurkan mesin ATM karena kesal dan marah.

Sungguh, sistem pendidikan sekularisme dan kapitalisme telah menciptakan monster-monster kecil yang mengerikan. Harapan untuk melahirkan keluarga yang mulia dan bermartabat bagaikan jauh panggang dari api. Sistem pendidikan sekuler hanya mampu melahirkan generasi cerdas dalam sains dan teknologi. Kecerdasan akademik tanpa di topang kecerdasan spiritual hanya akan melahirkan berbagai kerusakan sosial di masyarakat. 

Kurangnya basic pendidikan agama yang bersifat spiritual terutama ilmu agama, akhlak dan adab kepada orang tua (birrul walidain) telah menyumbangkan generasi BLAST (Bored, Lonely, Angry-Afraid, Stress, Tired).

Birrul Walidain dalam Pandangan Islam

Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang memiliki peranan penting terbentuknya sebuah tatanan sistem sosial yang akan mewarnai hubungan di tengah-tengah masyarakat. Sistem sosial ini yang akan melahirkan harmonisasi dan kedamaian di tengah masyarakat sehingga akan tercipta kedamaian, kasih sayang, saling menghargai dan saling menghormati diantara mereka. 

Setiap keluarga muslim wajib mendidik putra dan putrinya dengan sifat-sifat mulia yang diajarkan oleh Islam yaitu agar senantiasa berakhlak sesuai dengan syariat Allah dan Rasul-Nya. Salah satunya adalah mengajarkan tentang wajibnya menjaga 'birrul walidain'. Dengan pemahaman pentingnya pendidikan birrul walidain, tentu akan melahirkan generasi mulia yang bermartabat di tengah masyarakat. Generasi yang siap melanjutkan estafet kepemimpinan sebuah negara. Yakni, negara khilafah 'ala manhaj an-nubuwwah.

Birrul walidain adalah akhlak yang diwajibkan (fardhu 'ain) bagi seluruh individu muslim. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua, meskipun jika keduanya non muslim. Seorang anak wajib menaati setiap perintah dari keduanya selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw. Birrul walidain dalam Islam merupakan bentuk silaturahim yang paling utama. Keutamaan birrul walidain adalah:
Pertama, perintah birrul walidain senantiasa bersanding dengan perintah untuk mentauhidkan Allah Swt.

Firman Allah Swt, 
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
(TQS, Al-Isra' : 23)

Seperti kita ketahui, bahwa inti dari Islam adalah tauhid, yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata. Hal  ini menunjukkan bahwa masalah birrul walidain adalah masalah yang sangat 'urgent', mendekati pentingnya tauhid bagi seorang muslim.

Ke dua, dinukil dari hadits Abdullah bin Mas’ud yang telah menjelaskan tentang seorang lelaki yang meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk pergi berjihad, beliau bersabda:

أحَيٌّ والِدَاكَ؟، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِما فَجَاهِدْ

“Apakah orang tuamu masih hidup?”. Lelaki tadi menjawab: “Iya”. Nabi bersabda: “Kalau begitu datangilah keduanya dan berjihadlah dengan berbakti kepada mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, para ulama memberi catatan, ini berlaku bagi jihad yang hukumnya fardhu kifayah. Keutamaan birrul walidain di atas keutamaan jihad fi sabiilillah. Birrul walidain juga lebih utama dari thalabul 'ilmi selama bukan menuntut ilmu yang wajib ‘ain. Birrul walidain juga lebih utama dari safar, selama bukan safar wajib seperti pergi haji. Adapun safar dalam rangka mencari pendapatan, maka tentu lebih utama birrul walidain dibandingkan safar yang demikian.

Ke tiga adalah birrul walidain merupakan amalan yang menghantarkan ke pintu surga. Surga memiliki beberapa pintu, dan salah satunya adalah pintu birrul walidain. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.914).

Ke empat, birrul walidain merupakan salah satu cara bertawassul kepada Allah. Tawassul artinya mengambil perantara untuk menuju kepada ridha Allah dan pertolongan Allah. Salah satu cara bertawassul yang disyariatkan adalah tawassul dengan amalan shalih. Dan diantara amalan shalih yang paling ampuh untuk bertawassul adalah birrul walidain. 

Adapun bentuk-bentuk birrul walidain yang dapat di lakukan oleh seorang muslim, ada dua bentuk yaitu:

1. Birrul walidain yang dapat dilakukan ketika orang tua kita masih hidup, diantaranya;
a. Membahagiakan dan memenuhi keinginan kedua orang tua semampu yang kita bisa.
b. Bertutur kata dengan ucapan yang lemah lembut penuh kasih sayang.
c. Tawadhu, yaitu perilaku  yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala, atau kata-kata lain yang sepadan.
d. Memberikan nafkah, Allah Swt berfirman:
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (TQS. Al-Baqarah, Ayat 215).
e. Mendoakan kedua orang tua.

2. Birrul walidain yang dapat kita lakukan saat orang tua kita telah meninggal, yaitu:
a. Senantiasa beristighfar dan bertaubat kepada Allah Swt, apabila kita belum sempat berbakti kepada kedua orang tua.
b. Mengurus jenazah orang tua ketika mereka wafat.
c. Membayar utang mereka (pada saat mereka meninggalkan utang)
d. Melaksanakan seluruh wasiat orang tua yang tidak bertentangan dengan hukum syara.
e. Menyambung silaturahim dengan keluarga, kerabat, teman dan orang-orang yang biasa bersilaturahim dengan orang tua kita.

Demikianlah tuntunan yang disyariatkan oleh Islam yang berkaitan dengan kewajiban birrul walidain. Semoga kita senantiasa mampu memenuhi kewajiban kita sebagai anak yang selalu berbakti kepada orang tua kita. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post