Ketika Isu Radikalisme Kembali Dipropagandakan

Oleh : Tri Setiawati, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)

Isu radikalisme kembali dipropagandakan. Mereka mengangkat isu radikalisme di seminar-semianar, dikantor-kantor pemerintahan, serta ditempat-tempat ibadah. Seperti yang terjadi di Blitar, Trenggalek dan Tulungagung berikut ini. Seminar Kebangsaan diselenggarakan Pemuda Pancasila bersama Bakesbangpol dan PBD Kota Blitar, dalam rangka Hari Pahlawan 2019. Mengambil tema, pemuda dalam merajut kebinekaan dengan meneguhkan karakter Pancasila, kegiatan ini melibatkan peserta dari kalangan pelajar, mahasiswa, ormas, tokoh masyarakat, dan beberapa organisasi kemasyarakatan Kota Blitar.  

Plt. Wali Kota Blitar mengapresiasi seminar kebangsaan yang diselenggarakan Pemuda Pancasila, karena mengambil tema peran pemuda dalam menjaga kebinekaan Indonesia melalui Pancasila. Apalagi beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami beberapa masalah radikalisme dan intoleransi. Untuk itu pihaknya berharap kegiatan ini bisa mengingatkan kembali nilai-nilai Pancasila di kalangan anak muda.(blitarkota.go.id, 27/11/2019). 

Juga fenomena yang terjadi di Trenggalek. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah memberikan pembekalan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan terhadap remaja masjid (remas) maupun mushala. Pembekalan bertajuk Pekan Emas (Peningkatan Kapasitas dan Pemberdayaan Remaja Masjid dan Mushola) ini diselenggarakan di Balai Latihan Kerja (BLK) Trenggalek mulai 25 hingga 30 November 2019. Terdapat 150 remas yang diagendakan mengikuti kegiatan Pekan Emas ini. Dalam kegiatan ini, para anggota remas akan diberikan beragam materi, seperti penangkalan paham radikalisme, pencegahan peredaran narkoba dan obat terlarang serta wawasan kebangsaan dan bela negara. Materi ini sangat diperlukan, karena paham radikal bisa masuk dari sisi tersebut.(republika.co.id, 25/11/2019).

Penderasan Isu radikalisme juga terjadi di Tulungagung. Dalam rangka menjalin silaturahmi dan mengantisipasi masuknya paham radikal di lingkungan tempat ibadah, Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia melakukan safari ke sejumlah masjid. Salah satu tempat ibadah yang didatangi adalah Masjid Nurul Huda Desa Plosokandang Kecamatan Kedungwaru sesaat setelah salat Jumat (29/11) siang. Dalam kesempatan itu, Kapolres Tulungagung, ajak jemaah masjid tolak faham radikalisme.(jatimtimes.com, 29/11/2019).

Wakil Rakyat daerah pemilihan Jatim VI (Kediri - Tulungagung - Blitar) ini melaksanakan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan kepada lebih dari 150 orang Komunitas Sepeda Tulungagung dan Masyarakat di Kec. Gondang, Tulungangung (26/11).  Dalam kesempatan itu, Wanita yang dikenal masyarakat dengan panggilan Bu Yayuk ini menghimbau kepada masyarakat untuk lebih peka terhadap munculnya faham radikalisme di lingkungan sekitar.(kompasiana.com, 26/11/2019). 

Semua fenomena di atas menjadi fenomena ekstrim dalam kehidupan politik kebangsaan kita. Ini menunjukkan tingkat kepanikan yang tinggi rezim sekuler neoliberalisme menghadapi kesadaran politik umat Islam yang kian menguat, Suasana kekalutan, kecurigaan, permusuhan dan lain-lain diciptakan ditengah-tengah masyarakat. Islam sebagai agama yang memiliki aturan paripurna bergeser dari keberadaannya tentang peradaban manusia menjadi momok yang menakutkan. Islam tertuduh. Islam dipojokkan.

Radikalisme semakin dipropagandakan ke masyarakat supaya Islam semakin jauh dari masyarakat    dan masyarakat memiliki musuh bersama yaitu ormas atau sekelompok orang yang terindikasi radikal menurut rezim. Pihak kepolisian mempunyai progam kunjungan sambang warga dengan mengunjungi berbagai tempat untuk berdialog terkait radikalisme.
Gerakan pemojokkan Islam dengan isu radikalisme hakekatnya adalah gerakan anti Islam. Ketakutan yang sangat berlebihan terhadap agama Islam. Islamophobia. Tentu pendukung sekularisme, kapitalisne dan komunisme sangat bahagia dengan program ini. Karena sangat menguntungkan misi mereka di Indonesia.

Sebenarnya radikalisme adalah istilah yang netral. Radikal secara bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia) artinya secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip), amat keras dalam menuntut perubahan, maju dalam berfikir dan bertindak. Secara istilah, radikal adalah afeksi atau perasaan terhadap segala sesuatu sampai ke akarnya (Sarlito Wirawan : 2012) sedangkan kata “isme” sendiri memiliki arti sebuah ide atau pemikiran. Jadi ditinjau dari segi bahasa dan istilah, radikalisme memiliki arti yang positif.

Radikal merupakan kata yang biasa dalam dunia ilmu. Ini merupakan sebuah terminologi untuk mengasosiasikan pada tingkat kedalaman. Dalam perubahan sosial, istilah radikal biasanya dikaitkan dengan keinginan pada perubahan fundamental dan struktural. Bukan fungsional. Dinamis, bukan statis. Bergejolak, bukan tenang. Militan, bukan lembek.Pertanyaannya mengapa jika kata radikalisme disandingkan dengan Islam malah memiliki konotasi negatif?

Jadi, jika istilah radikal dikaitkan dengan Islam menjadi Islam radikal, misalnya, tentu merujuk juga pada keinginan menempatkan Islam sebagai ajaran dominan. Dalam tingkatan radikalistik yang maksimum, tentu yang dimaksudkan adalah menjadikan Islam sebagai dasar negara.

Isu Islam radikalisme tidak terlepas dari agenda barat yang tidak menginginkan tegaknya kembali Islam. Karena jika Islam tegak dan berjaya kembali, maka mereka akan kehilangan eksistensi mereka di Negeri-negeri kaum muslimin dalam rangka menguasai SDA Negeri tersebut. Namun kebanyakan umat Islam termakan isu ini. Akhirnya sesama Muslim saling mencurigai. Bahkan rumah ibadahnya sendiri pun dicurigai terpapar paham radikalisme.

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam terletak pada aturan yang lahir dari Aqidahnya dimana Islam mengatur urusan ibadah ritual, urusan manusia dengan manusia, serta urusan manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam tidak boleh mencukupkan diri dengan melaksanakan ibadah ritual saja, namun perlu diperhatikan pula pelaksanaan peraturan manusia dengan manusia (jual beli, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem pemerintahan, dan lain-lain) serta peraturan manusia dengan dirinya sendiri (makan, minum, berpakaian, dan lain-lain) yang tentunya mengandung kewajiban untuk dilaksanakan. Akibat tidak diterapkannya peraturan Islam secara menyeluruh, maka wajar jika Umat Islam mengalami kemunduran di segala bidang.

Sejarah membuktikan, ketika umat Islam berpegang teguh kepada aturan Allah SWT secara meyeluruh, maka Umat Islam dapat memimpin dunia hingga berabad-abad. Sungguh berbeda dengan realitas Umat Islam saat ini. Maka penting sekali bagi umat Islam agar segera menjadikan Syariah Islam sebagai pedoman hidup baik dalam skala individu, bermasyarakat maupun bernegara. 

Oleh karenanya, wajar jika umat Islam memiliki kesadaran hingga tekad yang sangat kuat untuk mengembalikan sistem kehidupan sesuai dengan aturan Allah SWT. Penentangan atas arus kebangkitan Islam merupakan sunnatullah. Namun justru Umat harus segera menentukan sikap untuk berada di barisan perjuangan mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam melalui tegaknya hukum-hukum Allah SWT di muka bumi ini. Wallahu'alam bi showab.[Tri S]. 

Post a Comment

Previous Post Next Post