Jerat Kepentingan Rezim Neolib Membungkam Nestapa Uighur

Oleh : Intan Ayu Agustin 

"Tak ada manusia di dunia ini dizalimi sebagaimana kami dizalimi. Saya bahkan tak pernah melihat ada binatang yg dihina dan ditindas sebagaimana kami direndahkan dan ditindas.." (Cordova Media). 

Jeritan hati muslim Uighur terdengar begitu pilu menyayat hati. Seantero Jagad kini memberitakan penyiksaan, penindasan, pelecehan, bahkan pembunuhan kaum muslim Uighur secara brutal di kamp-kamp penahanan di Xinjiang. Duka nestapa sudah sepatutnya dirasakan kaum muslim di dunia. 

Derita muslim Uighur sudah seharusnya menjadi duka kita. Kecaman demi kecaman bermunculan terhadap tirani dzolim mesin pembantai kaum muslimin. 

Seperti diberitakan suaraislam.id, 
Perlakuan represif dan kebijakan tidak manusiawi yang dialami etnis minoritas Uighur di Xinjiang semakin terkuak dan sepertinya banyak negara di dunia sudah mulai muak dengan kesewenang-wenangan ini. Setelah pada Juli 2019 lalu, lebih dari 20 negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Jerman mengirim surat kecamanan kepada para pejabat tinggi Dewan HAM PBB terkait perlakuan otoritas China terhadap etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di wilayah Xinjiang. 

Tetapi sebaliknya, penguasa negeri ini justru bungkam terhadap nestapa Uighur. 
Rintihan tangis muslim Uighur, seakan tak mampu meluluhkan hati hati penguasa negeri ini. Meregangnya nyawa kaum muslim Uighur dibawah tirani China, tidak cukup meruntuhkan 'kemesraan' rezim ini terhadap China. Simbiosis mutualisme dan kepentingan-kepentingan yang mereka jalin dengan korporasi-korporasi Aseng terlalu mahal harganya jika dibandingkan dengan nyawa-nyawa muslim Uighur. Cinta dunia melenakan mereka hingga tak peduli saudara muslim sendiri. Para penguasa rezim neolib di negeri ini seolah buta dan tuli terhadap persoalan kaum muslimin. Padahal kaum muslim itu ibarat satu tubuh. Jika satu bagian sakit, yang lain ikut merasakan sakit.

Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menyatakan sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang hingga kini masih 'bungkam' atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang berkaitan dengan urusan ekonomi. Menurut analisis mereka, salah satu faktor utama adalah dugaan ketergantungan Indonesia terhadap modal dari China yang cukup besar.

Dalam laporan terbarunya yang berjudul Explaining Indonesia's Silence on the Uyghur Issue yang diterima cnnindonesia.com, IPAC menuturkan "China adalah mitra dagang terbesar dan juga investor kedua terbesar" Indonesia.

Hal itu disebut menambah keengganan Indonesia bersilang pendapat dengan China dalam permasalahan Uighur.

Begitu murahnya rezim neolib ini menghargai nyawa-nyawa muslim Uighur. Hanya dinilai secuil nikmat harta duniawi. Padahal, Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim. 

Dari Buraidah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Dosa membunuh seorang mukmin lebih besar daripada hancurnya dunia.” (HR. An-Nasa’i [VII/83], dishahihkan oleh Syaikh Albani)

Ketergantungan penguasa terhadap cukong-cukong Asing, sudah menjadi watak yang melekat pada rezim neolib saat ini. Kini semakin telanjang bahwa penguasa sama sekali tidak peduli terhadap kehidupan kaum muslimin. Jangankan di belahan dunia lain, kaum muslimin di negeri sendiri pun di anak tirikan. Dengan demikian, tak ada lagi yang dapat diharapkan dari penguasa. Nestapa Uighur sudah dibungkam semenjak awalnya. Derita Uighur, bukan lagi menjadi deritanya. 

Tak ada yang bisa melindungi muslim Uighur selain adanya Khilafah. Hanya di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, kaum muslimin akan terlindungi. Karena keberadaan Khilafah adalah sebagai Raa'in (pengurus rakyat), pelindung, dan perisai (Junnah) bagi kaum muslimin. 

Rasulullah Saw. bersabda:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Dan Nabi Muhammad Saw juga bersabda:

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Maka sudah saatnya, kita memilih di pihak mana kita berdiri. Mau mempertahankan rezim neolib yang nyata membuat kerusakan, menyengsarakan, dan melindungi pembantai kaum muslimin, ataukah kembali pada aturan sempurna Sang Pencipta yaitu dengan menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah yang akan melindungi kemuliaan, darah dan kehormatan kaum muslimin, serta menebar Rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu'alam bisshowwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post