Oleh : Tanti Irma Yunita
Tabiat dari sistem kapitalisme dalam menyusun APBN berprinsip pada pemisahan peran Islam dalam pengelolaan negara. Sektor perpajakan masih menjadi sumber penerimaan utama dibandingkan sektor yang lain. Ini menunjukkan betapa bergantungnya negara kepada rakyat dan menunjukkan betapa lemahnya sistem tersebut.
Berbagai upaya akan dilakukan oleh pemerintah dalam menambah APBN, dengan cara menaikkan pajak, memperbanyak jumlah wajib pajak, selain memperbanyak jenis-jenis pungutan kepada rakyat baik dalam bentuk pajak maupun retribusi.
Contohnya di Banyuwangi, Bupati Banyuwangi selama 3 Tahun memperjuangkan NPWP perusahaan penambangan PT Bumi Suksesino (BSI) dipindahkan ke Banyuwangi. Hal ini akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Kabupaten paling ujung Timur Pulau Jawa ini (detik News.com).
Selama ini pembayaran pajak PT BSI selaku anak Perusahaan PT Merseka Copper Gold Tbk dilakukan di Jakarta sesuai dengan posisi keberadaan kantornya. Sementara penambangan emas yang dilakukan ada di Gunung Tumpang Pitu Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi. Menurut Bupati Banyuwangi dengan pemindahan ini Pemkab Banyuwangi mendapatkan tambahan bagi hasil dari pembayaran pajak hingga Rp. 440 - Rp. 500 milyar.
Pandangan Islam
Jika persoalannya dilihat dari kacamata akidah Islam, sejatinya pengelolaan APBN saat ini sudah melenceng jauh dari ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT & Rasul-Nya.
Penyusunan APBN murni didasarkan pada sistem kapitalis yang prinsipnya memisahkan peran Islam dalam pengelolaan negara termasuk dalam penyusunan APBN.
Buktinya amat banyak seperti; menggantungkan penerimaan negara dari pajak meskipun menyusahkan rakyat, pembiayaan defisit hutang ribawi dengan bunga ratusan triliyun, menyerahkan pengelolaan semberdaya alam kepada asing, mengalihkan pembiayaan kesehatan kepada rakyat melalui BPJS, mengkomersilkan pendidikan, dll.
Hal-hal demikian tentu saja berseberangan dengan ketentuan Islam yang telah qoth'i hukumnya di dalam Al qur'an dan As-Sunnah. Dalam APBN Islam sumber penerimaan negara bukanlah pajak. Tetapi ada (3) tiga sumber utama:
1. Kepemilikan individu seperti; zakat, infaq, dan shodaqoh.
2. Kepemilikan umum seperti; pertambangan emas, perak, tembaga, nikel, minyak, gas, batubara, hutan, dsb.
3. Kepemilikan negara, seperti : ghonimah, fai', jizyah, khoroj, khumus, dsb.
Dilihat dari sumber penerimaan yang kedua, yaitu kepemilikan umum, maka kita dapat melihat bahwa negara memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah ruah.
Dengan dukungan SDA yang ada maka SDA tersebut dapat diolah lagi dan ditingkatkan nilai tambahnya sehingga akan menjadi sumber penerimaan yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia tanpa bergantung dari sektor pajak. Wallahua'lam bi ash-showab.
Penulis: Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Sosial
Post a Comment