Bila Khilafah Berdiri, Siapa Khalifahnya?

Oleh : Tawati

Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato dalam acara “Presidential Lecture” Internalisasi dan Pembumian Pancasila yang digagas BPIP di Istana Negara Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Dalam bagian pidatonya, Mega menyinggung soal khilafah. Ia juga menantang orang-orang yang hendak mendirikan khilafah agar datang ke DPR menemui fraksinya, FPDIP.

Megawati pun mempertanyakan bila ingin mendirikan khilafah, siapakah khalifahnya? (Sumber: https://suaraislam.id/bertanya-soal-khilafah-megawati-khalifahnya-dari-mana/)

Jika Khilafah berdiri dengan izin dan pertolongan Allah, Insya Allah yang diangkat menjadi khalifah adalah orang terbaik, setelah memenuhi syarat in’iqad: Muslim, balig, berakal, laki-laki, merdeka, adil dan mampu menjalankan seluruh kewajibannya sebagai Khalifah.

Adapun syarat lain, seperti keturunan Quraisy, mujtahid dan pemberani, hanyalah syarat pelengkap (afdhaliyyah); bukan syarat sah dan tidaknya seseorang menjadi khalifah.

Hanya saja, siapakah yang paling layak di antara orang terbaik yang memenuhi kriteria tersebut?

Tentu orang yang ikut berjuang menegakkan Khilafah, dan ketua partai politik, atau gerakan revolusioner yang berhasil mendapatkan mandat kekuasaan (istilam al-hukm) dari umat. Begitulah Nabi saw. mencontohkan dan begitulah sejarah membuktikan. 

Nabi saw. sendiri adalah ketua partai politik, yang dikenal dengan Hizbur Rasul, ketika masih di Makkah. Nabi saw. mendidik, mempersiapkan proses perubahan dan mewujudkan perubahan bersama para Sahabat yang menjadi anggota Hizbur Rasul hingga mendapatkan baiat pertama dan kedua dari kaum Aus dan Khazraj di ‘Aqabah, Mina.

Wajar, jika kemudian Nabi saw. menjadi kepala Negara Islam pertama. Sebab, Baginda Nabi saw.-lah pejuang dan pemimpin para pejuang yang melakukan perubahan revolusioner tersebut. Sejarah juga membuktikan hal yang sama. Revolusi Bolshevik dan Revolusi Iran adalah contoh nyata yang mengantarkan kedua pemimpin revolusioner ke tampuk kekuasaan.

Jika kelak Allah SWT memberikan pertolongan, umat pun akan menyerahkan mandat kekuasaan (istilam al-hukm) kepada kelompok dan pemimpin yang berjuang demi tegaknya Khilafah. Itu hal yang normal. Justru yang tidak normal, jika umat menyerahkan kekuasaannya kepada orang atau pemimpin partai, jamaah atau kelompok yang tidak berjuang menegakkan Khilafah.
Wallahua'lam bishshawab[].

Post a Comment

Previous Post Next Post