Perceraian Kian Tinggi, Sertifikasi Nikah adalah Solusi

Oleh : Anna Ummu Maryam
(Komunitas Peduli Remaja)

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Efendy menyatakan sertifikasi persiapan perkawinan berupa kelas atau bimbingan pranikah untuk setiap pasangan tak dipungut biaya alias gratis.

Program ini rencananya akan mulai diterapkan pada 2020 di seluruh Indonesia dan berlaku untuk semua pasangan.

"Mestinya gratis. Iya. Kita lebih sempurnakan, melibatkan kementerian yang kita anggap relevan," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta (Cnnindonesia.com, 14/11/2019).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, akan menindaklanjuti kewajiban kepemilikan sertivikasi nikah untuk pasangan yang hendak menikah. 

Hal itu terkait edukasi kesehatan kepada pengantin baru setelah baru menikah.

"Setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga, terutama dalam kaitannya dengan reproduksi. Karena mereka kan akan melahirkan anak yang akan menentukan masa depan bangsa ini," kata Muhadjir di SICC, Bogor, Jawa Barat (Liputan6.com, 13/11/2019).

Perceraian Kian Marak

Isu akan diberlakukannya sertifikasi nikah terus bergulir. Seiring dengan kekhawatiran karena semakin meningkatnya angka perceraian dalam pernikahan. 

Sertifikasi nikah ini dianggab sebagai salah satu upaya agar setiap calon pengantin memahami akan tanggung jawab dan mengetahui cara menjaga kesehatan anak dan keluarga.

Untuk diketahui, kebijakan sertifikat nikah ini lebih dulu dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Persyaratan itu tercantum dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 Tentang Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin.

Dalam sistem kapitalis demokrasi yang diterapkan oleh negara adalah akar dari permasalahan ini. Karena dalam sistem ini manusia diberikan kebebasan tanpa pengontrolan oleh masyarakat dan negara.

Keluarga dalam sistem ini harus berjuang sendiri demi keutuhan keluarganya dengan pengontrolan mandiri. Pengawasan dan perhatian negara amat minim sehingga baru menangani suatu kasus saat kasus tersebut naik angkanya secara fantastis.

Angka perceraian pasangan suami-istri (pasutri) di wilayah kerja Pengadilan Agama Jakarta Pusat meningkat dalam dua tahun terakhir. Dari Januari hingga pertengahan Juli 2019, tercatat ada 850 perkara gugatan perceraian pasutri. Pemicunya beragam faktor.

"Gugatan cerainya sekitar 850 (kasus) sampai Juli ini," kata Panitera Hukum Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Gunadi kepada Okezone, Senin (15/7/2019)

Data Kasus perceraian semakin hari terus meningkat. Dan angka yang tertera pada data sebenarnya hanya mewakili sebagian dari kasus perceraian. Karena jika kita melihat pada wilayah wilayah lain di Indonesia, angka ini kian merangkak naik.

Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti ekonomi yang kian hari semakin sulit untuk para lelaki yang menjadi pencari nafkah keluarga. Sedang kan lowongan pekerjaan lebih banyak menerima perempuan.

Kalaupun mereka bekerja namun upah yang didapatkan sangat sedikit sehingga rentan memicu konflik keluarga.

Pendidikan yang rendah masih terus mewarnai kehidupan keluarga hingga hari ini. Sehingga banyak yang membina pernikahan karena tak bisa sekolah lagi.  Dari pada dirumah menjadi beban maka menikah dengan tanpa memiliki pemahaman dan keahlian dalam mengurus rumah tangga.

Kehidupan sosial yang hedonis dan bebasnya akses media sosial juga ikut memberi pengaruh. Budaya kehidupan bersenang-senang lebih dominan dilakukan karena kehidupan yang tidak memiliki tujuan berkeluarga yang sebenarnya.

Mudah dan murahnya getget sehingga membuat mudah pula mengakses segala info baik yang baik atau pun yang buruk.

Dalam sistem kapitalis ini pula  para orang tua sibuk dalam mencukupi kebutuhan keluarga sehingga peran keluarga tidak optimal. Para ibu terpaksa harus bekerja sehingga membiarkan anak tanpa pendampingan hingga mereka tumbuh dewasa.

Maka wajar pernikahan hanya untuk kesenangan belaka tanpa ilmu dan tanggung jawab. Kurangnya kepedulian orang tua membuat anak beralih pada yang lain seperti pergaulan bebas dan kecanduan getget.

Praktisi psikologi anak dan remaja Anrio Marfizal menilai kalau kasus ratusan anak dibawa ke rumah sakit jiwa karena kecanduan gadget adalah tamparan bagi semua keluarga di Indonesia.

"Kasus ini adalah tamparan untuk semua keluarga di Indonesia," ujar Anrio kepada Okezone, Sabtu (19/10/2019).

Pernikahan Dalam Islam

Dalam islam, pernikahan adalah hal yang sakral karena hal ini adalah ibadah dan perpindahan tanggung jawab dan nafkah. Maka Islam memerintahkan setiap muslim untuk memahami Islam secara utuh tentang bagaimana kehidupan keluarga.

Dalam islam, keluarga adalah pemberi bekal pertama kepada anak dalam mengarungi kehidupan. Saling mengingatkan dan menasehati adalah kebiasaan yang ditumbuhkan dalam keluarga.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6)

Rasa tanggung jawab dalam Islam harus dipupuk sedini mungkin. Dan itu hanya bisa dilakukan jika peran ayah dan ibu benar-benar telah difahami secara menyeluruh.

Islam telah mengajarkan bahwa keimanan tidak cukup dalam membentengi kehidupan berkeluarga tetapi harus ada keterlibatan masyarakat sebagai pengontrol lingkungan dan negara sebagai pemberi layanan akan setiap masalah.

Karena sejatinya segala aktivitas manusia akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Dan hal tertinggi yang ingin diraih adalah Ridha Allah dalam segala aktivitas manusia.

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”(QS. Al-Muddatstsir: 38)

Maka terlihatlah kecemerlangan interaksi dan pernikahan dalam Islam. Yaitu membentuk keluarga yang dicintai oleh Allah dengan menjalankan perintah Allah dalam segala aspek.

Post a Comment

Previous Post Next Post