Cinta Nabi Bukan Sekedar Cinta Dalam Hati

Oleh : Novi Yanti

Ketika di tanya tentang arti cinta,  maka akan di temukan jawaban yang berbeda satu sama lain. Karena cinta itu mempunyai banyak arti. Cinta itu merupakan berkah dan rahmat.

Cinta di dalam kamus besar bahasa Indonesia, diartikan sebagai perasaan kasih dan sayang terhadap sesuatu atau orang lain. Secara istilah maka cinta dapat dimaknai sebagai suatu perasaan yang dialami manusia dan perasaan tersebut menimbulkan kasih sayang bagi yang merasakannya. Sedangkan  Cinta dalam pandangan islam sendiri adalah limpahan kasih sayang Allah kepada seluruh makhluknya sehingga Allah menciptakan manusia dan isinya dengan segala kesempurnaan. Cinta juga merupakan fitrah yang di berikan oleh Allah SWT.

Terkadang, terpikir bahwa cinta itu sebenarnya berawal dari mana? Pada saat kita menyanyangi seorang ibu, maka cinta itu berasal dari hati dan pikiran yang lembut. Akan tetapi ketika mencintai belahan jiwa, maka cinta itu berasal dari hati serta pemikiran yang hanya sebagai pelengkap cara untuk memandang belahan jiwa. Pembuktian cinta sebenarnya mengartikan sesuatu yang mendalam karena proses cinta membutuhkan pembuktian untuk bisa dikatakan bahwa benar-benar mencintai. 

Cinta itu terbagi menjadi dua jenis:
Pertama, al-mahabbatu at-thabi’i (cinta yang bersifat thabi’i/tabiat/naluri). Yang mendasarinya adalah asy-syahwah (keinginan); yang memang merupakan fitrah dan sunnatullah atas seluruh manusia. Allah Ta’ala menyebutkan hal ini dengan firman-Nya,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran, 3: 14)

Kedua, al-mahabbatu as-syar’i (cinta yang sesuai syari’at). Yang mendasarinya adalah al-iman (iman). Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah, 9: 24)

Ayat ini memberikan arahan syar’i bahwa cinta kepada Allah Ta’ala wajib didahulukan daripada segala macam cinta tersebut di atas, karena Dialah yang memberi hidup dan kehidupan dengan segala macam karunia-Nya kepada manusia dan Dialah yang bersifat sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan.

Seorang muslim tentu mencintai Nabi Saw. Sebab dalam Islam, cinta kepada Nabi Saw. merupakan keharusan. Kecintaan dan ketaatan kepada Nabi Saw. merupakan salah satu pembuktian keimanan seorang Muslim.

Nabi saw. bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang sampai aku lebih ia cintai daripada anaknya, kedua orang tuanya dan manusia seluruhnya.” (HR. Muslim)
Kecintaan kepada Nabi Saw. sekaligus merupakan bagian dari bekal yang bisa mengantarkan seorang Muslim untuk bisa masuk surga bersama-sama dengan beliau di akhirat kelak.

Wujud sebenarnya bagaimana mencintai Rasulullah adalah dengan melihat kehidupan para shahabat dan generasi sesudah mereka. Mereka membuktikan rasa cintanya dengan tidak pernah membantah apa yang diperintahkan Rasulullah dan selalu berusaha untuk mentaati risalah beliau yaitu syariat Islam. Bukti cinta itu bukanlah sekedar di dalam hati dan juga tidak hanya terucap, tapi lebih kepada tindakan riil / nyata dan harus benar - benar  dilaksanakan.

Maka dari itu, jika seseorang mengakui cinta kepada Rasulullah harus taat syariat yang telah beliau sampaikan. Dan menjadikan islam sebagai satu-satunya aturan yang diterapkan Karena ketaatan pada syariah Islam adalah bukti cinta yang hakiki kepada Rasulullah saw.

Namun pada kenyataannya,  umat islam sekarang ini belum menerapkan  Syariat Islam secara menyeluruh di dalam aspek  kehidupan. Dengan  kata lain syariat islam hanya digunakan pada hal-hal tertentu saja, seperti pernikahan, sholat, zakat dan haji. Akan tetapi ketika mengaku cinta kepada nabi Saw.  namun syariat islam tidak diterapkan, apakah Masih layak bagi kita sebagai umat islam yang mengaku cinta Nabi Saw.  namun tidak menerapkan syariat islam di seluruh aspek kehidupan? 

Maka dari itu,  Cinta kepada Nabi Saw. Itu dengan menerapkan syariat islam yang di bawa oleh Rasulullah yang bersumber pada Al Qur'an dan As Sunnah. Hanya dengan Islamlah yang akan mewujudkannya.
Wallahualam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post