Kesejahteraan Miris Produk Ekonomi Kapitalis

By : Ratna Munjiah 
(Pemerhati Sosial Masyarakat)

Asian Development Bank (ADB) melaporkan 22  dan orang Indonesia masih menderita kelaparan. ADB bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan hal itu dalam laporan bertajuk 'Policies to Support Investment Requirements of Indonesias's Food and Agriculture Development During 2020-2045. Kelaparan yang diderita 22 juta orang tersebut atau 90 persen dari jumlah orang miskin Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebanyaj 25,14 juta orang dikarenakan masalah di sektor pertanian. Seperti upah buruh tani yang rendah dan produktivitas yang juga rendah. Banyak dari mereka tidak mendapat makanan yang cukup dan anak-anak cenderung stunting. 

Pada 2016-2018, sekitar 22,0 juta orang di Indonesia menderita kelaparan. Laporan tersebut dikutip dari laman resmi ADB, Rabu (6/11). 

Kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi juga tercatat terus turun. Pada 1975 silam, sektor pertanian masih menyumbang 30 persen. Kemudian, susut menjadi 23 persen pada 1985, dan berlanjut menjadi 15,3 persen pada 2010. Lalu 13,1 persen pada 2017 lalu. ( https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20191106150657-532-446069/adb-laporkan-22-juta-orang-kelaparan-di-era-jokowi).

Dengan melihat data-data tersebut sebenarnya membuktikan bagaimana kondisi rakyat saat ini. Kegagalan pembangunan ekonomi di Indonesia, makin ke sini makin memperlihatkan kehancurannya. Berbagai Sumber Daya Alam (SDA) yang ada kita saksikan pengelolaannya semakin liberal dikuasai oleh swasta dan asing sehingga menyebabkan  pertumbuhan yang tidak pernah meningkat. Bahkan kesejahteraan semakin merosot, ditambah dengan penerimaan negara yang seret. Kelaparan merajalela, jutaan orang menganggur. Beban hidup yang dihadapi masyarakat pun semakin berat. Semua dampak dari kenaikan tarif yang beraneka ragam dalam hal layanan publik.

Miris, kebijakan penguasa dalam penerapan sistem kapitalis liberal membuat kondisi rakyat Indonesia terpuruk. Satu demi satu masalah rakyat semakin bertambah. Sampai saat ini pun pemerintah terkesan cuek dalam menghadapi sederet problematika tersebut, bahkan penguasa meminta rakyatnya untuk mengerti. Bagaimana mungkin rakyat bisa menerima dan mengerti, disaat kehidupan rakyat demikian susahnya. Penguasa dan pengusaha nampak bersuka ria memanfaatkan fasilitas sedangkan rakyat kesusahan membiayainya melalui pajak.

Sejatinya berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai satu tujuan yakni menciptakan kesejahteraan menyeluruh bagi setiap individu rakyat, baik muslim maupun non muslim yang hidup dalam sebuah negara. Namun kesejahteraan itu tentu tidak akan tercapai jika negara menerapkan sistem kapitalis liberal. 

Meskipun penerapan sistem ekonomi kapitalis berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi. Namun secara bersamaan sistem ini telah melahirkan gejolak, pertentangan antar kelas yakni pemilik modal  (kapitalis) dan kelompok pekerja. Akibatnya, banyak ditemukan berbagai dampak nyata dalam kehidupan ekonomi kapitalis. Mulai dari ketimpangan sosial yang parah, munculnya ketegangan, pertentangan dan keresahan di antara kelompok masyarakat. Selain itu, berkembangnya kehidupan materialistik yang penuh dengan keserakahan didorong oleh semangat mencintai harta dan menumpuk kekayaan.

Di sisi lain penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) seperti hutan, pertambangan dan kepemilikan umum lainnya dimiliki hanya segelintir orang. Hal tersebut berdampak pula pada kerusakan dan terganggunya berbagai kemaslahatan umum dan semua ini terjadi karena  kehidupan ekonomi kapitalis dibangun atas nilai manfaat yang menghalalkan segala cara (bebas nilai).

Semua itu tentu sangat bersebrangan jika negara mau menerapkan sistem Islam dalam mengatur urusan rakyat. Islam sebagai ideologi memiliki sistem yang kompleks dalam mengatur seluruh urusan ummat. Dalam bidang ekonomi, Islam telah menjadikan kegiatan ekonomi berjalan di atas pedoman dan pijakan yang jelas. Kegiatan ekonomi yang menjadi perhatian bukan hanya sekedar sektor produksi untuk mengejar pertumbuhan semata. Sektor ini tetap penting, namun yang lebih penting lagi adalah kegiatan ekonomi yang dapat menjamin terpecahkannya persoalan ekonomi yang sebenarnya. Yakni terpenuhinya kebutuhan pokok seluruh individu rakyat serta terjaminnya peluang untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) mereka.
Terpenuhinya kedua jenis kebutuhan tersebut, secara alami akan menghilangkan berbagai sebab yang dapat menciptakan ketegangan, pertentangan, dan keresahan di antara individu dan kelompok.

Pandangan sistem ekonomi kapitalis yang memasukkan seluruh kegiatan ekonomi; mulai dari produksi, konsumsi, investasi, hingga distribusi dalam pembahasan ilmu ekonomi tentu berbeda dengan pandangan sistem ekonomi Islam. Perbedaan ini dapat diketahui dengan merujuk pada sumber-sumber hukum Islam berupa al-Qur'an dan as-Sunnah. Dalam sebuah hadist, Rasulullah saw bersabda:

"Dua telapak kaki manusia akan selalu tegak (di hadapan Allah) hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan, tentang hartany a untuk apa ia pergunakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia korbankan (HR. at-Tirmidzi dari Abu Barzah r.a.).

Hadist di atas memberikan gambaran bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban pada saat nanti akan dibangkitkan. Sehingga manusia akan berhati-hati dalam berbuat. 

Demikianlah Islam mengatur dan memberi perhatian yang besar terhadap aktivitas manusia. Hal ini pun berlaku bagi setiap individu tak terkecuali penguasa. Islam memberikan perhatian besar pada bidang ekonomi.

Islam mengatur kegiatan ekonomi berkaitan dengan tatacara perolehan harta (konsep kepemilikan), tata cara pengelolaan harta, mulai dari pemanfaatan (konsumsi) hingga pengembangan kepemilikan harta (investasi) serta tatacara pendistribusian harta di tengah-tengah masyarakat.

Sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa problem ekonomi yang utama adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Untuk mengatasinya, menurut Islam haruslah dengan jalan memberi perhatian yang besar terhadap upaya perbaikan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Namun aspek produksi dan pertumbuhan tetap tidak diabaikan.

Sebagai konsekuensi dari keimanan kepada Allah swt dan Rasul-Nya maka setiap muslim termaksud para penguasanya, wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termaksud masalah pengelolaan SDA harus dikembalikan pada Al-Quran dan as-Sunnah. 

Allah SWT berfirman :
Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah ( al-Qura'an) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian mengimani Allah dan Hari Akhir (TQS an-Nisa (4): 59).

Selain itu, apa saja yang telah ditentukan oleh Allah swt dan Rasul-Nya, termaksud ketentuan dalam pengelolaan SDA wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikit pun. 

Allah swt berfirman:
"Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya (TQS al-Hasyr (59): 7).

Dengan demikian untuk mengakhiri kesalahan  pengelolaan SDA sebagaimana yang terjadi saat ini, mau tak mau kita harus kembali pada ketentuan Syariah Islam. Selama pengelolaan SDA didasarkan pada aturan-aturan sekuler kapitalis, tidak diatur dengan syariah maka tentu kesejahteraan yang diharapkan tidak akan pernah tercapai. Segala problematika kehidupan pun tidak akan pernah dapat diselesaikan. Terbukti, di tengah berlimpahnya SDA yang kita miliki namun mayoritas rakyat negeri ini miskin dan jauh dari kata sejahtera. Pasalnya, sebagian besar kekayaaan alam negeri kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan. 
Walhasil marilah kita bersegera menjalankan semua ketentuan Allah swt dan Rasul-Nya dengan cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariat Islam dalam pengaturan urusan ummat. 
Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post