KAMPUS POPALIA MASIH DI INDONESIA JI!

Oleh : Lisa Aisyah Ashar 
(Mahasiswi FTI USN dan Aktivis BMI Kolaka)

Hijrah ke zona selatan bukanlah hal mudah tatkala akses jalan yang dilalui belum dilakukan perbaikan sehingga rawan terjadinya kecelakan. Sejak awal perpindahan kampus Universitas Sembilanbelas November (USN) pengaspalan jalan belum juga terealisasi hingga saat ini. Kerusakan jalan memberi dampak buruk bagi kesehatan dan keselamatan baik mahasiswa maupun masyarakat. Hal inilah, yang mendorong mahasiswa Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka melakukan aksi demonstrasi agar menuai solusi.

Dilansir dari MEDIAKENDARI.com, Mahasiswa Universitas Sembilan belas November (USN) Kolaka mendesak DPRD Sultra untuk memberikan teguran dan peringatan keras bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka. Pasalnya, Pemkab Kolaka dinilai enggan melakukan perbaikan jalan menuju Kampus Negeri USN Kolaka di Desa Popalia, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, sehingga mengakibatkan kampus dan mahasiswa terdampak debu. Tuntutan untuk DPRD Sultra agar segera mengeluarkan teguran ini sebagaimana disampaikan Alinasi Mahasiswa USN saat berdemonstrasi di gedung DPRD Sultra, Senin (18/11/2019).

Belum adanya perbaikan jalan ini, berdampak pada kesehatan masyarakat karena banyak debu bertebaran, karena jalan ini aktivitas masyarakat, dan khususnya mahasiswa,” kata Kordinator Aksi, Hamruddin.

Ia juga memaparkan jika kerusakan jalan terparah terjadi di empat desa, yakni Desa Popalia, Desa Anaiwoi, Desa Rahanggada, dan Desa di Kecamatan Tanggetada, akibat sudah bertahun tahun tidak dilakukan perbaikan.

Kami meminta DPRD Sultra mendesak Pemda Kolaka agar segera melakukan pengaspalan di jalan ini dan kami juga berharap DPRD langsung turun kelapangan untuk mengecek kondisi jalan di sana,” tegas Hamruddin.

Hamruddin juga menjelaskan, jika pihaknya meminta Bupati Kolaka, Ahmad Safei, merekomendasikan perbaikan jalan tersebut ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Menanggapi tuntutan mahasiswa USN ini, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Muhammad Irfani Talib mengungkapkan, jika pihaknya akan segera mengirimkan surat ke Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kolaka dan segera akan berkunjung ke Kabupaten Kolaka.

Kita akan mendesak Bupati Kolaka dan Dinas Perkerjaan Umum agar segera melakukan pengaspalan jalan, apalagi di daerah itu ada kampus negeri disana,” kata Irfani Talib.

Kapitalisme, Cacat Infrastruktur 
Kerusakan jalan terparah terjadi di empat desa, yakni Desa Popalia, Desa Anaiwoi, Desa Rahanggada, dan Desa di Kecamatan Tanggetada, akibat sudah bertahun-tahun tidak dilakukan perbaikan. Khususnya kondisi jalan menuju kampus sudah amat memprihatikan, pasalnya, Pemkab Kolaka dinilai enggan melakukan perbaikan jalan menuju Kampus Negeri USN Kolaka di Desa Popalia, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, sehingga mengakibatkan kampus dan mahasiswa terdampak debu, belum lagi jalan yang terjal kerapkali menelan korban kecelakaan. Selain itu, debu yang sulit dinetralisir mengakibatkan sebagian masyarakat yang bermukim disekitar jalan mengidap penyakit ISPA. Padahal, mahasiswa dan masyarakat juga menggantungkan harapan penuh agar dapat mengecap manisnya kesejahteraan, minimal dari segi infrastruktur. Secara umum, infrastruktur adalah fasilitas umum, yang dibutuhkan semua orang seperti air, listrik, jalan raya dan sejenisnya sehingga tidak boleh dimonopoli oleh individu. Perbaikan jalan merupakan bagian dari infrastruktur yang dibutuhkan oleh seluruh manusia dan wajib disediakan oleh Negara, serta  penggunaannya pun gratis, tanpa dipungut biaya.

Pemerintah daerah justru terlihat lebih memprioritaskan pengaspalan di lokasi-lokasi tertentu yang dilalui masyarakat umum, sementara di Popalia setiap hari dilalui ribuan mahasiswa dan masyarakat justru diabaikan. Pengaspalan jalan hanya dapat dirasakan di jalur-jalur tertentu saja, sepanjang jalan yang dilalui aktifitas tambang, sehingga proyek tambang di daerah setempat lebih menarik dilirik ketimbang dalam ranah pendidikan. Amat disayangkan apabila terjadi asas manfaat disini, sehingga baik mahasiswa maupun masyarakat harus menelan pil pahit dari ego kepentingan pribadi. Dalam mengelolah infrastruktur, Kapitalisme terbukti cacat sistematik, dimana seharusnya Negara memiliki andil besar dalam memberi kesejahteraan secara merata. Menggantungkan harapan penuh disistem Kapitalisme justru hanya menuai kecewa tatkala kekuasaan tidak lagi melayani kepentingan rakyat melainkan kepentingan kaum elit. Amat sukar mengecap manisnya keadilan disistem Kapitalisme yang seharusnya menjadi kepentingan umum kini harus lengeser demi kepentingan pribadi.

Islam, Solusi Tuntas Membangun Infrastruktur
Anggapan bahwa Islam adalah agama ritual semata adalah sebuah kekeliruan, justru Islam-lah yang membuka lingkaran kegelapan menuju titik terang yang terbukti selama 13 abad menjadi saksi tidak hanya kaum muslimin, melainkan non muslim yang pernah hidup rukun dalam satu atap Negara. Bertolak belakang dengan Kapitalisme, Islam tidak serta-merta lepas tangan dalam mengatur ketatanan Negara terbukti masa kejayaannya selama 13 abad mampu terealisasi dengan baik. Dalam sudut pandang Islam, pembangunan infrastruktur dalam suatu Negara adalah sebuah kebutuhan hendaknya terpenuhi, sebab infrastruktur menjadi bagian pokok utama dalam membangun dan meratakan perekonomian sebuah Negara demi kesejahteraan bagi rakyatnya. Sebab Khilafah wajib membangun infrastruktur merata ke pelosok negeri. Dasarnya adalah kaidah, Ma’la yatim al-wa’jib  illaa bihi fahuwa wajib (Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksanakan dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib). Sebagaimana yang tercantum dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khatahthab, halaman 314-316, diceritakan bahwa Khalifah Umar al-Farud menyediakan pos dana khusus dari Baitul mal untuk mendanai infrastruktur tanpa memunggut sepeser pun dana masyarakat, khususnya jalan dan semua ihwal yang berkaitan dengan sarana dan prasana jalan. Kemudian, sebagaimana yang dicontohkan Khalifah Umar melalui gubernur-gubernur sangat memperhatikan perbaikan jalan tatkala membuat perjanjian antara para gubernur dan berbagai  negeri yang berhasil ditaklukan. Pembangunan infrastruktur dalam masa Khilafah terbukti berjalan dengan baik tanpa ada keluhan masyarakat. Sejak tahun, 950 jalan-jalan di Cordova sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak. Sementara Paris baru dua ratus tahun kemudian (Tahun 1185) berhasil meniru Cordoba.

Terkait kisah masa keemasan Islam bukan serta-merta menjadi iming-iming semata, melainkan bentuk realisasi yang mampu kembali diterapkan sebagaimana Islam pernah berjaya selama 13 abad lamanya, sehingga tidak lagi menjadikan sistem buah tangan manusia menjadi arah kiblat ketatanan Negara.  

Alhasil, jika Islam dengan seperangkat aturannya mampu memberikan solusi tuntas bagi masyarakat, juga memberikan segala kebaikan bagi negeri ini, maka sudah seharusnya kita  membuang jauh sistem kapitalis sekular yang hanya akan menyebabkan kerusakan pada masyarakat, menjerumuskan manusia dalam kesulitan dan kesengsaraan. Sudah saatnya menghilangkan cengkeraman kapitalis di negeri ini, dengan penerapan syariat Islam kaffah. Wallahu a’lam bishsawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post