Apa Benar, Pengikisan Terhadap Ajaran Islam ?

Oleh : Eva Yuliani 
(Mahasiswi Universitas Mataram) 

Melihat carut marut perpolitikan yang terjadi pada saat ini dan ditambah lagi dengan aksi Demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa beberapa waktu lalu dengan di susul aksi para pelajar yang begitu banyak jatuh korban dikarenakan perilaku brutal oleh aparat negara.
Dan ditambah lagi dengan sikap rezim yang begitu represif terhadap Pejuang islam  kaffah.

Ajaran Islam disuguhi adegan pengikisan sedikit demi sedikit. Bagaimana tidak, tokoh-tokoh islam yang dianggap memiliki pengaruh cukup kuat kemudian dicari-cari kesalahannya. Penghapusan kurikulum Agama, pelarangan berjilbab, aktivitas lembaga Dakwah kampus rencana akan di bubarkan, kampanye monsterisasi simbol-simbol islam, penghinaan masjid-masjid di biarkan, poligami di ributkan, persekusi dan pembubaran pengajian, Pidana bagi Muadzin, suara adzan yang mengganggu bisa di pidanakan dan sedang di godok di DPRRI, dan kemudian penguasa pun tak henti-hentinya mengkampanyekan islam radikal.

Bukan hanya itu, sebelumnya perda yang melarang perederan minuman keras juga akan dihapus karena dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi asing. Padahal sangat jelas, beberapa pelaku kejahatan seksual dilakukan setelah menenggak minuman keras. Yang paling diuntungkan dalam hal ini adalah perusahaan dan importir minuman keras.

Jika merujuk kepada UU 45 pasal 29 ayat 2, negara akan menjamin umat beragama untuk menjalankan Agamanya. Bahkan tanpa UU itupun, umat Islam tetap harus menjalankan agamanya sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah Swt.

Namun jaminan yang tertera dalam UU itu tak kunjung terealisasi. Setiap upaya penerapan aturan Islam dianggap sebagai bentuk Intoleran kepada Agama lain. Padahal tuduhan itu tidak pernah terbukti sama sekali. Salah satu contoh, umat Islam yang ingin menerapkan syariat Islam dianggap sebagai teroris yang akan menyebabkan perpecahan. Hal ini tidak sesuai dengan fakta dimana selama belasan abad umat Islam dalam naungan khilafah Islamiyah mampu nenerapkan Islam dan menyatukan berbagai ras, agama, suku dan budaya di dunia. Tentu pendapat itu merupakan fitnah yang sangat keji terhadap syariat Islam yang agung.

Demokrasi telah menjadikan politik sekotor comberan. Bahkan orang-orang bersih jika terjebak dalam sistem ini, akan terkena bau busuknya. Para pengusung dan penikmat demokrasi itu telah terlalu menikmati gelimang harta dan kuasa, hingga tak rela pergi meninggalkan kursinya.

Sistem Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan yang berbeda 180 derajat dengan sistem demokrasi. Keunggulannya mampu memimpin dunia selama 13 abad. Hubungan yang harmonis antara rakyat dan penguasa hanya akan ditemui dalam sejarah kekhilafahan. Perpaduan tingginya iman dan takwa telah menjadi motor penggerak para penguasa dalam mengurusi ururan umat di dalam sistem Khilafah.

Selain karakter pemimpin/khalifah yang akan lahir bervisi akhirat, sistem Khilafah adalah syariat Allah Swt. Artinya di sini, Allah dengan kemahatahuan-Nya telah membuat sebuah sistem yang sesuai dengan fitrah manusia.

Jika demokrasi diakui masih belum menemukan kesempurnaan bentuknya, masih terus berproses menuju demokrasi terbaiknya, itu karena demokrasi buatan akal manusia yang terbatas. Sedangkan Khilafah adalah sistem langsung buatan Allah Swt yang sudah tidak diragukan lagi keabsahannya.

Sistem Khilafah yang sedang dimonsterisasi ini, memiliki sistem yang kuat untuk menopang sebuah negara berdaulat. Maka wajar, para penjajah tak akan rela jika sistem Khilafah menaungi negeri.

Oleh karena itu, jika rezim ini dengan kasat mata telah mencederai mandat rakyat, berlaku semena-mena, menangkapi siapa saja yang mengkritik kebijakannya, koruptor dilindungi, penjarahan SDA oleh asing-aseng-asong semakin menggila, lalu serempak membuat agitasi Khilafah adalah ancaman, berarti kebutuhan umat akan adanya sistem Islam mutlak adanya.

Penerapan aturan Islam secara kafah dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah urgen ditegakkan, agar umat merasakan kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupannya.
Allahua'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post