ANGKUTAN UMUM ONLINE TEROBOSAN TERBARU ATAUKAH PERMAINAN SISTEM ?

Oleh : Nurul Putri K
Ummu Warrabatul Bait dan Pegiat Dakwah

Perkembangan teknologi membawa serta perubahan, saat ini yang sedang hangat dibicarakan adalah wacana pengalihan angkutan umum konvensional menjadi berbasis aplikasi,  dan merubahnya menjadi transportasi umum online. 

Dilansir dari laman galamedianews.com, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung H. Zeis Zultaqawa menyatakan, menerapkan aplikasi online angkutan umum berbasis online merupakan bentuk terobosan dan inovasi dalam moda pelayanan transportasi di Kabupaten Bandung. Angkutan umum berbasis online dengan menggunakan aplikasi tron pada program sambara satalen itu, akan diujicoba pada trayek Soreang-Banjaran Kabupaten Bandung 18 November 2019 mendatang.

Selanjutnya, Zeis Zultaqawa  berharap dengan adanya moda angkutan umum massal berbasis online itu bisa mengurangi masalah kemacetan. Angkutan umum berbasis online ini dalam pelayanannya terintegrasi pada layanan umum dalam upaya mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. "Saat ini masyarakat sedang booming menggunakan gadget, sehingga layanan angkutan umum dipindahkan ke dalam layanan aplikasi. Ini namanya sabilulungan angkutan massal," katanya.
Di Indonesia sendiri transportasi online pertama sudah cukup lama berdiri, kita mengenalnya dengan "Gojek" yang didirikan oleh Nadiem Anwar Makarim. Masyarakat sangat antusias menyambut adanya transportasi online tersebut. Dimana Nadiem sebagai ceo gojek mengadakan promo yang sangat menarik minat masyarakat.

Walaupun inovasi ini sangat bermanfaat untuk masyarakat namun sempat menimbulkan kontra dari berbagai kalangan. Kontra paling utama datang dari transportasi konvensional seperti ojek pangkalan dan angkutan umum. Para tukang ojek serta angkutan konvensional menganggap dengan adanya transportasi online membuat penumpangnya beralih. Bahkan demo-demo pun sering dilakukan sehingga menyebabkan ojek online tidak berani beroperasi, karena penolakan ini sudah mengarah pada sikap anarkis kepada pihak  ojek online.

Melihat adanya konflik diantara mitra kerja transportasi online dan konvensional, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah harus memutar otak bagaimana keduanya bisa berjalan baik demi kepentingan dan keamanan masyarakat. Bahkan pemerintah merevisi undang-undang tentang angkutan umum. Bisa saja yang terjadi diantara mitra kerja ojek online dan konvensional adalah ketidaksiapan mental dalam persaingan. Dimana pengemudi ojek online konvensional merasa rezekinya akan terbagi. Masyarakat  perlahan beralih menggunakan ojek online.  Padahal kita  ketahui bersama bahwa, tidak semua orang menggunakan smartphone, karena ojek online  hanya bisa dipesan melalui aplikasi gadget.

Usulan agar ojol masuk dalam kategori angkutan umum ini sudah lama bergulir setidaknya melalui asosiasi yang menampung pengemudi. Dikutip dari detik.com,  Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) misalnya sudah jauh-jauh hari meminta agar sepeda motor diakui sebagai transportasi publik. “Pemerintah RI tidak siap secara infrastruktur landasan hukumnya dalam menerima revolusi teknologi sistem pemesanan angkutan orang dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Belum ada landasan hukum kendaraan bermotor roda dua dapat digunakan sebagai transportasi publik,” ucap Presidium Garda, Igun Wicaksono dalam keterangan tertulisnya Senin (11/11/2019).

Dengan berlakunya peraturan resmi untuk layanan transportasi berbasis aplikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan  memastikan bahwa kendaraan umum berbasis aplikasi saat ini sangat dibutuhkan. Oleh karena itu tidak heran  angkutan berbasis online laris manis digunakan masyarakat. Akan tetapi baiknya jika pemerintah memikirkan cara untuk meningkatkan mutu pelayanan tranportasi. Saat ini banyak warga yang menilai bahwa mereka menghindari angkutan konvensional karena alasan kebersihan, armada tidak memadai, rawan kejahatan, tidak nyaman, pelayanan  kurang ramah,  kendaraan  kurang terawat, pengemudi  ugal-ugalan, dan masih banyak lagi. Jika sistem yang ada saat ini dirubah niscaya angkutan konvensional tidak akan kalah dengan   transportasi ònline lainnya dan warga juga tidak akan ragu memilihnya.

Setiap kebijakan sejatinya harus diimbangi dengan sarana dan prasarana lainnya, sementara faktanya program yang dibuat pemerintah selalu mengundang masalah baru. Sebut saja infrastruktur jalan tol dan kereta cepat misalnya. Maksud hati mmberikan kemudahan dan kelancaran akses publik, namun nyatanya menuai masalah diberbagai lini, baik individu maupun sosial.

Di satu sisi, transportasi online tentu membawa kemudahan. Kini masyarakat juga tidak perlu lagi panas-panasan menunggu angkutan umum konvensional. Tinggal klik aplikasi dan transportasi yang akan datang menjemput. Harga yang ditawarkan juga cukup bersaing karena kita akan diiming-imingi dengan promo-promo yang  menawarkan harga murah ataupun diskon. Sementara harga angkutan konvensional bisa lebih mahal 2x lipat.  Namun disisi lain,  ada juga pihak yang beranggapan bahwa perkembangan teknologi ini akan mematikan mata pencaharian pihak lain. Bagaimana dengan nasib supir-supir angkutan konvensional yang tetap harus kejar setoran? Tidak sedikit pengemudi yang mengeluh sepi pelanggan dan tidak mampu memenuhi tuntutan setoran karena bersaing dengan jasa online.

Sejarah peradaban dan kegemilangan Islam telah membuktikan bahwa selama berabad-abad para Khalifah memimpin,  mampu mewujudkan akses yang mudah bagi setiap masyarakat hingga ke pelosok negeri terhadap transportasi publik gratis, aman dan begitu manusiawi dengan terknologi terkini. Buah manis yang dihasilkan ketika penguasa hadir sebagai pelaksana syariah secara kaffah. Di antara yang mengagumkan dalam sejarah Islam terdahulu yaitu proyek kereta api Hejaz Railway yang dibangun pada masa kekhilafahan Turki Utsmani di masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II. Terbentang antara Damaskus-Aman sampai Madinah, yang dibangun tidak lama setelah penemuan teknologi kereta api sehingga Proyek ini memperpendek waktu tempuh dari 17 jam menjadi 4 jam.

Kini,  saat  sistem tidak menurut syariat Islam, beragam kebijakan memihak pada kapitalis dengan cara-cara liberalis. Bukan demi kemaslahatan tapi karena ada keuntungan materi di sana. Inilah fakta transportasi publik era rezim neoliberal, yang tunduk pada sistem liberalisasi.   Kapitalisme memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transpotasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis bukan fungsi pelayanan. Sehingga solusi yang ditempuh oleh pemerintah ialah membuka celah masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sektor layananan publik. Padahal hal ini jelas diharamkan dalam Islam, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu) sebahagian mereka adalah penolong bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (TQS al-Maidah: 51).

Islam adalah solusi solutif bagi semua persoalan kehidupan umat, tak terkecuali persoalan transportasi publik. Semua itu telah dibuktikan, sebagaimana tergambar sejarah peradaban Islam yang berlangsung ratusan tahun lamanya (lihat: tarikh khulafa). 

Para Khalifah bertanggungjawab langsung dalam hal pelayanan umat, sehingga terjamin akses setiap orang terhadap angkutan umum. Setiap orang berhak menikmati transportasi publik gratis, murah dan berkualitas. Semua itu akan terwujud saat umat kembali pada kehidupan Islam, mengupayakan  tegaknya khilafah Islam sebagai satu-satunya penyelesaian berbagai urusan umat. Khilafah adalah ajaran Islam yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita semua. Maka solusi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mengembalikan segala aturan di tangan syara' bukan UU buatan manusia yang jelas kelemahannya. Oleh karenanya kembali pada penerapan syariat Islam secara totalitas merupakan satu hal yang utama dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post