Sistem Sekuler, Biang UU bermasalah

Oleh : Maryam
(Forum Pena Dakwah Maros)


Mahasiswa yang notabene disebut sebagai kaum intelektual sang penyambung lidah rakyat, penyampai aspirasi dan keluh kesah masyarakat terhadap penguasa. Baik berupa kebijakan maupun hukum yang diterapkan. Kaum terpelajar generasi penerus bangsa dengan berbagai potensi yang dimiliki akan mampu mengguncangkan tatanan Negara. 

Saat ini darah panas para pemuda (Mahasiswa) sedang berada pada puncaknya, bagaikan gunung berapi yang segera mengeluarkan lava. Begitu besar kekuatan seorang mahasiswa ketika mereka bersatu dalam sebuah aliansi membela rakyat dari kedzaliman.  Demo mahasiswa yang terjadi beberapa waktu lalu dimana mahasiswa menuntut RUU bermasalah dan tidak memihak kepada rakyat. 

Sebagaimana  yang dilansir dalam media tirto.id - RUU yang bermasalah menjadi salah satu tuntutan demo mahasiswa hari ini di Jakarta. Demo mahasiswa juga terjadi di berbagai kota, mulai dari Bandung, Malang, Balikpapan, Samarinda, Purwokerto dan lain-lain. 

Demo mahasiswa ini kurang lebih menuntut hal yang sama soal rancangan undang-undang atau RUU yang bermasalah. Beberapa RUU bermasalah yang didemo mahasiswa adalah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan. Demo ini juga memicu tanda pagar Hidup Mahasiswa dan Turunkan Jokowi di trending topic Twitter pada Selasa (24/9/2019).
1. RKUHP
Salah satu yang bermasalah dalam RKUHP adalah dugaan akan memanjakan koruptor. Sejumlah pasal yang mengatur tindak pidana korupsi di RKUHP justru dilengkapi hukuman yang lebih ringan dibanding UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor. 
Dalam Pasal 604 RKUHP, disebutkan seorang koruptor dihukum minimal penjara dua tahun dan minimal denda Rp10 juta. Sementara dalam Pasal 2 UU Tipikor yang memiliki rumusan sama persis, hukuman penjara itu minimal empat tahun dan denda minimal Rp1 miliar. 
RKUHP juga tidak mengatur mekanisme pengembalian kerugian negara. Para koruptor yang sudah divonis bersalah hanya harus menjalani hukuman penjara dan membayar denda--itu pun kalau diputus demikian--tanpa harus mengembalikan duit negara yang terkuras karena perbuatannya itu. 

2. RUU Pertanahan
Seperti RKUHP, RUU Pertanahan juga sarat kontroversi. Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan beberapa pasal di dalamnya rentan mengkriminalisasi masyarakat. 
Salah satunya Pasal 91, yang berbunyi: "Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun denda paling banyak Rp500 juta." (draf per 9 September 2019). 
"RUU Pertanahan akan banyak memberikan legitimasi kepada aparat, petugas Kementerian ATR, dan polisi untuk mempidana masyarakat," ujar Dewi saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (20/9/2019).

3. RUU Minerba
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba mendesak Komisi VII DPR RI dan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan draft RUU mineral dan batu bara (Minerba). 
Menurut koalisi tersebut, RUU Minerba terkesan kejar tayang dan diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan sesaat. 
Dalam hal ini, dugaan terkait rencana mengakomodir perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat. 
Belum lagi, Kementerian ESDM sempat mencabut Surat Keputusan (SK) pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai penggati PKP2B kepada PT Tanito Harum yang diterbitkan pada 11 Januari 2019 yang lalu. 

4. RUU Pemasyarakatan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, syarat koruptor mendapat remisi adalah ia mengantongi rekomendasi KPK. 
Sementara salah satu kriteria untuk memperoleh rekomendasi, ia harus menjadi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum alias justice collaborator. 
Masalahnya, dalam draf RUU PAS, PP ini ditiadakan. Pemerintah dan DPR mengembalikan aturan pelaksanaan remisi ke PP Nomor 32 Tahun 1999.

5. RUU Ketenagakerjaan
Aliansi Rakyat Bergerak yang demo saat Gejayan Memanggil menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang dinilai tidak berpihak pada pekerja. 
Menurut aliansi tersebeut, RUU Ketenagakerjaan yang dirancang demi pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif memeras keringat buruh. Terkait pesangon misalnya, masa kerja minimal yang lebih panjang yakni 9 tahun, jika hal tersebut diakomodasi dalam UU, maka gelombang PHK akan terjadi di mana-mana.
Selain itu usulan pengusaha untuk merevisi batas waktu kenaikan upah minimum jadi dua tahun sekali jelas tidak memerhatikan kesejahteraan buruh. 
Ditambah lagi, usulan pengusaha untuk merevisi ketentuan kontrak kerja dari 3 tahun menjadi 5 tahun semakin memberatkan buruh dengan segala ketidakpastian. Di titik ini, RUU Ketenagakerjaan jelas tidak berpihak pada buruh, pemerintah seakan abai dan tidak peduli kesejahteraan buruh.

Apa yang dilakukan oleh mahasiswa  ini adalah sebuah gerakan kesadaran bahwa aturan saat ini tidak berpihak kepada rakyat. Justru semakin membuat rakyat sengsara. Argumen dalam sistem demokrasi yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat  sudah tidak terpakai lagi. Malah sebaliknya apa yang terjadi dan dilakukan oleh penguasa adalah murni untuk kepentingan pribadi bukan untuk rakyat. 

Jika ditelisik lebih mendalam, akar masalah yang ada pada undang-Undang bermasalah berasal dari sistem demokrasi itu sendiri. Sistem yang lahir dari sistem sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Dimana Agama tidak boleh mencampuri kehidupan dunia terlebih lagi dalam masalah politik. Tidak heran dalam dunia perpolitikan sekuler terdapat banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh si pembuat hukum itu sendiri.

Sistem yang memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya kepada segelintir orang ataupun kelompok untuk berpendapat, berekspresi dalam mengambil keputusan terhadap  aturan atau hukum yang akan diterapkan. Kebebasan berpendapat ini memberikan peluang kepada siapapun untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Dengan kata lain berbeda kepala tentu akan menghasilkan argumen yang berbeda pula. Setiap pemilik argumen pasti menginginkan argumennya yang diangkat dan dijadikan hukum. 

Sejatinya peraturan yang lahir dari pendapat dan pemikiran manusia akan menghasilkan sebuah peraturan yang tetbatas pula yang tidak membawa kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Karenanya manusia adalah makhluk yang terbatas. Terbatas dari segi pemikiran, usia dan lain sebagainya. Maka aturan yang tercipta juga akan menemui keterbatasan dan sama sekali tidak ada keadilan didalam.

Berbeda halnya ketiaka aturan yang diterapkan di muka bumi ini adalah aturan Allah, Al-khaliq Yang Maha Menciptakan, Yang  mengurusi makhluknya. Tidak ada satupun Makhluk ciptaan Allah yang lepas dari pengawasannya.  Peraturan yang berasal dari pencipta ( Al-Khaliq) yang tidak terbatas akan membawa kesejahteraan serta keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat.  

Aturan yang berasal dari Allah dikukuhkan dalam Al-Qur'an untuk dijadikan sebagai pedoman hidup umat manusia. Aturan yang mengatur segala lini kehidupan dari skala kecil hingga skala terbesar sekalipun. Sebagai anjuran menerapkan hukum-hukum Allah (Islam) di muka bumi. 
Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً   ۖ  وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ  ۗ  اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
yaaa ayyuhallaziina aamanudkhuluu fis-silmi kaaaffataw wa laa tattabi'uu khuthuwaatisy-syaithoon, innahuu lakum 'aduwwum mubiin

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)
"wallahu'Alam"

Post a Comment

Previous Post Next Post