Beratnya Amanah Jabatan dan Kekuasaan



By : Sri Gita Wahyuti, A.Md
Aktivis Pergerakan Muslimah dan Member AMK

Pelantikan presiden, wakil presiden dan pembentukan kabinet baru akan segera dihelat. Para tokoh dan elit politik berharap bisa menjabat di pemerintahan yang baru. Apalagi mereka yang sudah berjuang mati-matian untuk memenangkan pilpres, tentu tidak akan rela jika harus tersingkir dari arena rebutan jabatan dan kekuasaan. Lobi-lobi politik pun dilakukan walaupun harus menjilat sana-sini, sikut sana sikut sini demi sebuah kursi. 

Memang demikianlah realitas politik demokrasi sekuler. Agar jabatan dan kekuasaan berada dalam genggaman, tak jarang idealismepun dikorbankan. Tak peduli halal-haram, baik-buruk, salah-benar, bahkan jika harus mengorbankan rakyat sekalipun. 

Kepemimpinan pada dasarnya adalah amanah. Dan siapa saja yang memegang amanah kepemimpinan, pasti Allah SWT. akan meminta pertanggung-jawaban. Sebagaimana Rasululah SAW. pernah bersabda, "Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan diminta pertanggung-jawaban atas rakyat yang diurus" (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW. juga pernah bersabda, "Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah SWT. mengharamkan surga untuk dirinya" (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut mengandung ancaman bagi siapa saja yang diamanahi mengurus urusan kaum muslim, baik urusan agama maupun urusan dunia, jika ia berkhianat maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan tidak berhak atasnya surga. Jadi sebenarnya, jabatan itu adalah beban yang apabila tidak ditunaikan akan berbuah kehinaan dan penyesalan. 

Berbeda dengan generasi sekarang yang haus jabatan dan kekuasaan, para Salafush-shalih umumnya khawatir dan takut untuk mengemban amanah kepemimpinan. Padahal Islam tidak melarang siapapun untuk berkuasa. Namun tentu saja harus memperhatikan bagaimana cara mendapatkan kekuasaan tersebut dan untuk apa kekuasaan itu diraih. 

Kekuasaan diperlukan untuk menegakkan, memelihara dan mengembangkan agama Islam.
Rasulullah SAW. sendiri menyadari bahwa beliau tidak akan sanggup menegakkan agama ini tanpa kekuasaan. Beliau memohon kepada Allah SWT. kekuasaan yang menolong. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat al-Isra' (17) : 80 yang artinya, 

"Katakanlah (Muhammad), Tuhanku masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. "

Islam sangat mendorong agar para pemimpin maupun pejabat negara selalu bersikap amanah dan mewajibkan mereka untuk memimpin 
dengan adil. Namun sangatlah disayangkan, sistem demokrasi sekuler saat ini hanya mampu melahirkan pemimpin yang tidak adil alias fasik dan zalim, karena sistem ini memang tidak mensyaratkan pemimpin untuk memerintah dengan hukum Allah SWT.

Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang memerintah berdasarkan Alquran dan Sunnah bukan dengan yang lain. Pemimpin yang adil hanya mungkin lahir dari rahim sistem yang juga adil. Sistem itu adalah sistem Islam yang diterapkan dalam institusi pemerintahan Islam yaitu khilafah. 

Wallahu 'alam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post