Ancaman Generasi itu Liberalisasi, Bukan Menikah Dini

Oleh Fitriani S.Pd

Akhir- akhir ini, kasus pernikahan dini semakin marak terjadi. Data terakhir menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke -7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka tertinggi. Berdasarkan data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( PPPA), tercatat 11,2 persen dari 79,6 juta anak di Indonesia sudah menikah sebelum usia 18 tahun.(jawapos.com, 24/07/2019). Adapun penyebabnya beragam. Ada yang terjadi karena faktor hamil diluar nikah, masalah ekonomi, faktor sosiokultular, pendidikan dan lain sebagainya.  Kasus pernikahan dini inipun dianggap sebagai masalah untuk negeri ini, dan di tolak oleh berbagai elemen masyarakat, karena faktor psikis dan fisik anak. Apalagi, pernikahan pada usia yang masih dalam kategori anak berarti menghilangkan hak belajar anak. Selain itu, menikah pada usia dini juga membuat anak, khususnya anak perempuan sangat rentan menghadapi masalah kesehatan, eksploitasi, ancaman kekerasan hingga perceraian. 

Inilah yang menjadi salah satu alasan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan mengenai usia perkawinan perempuan dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Anggota Komnas Perempuan, Masruchah merekomendasikan agar batas minimal usia pernikahan perempuan ditetapkan berdasarkan kematangan kesehatan reproduksi yakni 20 tahun. Tetapi untuk mempertimbangkan kesetaraan usia perkawinan dengan laki-laki adalah 19 tahun. 

Penolakan terhadap pernikahan dini juga dilandasi oleh fakta kepribadian remaja saat ini. Berbagai macam kasus tawuran, geng motor, pemerkosaan, pembunuhan,narkoba, minuman keras dan lain-lainnya. Hampir semua pelakunya adalah remaja. Sehingga jika remaja-remaja dengan mental demikian diberikan amanah untuk membina rumah tangga, mencari nafkah, mengasuh anak dan sebagainya maka pasti sudah bisa dibayangkan bagaimana kacaunya.

Ancaman Generasi adalah Liberalisasi
Ketika melihat fenomena mencengangkan yang melanda kepribadian pemuda hari ini, tentu bukan tanpa sebab. Jika kita tela’ah lebih dalam, sebenarnya penyebab semua ini terjadi karena sistem yang berlaku di negeri ini. Ideologi sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan, melahirkan gaya hidup liberal dan hedonis pada masyarakat, termaksud juga remaja. Paham ini mengajarkan kepada generasi muda untuk bebas berbuat tanpa mempertimbangkan aturan agama. 

Hal ini diperkuat dengan sistem yang berpihak kepada para capital, seperti pemilik modal , baik pendiri stasiun televisi, pendiri jejearing media social, atau pengembang aplikasi-aplikasi dunia digital, yang selalu menawarkan sesuatu yang bisa dikomsumsi masyarakat termasuk generasi muda, tanpa mempertimbangkan bahayanya bagi seluruh lapisan masyarakat. Sebagai contoh, di televisi tayangan yang paling di minati remaja adalah tayangan mengenai pacaran, pergaulan bebas dan lain-lain. Para pemodal melihat hal ini sebagai lading luas yang bisa mendatangkan keuntungan untuk mereka, tanpa memperhatikan bagaimana dampaknya untuk generasi. Parahnya lagi, negara membiarkan hal ini selama masih dalam batas KPI ( Komisi Penyiaran Indonesia ). Apalagi pornoaksi-pornografi yang marak di jejaring social seperti youtube. Belum lagi gaya hidup ala sekuler membuat para orangtua dan generasi muda menjadikan aktivitas pacaran sebagai hal yang sudah biasa. Inilah kemudian yang mendorong anak-anak dan remaja untuk pacaran, bersenang-senang sesuai keinginan mereka dan mengumbar syahwat saja.

Fakta-fakta seperti inilah yang membuat rangsangan seksual dikalangan generasi muda begitu membuncah dan mudah sekali untuk bangkit meminta pemenuhan. Sayangnya penyalurannya tidak dibentengi dengan ilmu agama dan kematangan cara berfikir.Hingga generasipun bersikap bablas, dan berujung KTD ( Kehamilan Tak Diinginkan ). menikah dinipun dianggap sebagai solusi pragmatis. Maka terjadilah banyak masalah setelah menikah karena mereka gagap tanggung jawab dalam berumah tangga.

Anehnya, para pengusung kesetaraan gender malah mengkampanyekan bahwa penyebab semua ini adalah batas usia menikah yang rendah. Sehingga, menurut mereka usia perkawinan harus dibatasi, dengan alasan untuk menjaga kualitas keluarga dan mengopinikan bahwa menikah pada usia remaja tidak bagus dan lain-lainnya. Ironisnya nikah dini dibatasi tapi maksiat dini difasilitasi. Buktinya pergaulan bebas dibiarkan bahkan difasilitasi dengan membagikan alat kontrasepsi secara gratis. Sehingga pembatasan nikah dini tentu bukanlah solusi, melainkan melahirkan bumerang. Hamil diluar nikah dan kasus aborsipun terjadi. Karena nikah dibatasi sementara gejolak syahwat tak terbendung lagi. 

Maka sebenarnya bukan soal berapa batas usia menikah yang perlu kita soroti, tapi tentang bagaimana menyiapkan generasi muda kita agar siap menghadapi kehidupannya ketika dewasa, termasuk agar mereka siap untuk menikah. Kondisi anak-anak pada zaman dulu dan sekarang berbeda. Pada zaman dulu di mana Islam dijadikan sebagai way of life dan diterapkan oleh sebuah Negara (ad-Daulah). Tingkat kematangan psikologis anak-anaknya sudah jauh lebih siap dibandingkan anak-anak zaman sekarang.

Syariat Islam Perihal Usia Pernikahan
Islam tidak menentukan usia pernikahan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dalil yang menunjukkan bahwa Islam tidak menentukan usia pernikahan ialah bahwa di dalam Alquran dan As-sunnah tidak pernah ditemukan keterangan tentang batasan usia pernikahan. Dalam naungan negara yang menerapkan Islam secara kafah, pendidikan (taklim) dan pembinaan (tasqif) akidah anak-anak betul-betul berjalan optimal. Kepribadian (syakhsiyah) mereka digembleng sehingga saat balig mereka telah siap menerima taklif hukum syariat, termasuk perihal pernikahan. Jadi, kesiapan untuk menikah pun telah ada sejak dini.

Sebaliknya, justru banyak dalil yang menunjukkan kebaikannya, misalnya pernikahan Rasulullah Saw dengan Ummul Mukminin Aisyah. Di dalam Shahih Muslim dituturkan sebuah riwayat dari Aisyah, beliau berkata:
Rasulullah Saw menikahiku pada usiaku yang keenam. Dan beliau tinggal serumah denganku pada usiaku yang kesembilan. (HR. Muslim)

Abu Fuad dalam Penjelasan Kitab Sistem Pergaulan dalam Islam (2017) menyimpulkan hadis tersebut sebagai berikut: Pernikahan seorang gadis yang masih kecil (belum baligh) dapat dilakukan tanpa harus mendapatkan izinnya.

Jadi Islam membolehkan laki-laki menikahi perempuan yang belum baligh, namun belum boleh digauli sampai menginjak pada usia di mana dia telah memiliki keinginan terhadap hal ini. Dengan demikian, tidak mengakibatkan pada rusaknya anggota badan bagian reproduksinya, yang akhirnya justru berseberangan dengan tujuan pernikahan itu sendiri (menjaga kesehatan anggota badan termasuk organ reproduksi). Sebab, kendati anak gadis itu masih dalam ayunan. Akan tetapi, tentu belum diserahkan kepada suaminya, sampai memungkinkan untuk digauli.

Saat menikahi Aisyah, usia Rasulullah Saw genap lima puluh empat tahun, sementara Aisyah baru berusia sembilan tahun. Pernikahan Rasulullah Saw dengan Aisyah ini atas perintah Allah, di mana Allah memperlihatkan wajah Aisyah kepada Rasulullah Saw dalam mimpinya. Aisyahlah satu-satunya isteri beliau yang perawan. Begitu juga dengan Ummu Kultsum, putri Ali. Dia masih sangat kecil, sedangkan Umar telah menginjak usianya yang ke-enampuluh.  Kita memahami bahwa segala perbuatan Rasulullah Saw termasuk perkataan dan diamnya beliau adalah hukum syariat bagi kaum Muslimin. Sehubungan dengan perihal usia pernikahan ini, apa yang dilakukan Rasulullah Saw juga para sahabat Nabi tentu memberikan banyak pelajaran untuk kita bahwa hal itu bukan untuk mengeksploitasi anak-anak. 

Maka yang menjadi ancaman generasi bukanlah menikah dini, melainkan penerapan system sekularisme kapitalisme, yang menyebabkan para generasi menjadikan menikah sebagai solusi pragmatis karena maksiat dan gaul bebas yang mereka geluti, yang justru melahirkan masalah-masalah baru, karena tidak adanya ilmu dan kematangan berfikir dalam menghadapi kehidupan rumah tangga. Olehnya itu system sekularisme ini harus segera di akhiri dan kemudian dig anti dengan system Islam. Wallahu A’lam Bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post