Waspadai Sesat Akidah di Balik Film The Santri



Oleh : Dian Puspita Sari 
Ibu Rumah Tangga, Member Akademi Menulis Kreatif 

Film The Santri yang disutradarai oleh Livi Zheng yang notabene non muslim dan sama sekali tak paham Islam, sungguh menyesatkan. Apalagi yang menjadi narasumber dalam pembuatan film The Santri ini adalah Said Aqil Siraj. Seorang tokoh NU tapi justru terkenal  dengan statement yang liberal, kontroversial, dan jauh dari ajaran Islam.

Di balik film ini ada misi liberalisasi dan pemurtadan terselubung. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ustadz Maaher at-Tuwailibi,

"Saya tidak berhak  melarang menonton atau menyaksikan film The Santri, sama sekali tidak berhak. Siapapun yang ingin menontonnya, itu hak anda masing-masing; tak ada yang berhak melarang, termasuk saya. Tapi ketika saya ditanya oleh murid-murid saya apa tanggapan saya terhadap film The Santri maka saya berhak menjawab dengan ilmu dan sepengetahuan saya; bahwa film The Santri itu bukan mewakili tradisi kaum santri, tetapi justru mewakili tradisi kaum setengah murtad. By the way, justru film The Santri itu , menurut kami, mengandung pemurtadan akidah secara terselubung (liberalisasi) tanpa sadar, dimana orang beriman yang jujur keimanannya tentu tidak akan merasa nyaman dengannya. Adegan masuk ke gereja dan memberikan tumpeng kepada para pendeta seakan merampas iman didalam dada dan menginjak-injak prinsip agama. Ditambah lagi, yang membuat kedua bola mata ini merasa risih dan tak nyaman ialah : film ngawur ini diperankan oleh anak seorang ustadz kondang yang katanya hafal al-Qur’an 30 juz. Ternyata, mengamalkan isi al-Qur’an dan tunduk kepada hukum yang terkandung didalamnya lebih sulit ketimbang sekedar menghafalnya."

Oleh karena itu, film The Santri ini sama sekali tak patut direkomendasikan untuk ditonton generasi muslim. Karena film ini tak mencerminkan gambaran riil pesantren dan santrinya dalam pandangan Islam. Film ini justru mencerminkan  gambaran Islam dan pesantren serta santrinya dalam bingkai  kaum liberalis yang sekular, jauh dari Islam.

Sejatinya film The Santri bertujuan ingin menyelewengkan gambaran riil tentang pondok pesantren dan santrinya. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik di Indonesia. Lembaga ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim, salah seorang walisongo yang wafat tahun 1419 di Gresik, dalam masyarakat Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya guru tradisi pesantren di tanah Jawa. Pesantren Ampel merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di tanah air. Sebab setelah para santri menyelesaikan studinya di pesantren, mereka merasa berkewajiban untuk mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka berdirilah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti metode pendidikan agama (Islam) yang mereka dapatkan di pesantren Ampel.

Sejumlah sejarawan menyebut bahwa eksistensi pesantren lebih dulu hadir sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara pada abad ke-16. Pesantren mewarisi dan memelihara kelanjutan tradisi keilmuan Islam sehingga sampai kepada dakwah Rasulullah Saw. Sanad atau rentetan transmisi keilmuan begitu dihargai di sana. Pada umumnya, mereka mempelajari ragam keilmuan. Mulai dari tata bahasa Arab, nahwu dan sharaf, tafsir dan membaca al-Quran (qira’ah), tauhid, fiqih empat Mazhab,-khususnya Imam Syafi’i-, akhlak, mantiq, sejarah hingga tasawuf. Corak pendidikan di pesantren juga memiliki ciri khas. Di antaranya, hubungan yang akrab antara kyai atau pendiri pesantren dengan para santri, kehidupan sederhana yang mendekati zuhud, kemandirian, gotong royong, pemberlakuan aturan agama secara ketat, serta kehadirannya di tengah umat sebagai problem solver dan pengayom.

Selain itu, teknik pengajarannya juga terbilang unik. Adanya sistem halaqah serta hafalan atas teks-teks dasar ilmu agama merupakan beberapa contoh teknik pengajarannya yang unik. Zamakhsari Dhofier merangkum adanya lima unsur dasar dalam setiap pesantren, yakni asrama, masjid, para santri, pengajaran kitab-kitab kuning dan figur sentral Kyai ( republika.co.id, 22/10/2017)

Semua ini menunjukkan bahwa pesantren memiliki peran strategis sebagai pabrik (tempat pencetak) figur muslim berkarakter Islam yang menjadi agen perubahan di tengah umat. Inilah visi pesantren yang sesungguhnya. Sejarah Indonesia membuktikan bahwa pesantren telah menorehkan tinta emas tentang perlawanan para santri yang dipimpin oleh para kyainya untuk berjihad fi sabilillah melawan penjajah. Hal ini sangat bertolak belakang dengan gambaran peran pesantren dan santrinya yang digemborkan kaum liberal sekuler. Yang justru jauh dari aturan Islam. 

Islam adalah agama yang  sempurna, mengatur semua aspek kehidupan. Begitu pula tentang kesenian khususnya perfilman. Kesenian diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam atau sesuai dengan syariah.  

Islam akan tetap tegak bila ada ketakwaan individu, kontrol masyarakat serta negara yang menerapkan aturan Islam. Selama 1400 tahun masa kejayaan Islam, negara Khilafah selalu menjaga agar ketakwaan individu tetap terpelihara. Negara Khilafah memastikan bahwa tidak akan ada kesenian dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan akidah Islam. Saatnya kita kembali kepada aturan Islam agar rahmatan lil alamin segera terwujud. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post