Premi BPJS Naik, Rakyat Makin Tercekik?

Oleh: Sinta Nesti Pratiwi
(Pemerhati Sosial)

Menko PMK Puan Maharani, menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku 1 September, katanya di gedung DPR. (CNNindonesia, Kamis, 29/8/2019)

BPJS dan Tanggung Jawab Negara

Lagi dan lagi, pemerintah dengan kebijakannya yang begitu membebani rakyatnya. Belum kelar masalah soal defisit BPJS, masalah baru muncul lagi dengan semena-mena pemerintah menaikkan premi BPJS, yang boleh dikatakan sangat tidak manusiawi. Bagaimana tidak, jika setiap rakyat tidak membayar premi BPJS-Nya ada wacana dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, akan bekerjasama dengan instansi kepolisian dan pendidikan tidak akan dilayani perpanjangan SIM, dan anak sekolah yang ingin daftar sekolah tidak diberikan haknya untuk masuk sekolah.

Sungguh kebijakan yang begitu kapitalis, memalak rakyat untuk menutup masalah defisit BPJS.Mengapa pemerintah tanpa pikir panjang, begitu gampangnya memutuskan kebijakannya yang sangat menyengsarakan rakyat.

Bukankah hak setiap rakyat untuk merasakan fasilitas kesehatan dengan begitu mudah, seperti yang tertera pada undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009, tentang kesehatan pasal 6 ayat 2, yang bunyinya Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman bermutu dan terjangkau, tetapi mengapa tidak terjadi demikian sesuai aturan perundang-undangan diterapkan.

Mengapa pemerintah seakan-akan lupa dengan tanggung jawabnya, sebagai pengabdi tugas kepada rakyatnya. Padahal, tidak semua rakyatnya menerima fasilitas kesehatan dengan layak dan mudah.faktanya, ada berapa kasus yang terjadi di berbagai daerah masyarakat yang kurang mampu. bagaimana bisa berobat jika BPJS-Nya tidak punya.Dan jika mempunyai BPJS, ke mana harus mengambil dana untuk membayar iuran nya, jika untuk makan saja susah.

Lantas, agaimana nasib para janda lansia, yatim dan piatu, serta masyarakat ekonomi menengah yang hidupnya pas-pasan? Akhirnya rakyat pun, ikut dibebankan dengan masalah fasilitas kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.

Belum lagi sistem BPJS yang digunakan pemerintah, sangat bertentangan dengan aturan Islam secara syar'i. Seperti asuransi merupakan transaksi antara  (insured)  dengan sebuah perusahaan asuransi sebagai penanggung. Namum, transaksi asuransi tidak memenuhi, syarat transaksi menurut Islam.

BPJS Dalam Prespektif Islam
Dalam Islam, transaksi diisyaratkan haruslah terjadi terhadap barang dan jasa sebuah transaksi, menurut syara'a bisa jadi terjadi pada barang dan dengan suatu kompensasi seperti jual beli.

Asuransi adalah sebuah aktivitas penjamin (dhoman), dimana perusahaan insured memberikan janji kepada insured untuk menanggung pembiayaan, atau ganti rugi atas kebutuhan atau kerugian yang dialami oleh seorang insured sebagai sebuah jaminan (dhoman). Maka, jaminan dalam asuransi tidak memenuhi syarat-syarat jaminan (dhoman) dalam Islam.

Jaminan dhoman adalah, pemindahan harta pihak penjamin (madhum 'anhu) dalam  menunaikan suatu hak. Di dalam pemindahan harta seseorang kepada pihak lain, harus ada Dhamin (penjamin) madhum a'hu (yang dijamin) dan madhumun lahu (yang menerima jaminan).

Dalil-dalil tentang jaminan (dhoman), menjelaskan bahwa jaminan (dhoman) itu merupakan pemindahan hak seseorang kepada orang lain, dan bahwa jaminan (dhoman) tersebut merupakan jaminan atas suatu hak wajib yang tegas. Adalah jelas, bawah di dalam jaminan (dhoman) tersebut terdapat pihak penjamin (dhamin), pihak yang dijamin (madhumn 'anhu) dan dan pihak yang mendapatkan jaminan (madhumun lahu). Adalah juga jelas, bahwa jaminan (dhoman) tersebut tanpa disertai kompensasi (imbalan). Dan pihak yang dijamin (madhmun 'anhu) dan Madhmun bisa jadi sama-sama masih belum diketahui orangnya.

Sehingga perolehan harta melalui transaksi yang sejenis, atau perjanjian semacam ini adalah haram, dengan jalan batil, serta termasuk  dalam kategori harta-harta yang kotor. Adapun kesimpulannya, haram bagi seorang muslim secara sadar dan sukarela mendaftarkan diri atau keluarganya untuk mengikuti program JKN/BPJS.

Lalu Mengapa pemerintah tidak memilih cara yang benar, dalam kebijakan suatu fasilitas Kesehatan rakyatny seperti aturan kesehatan menurut Islam? 

Pelayanan Kesehatan dalam Islam
Dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab kepala negara untuk mengatur seluruh urusan rakyatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/khalifah), adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR. al-bukhari dan Muslim).

Di antara tanggung jawab Imam atau Khilafah, adalah mengatur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar (primer) bagi rakyatnya secara keseluruhan. Yang termasuk kebutuhan-kebutuhan dasar bagi rakyat adalah, kebutuhan keamanan, kesehatan, dan pendidikan. 

Hal itu didasarkan pada sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Siapa saja yang saat memasuki pagi merasakan aman pada kelompoknya sehat badannya dan tersedia bahan makanan di hari itu dia seolah-olah telah memiliki dunia semuanya.” (HR al'Bukhari, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam hadis tersebut, ditunjukkan bahwa keamanan dan kesehatan dipandang sebagai kebutuhan primer atau dasar sebagaimana makanan. Dengan demikian, keamanan dan kesehatan masuk dalam kategori kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat.Jadi kebijakan yang diambil pemerintah saat ini, bukanlah kebijakan yang tepat dalam mengatasi defisit BPJS melainkan kebijakan ini membebankan rakyat. Wallahu'alam

Post a Comment

Previous Post Next Post