Iuran BPJS Kesehatan Naik, Buntut Komersialisasi Kesehatan?



Oleh: Nissa Qomariyah, SPd.
Pengajar dan Muslimah Peduli Negeri

Kepemimpinan Joko Widodo selama dua periode, sangat memberikan dampak besar bagi kehidupan rakyat Indonesia. Harapan rakyat agar semua kebutuhan hidup terpenuhi dengan murah dan terjangkau, pupus sudah. Kini, rakyat justru mengalami keputusasaan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka yang sangatlah mahal. Janji di awal kampanye yang akan memberikan kesejahteraan secara merata ternyata cuitan belaka. 

Fakta berbicara, kondisi perekonomian Indonesia terus memburuk. Sangat jauh jika dibilang negara maju. Ya, mungkin benar jika dikatakan maju. Namun, maju yang dimaksud adalah kemajuan utang yang melambung tinggi. Sehingga rakyat pun menjadi tumbal untuk membayar utang yang dilakukan pemerintah dengan pemilik modal.

Ujungnya rakyat dipalak dengan berbagai macam pajak dan iuran. Seperti yang sedang viral, adanya wacana kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Sebagaimana diberitakan katadata.co.id, 27/8/2019, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengusulkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri naik hingga dua kali lipat. Iuran peserta kelas 1 diusulkan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan iuran peserta kelas 2 diusulkan naik dari Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini semakin membuktikan bahwa pemerintah tidak becus dalam mengurusi kebutuhan rakyat. Apatah lagi dengan kenaikan iuran yang tidak tanggung-tanggung yakni hingga 100%. 

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini pun menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Tagar #BatalkanKenaikanBPJS pun sempat menjadi trending topic di Twitter. Bahkan penolakan tidak hanya muncul dari pihak oposisi, bahkan muncul dari pihak pendukung presiden. Banyak pihak berpendapat, kenaikan iuran BPJS bukanlah sebuah solusi untuk membayar defisit yang membelit lembaga tersebut. Sebaliknya menambah masalah baru dan kesengsaraan yang berlipat bagi rakyat Indonesia.

Beginilah kondisi negara jika terjerat Kapitalisme Neoliberalisme. Sektor kesehatan sebagai kebutuhan vital bagi rakyat pun ikut dikapitalisasi dan diliberalisasi. Negara bukan lagi pelayan yang berkewajiban melayani rakyat. Tapi sebagai korporasi besar yang mengkomersialisasi sektor kesehatan. Tak ayal kesehatan menjadi kebutuhan yang mahal dan susah bagi rakyat. Alih-alih memfasilitasi sektor kesehatan dengan fasilitas yang berkualitas lagi murah. Sebaliknya rakyat dipalak habis-habisan demi fasilitas kesehatan yang mahal lagi susah.

Hal ini tentu jauh berbeda, jika sektor kesehatan diatur dengan sistem yang turun langsung dari Allah Swt yaitu Islam. Karena dalam Islam seorang pemimpin akan berkewajiban penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup rakyatnya. Seperti dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Saw bersabda : “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Bukhari & Muslim).

Pemenuhan kebutuhan pokok hidup rakyat ini meliputi papan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan harus dipenuhi tanpa membedakan Muslim dan non Muslim. Jadi jangan heran, bila penerapan aturan Islam akan berbuah pelayanan kesehatan berkualitas lagi murah, bahkan gratis bagi semua rakyat tanpa terkecuali.

Tata kelola sektor kesehatan ini didanai dari pengelolaan aset dan SDA oleh negara. Tentunya secara baik dan benar yang diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Adapun jika dana yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan rakyat. Barulah pajak kekayaan akan dikenakan pada rakyat untuk memenuhi defisit anggaran. Bukan dengan menaikkan harga-harga kebutuhan hidup rakyat yang mencekik. Seperti kezaliman yang dilakukan rezim hari ini. Wallahu a’lam bi ash-shawab.  


Post a Comment

Previous Post Next Post