Deradikalisasi Melawan Radikalisme

Penulis : Octha Dhika Rizky

Radikalisme kian mencuat di tengah-tengah masyarakat, isu lama yang kerap dipakai untuk menstigmakan Islam 'aliran keras'. Kini, radikalisme kembali panas dibahas pada dunia pendidikan, termasuk lingkungan sekolah. 

Baru-baru ini, pelajaran tentang "Perang" pun menjadi sesuatu yang dipermasalahkan. Sebab, terindikasi ada radikalisme katanya. Sebagaimana diberitakan Gatra.com, 13/9/2019, Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Umar, menuturkan bahwa di tahun ajaran baru 2020, tidak akan ada lagi materi perang di mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Baik untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), ataupun di Madrasah Aliyah (MA).

Sebagai gantinya, akan dimasukkan materi mengenai masa-masa kejayaan Islam, meliputi kejayaan Islam di dunia dan Indonesia. Langkah tersebut, kata dia, dilakukan agar Islam tidak lagi dianggap sebagai agama  yang selalu dihubungkan dengan perang. (Republika.co.id, 13/9/2019)

*Antara Perang & Radikalisme*
Perperangan memang sering diidentikkan dengan radikalisme. Seperti makna dari kata radikalisme itu sendiri, "paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis" (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Lalu, benarkah perang itu radikal? Atau setiap penganut radikalisme akan selalu menempuh jalan perperangan dalam mencapai tujuannya? Tidak juga. Sebenarnya, adanya ketakutan terhadap perang timbul akibat kesalahan cara pandang terhadap hakikat perang. Meski semua orang memahami bahwa perang adalah sesuatu yang mengerikan, tetapi cara pandang akan memberikan perbedaan dalam menilai makna perang tersebut.

Sistem sekulerisme yang menguasai dunia hari ini, menganggap perang adalah sesuatu yang buruk. Terlebih jika pelakunya ialah seorang Muslim. Maka akan langsung divonis telah terpapar radikalisme dan terindikasi sebagai bagian dari sindikat terorisme. Jika sebaliknya, ketika Muslim yang menjadi korban, justru dianggap sebagai sebuah keniscayaan yang harus diterima dengan lapang dada.

Berbeda dengan sekulerisme, Islam memandang perang dengan cara pandang yang khas. Perang (jihad) adalah sebuah kewajiban yang telah disyari'atkan agama. Maka apapun alasannya, tidak akan menjadi penghalang untuk menunaikan kewajiban itu.

Sekarang, terlihat jelas bahwa sistem sekuler mempunyai ketakutan tersendiri terhadap Islam, sehingga berbagai isu lalu digodok untuk memunculkan Islamophobia di tengah masyarakat.
Atas nama deradikalisasi, mereka melakukan deIslamisasi untuk menumpas radikalisme. Atas nama toleransi, mereka pun mencoba menghapuskan pembahasan perang bagi pelajar. Padahal sudah sangat jelas, dunia sejarah telah mencatat banyak kisah heroik seputar perperangan Rasulullah SAW & para Sahabatnya. Sebut saja Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Mu'tah, sampai Perang Tabuk. Pembahasan tentang Islam juga tidak mungkin dipisahkan dari tema perang, karena perang adalah bagian dari syari'at. Kejayaan Islam di dunia dan Indonesia sekalipun juga diwarnai oleh semangat jihad.

*Jangan Mendustakan Al-Qur'an!*
Al-Qur'an sebagai Kalamullah hadir menyempurnakan risalah para Nabi sebelumnya. Di dalamnya terdapat perintah & larangan, kabar gembira & peringatan, serta kisah-kisah kaum terdahulu.

Muslim telah meyakini, tidak ada yang perlu diragukan lagi dari Al-Qur'an. Tidak ada kecacatan padanya, dan tidak ada pertentangan di dalamnya. Ketika benar-benar meyakini, tentu tak satupun syari'at yang dijabarkan Al-Qur'an akan kita dustakan, termasuk syari'at berperang.

Banyak sekali ayat Al-Qur'an yang menjelaskan perintah untuk berperang. Di antaranya, Allah SWT berfirman:
Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÚ©ُÙ…ُ الْÙ‚ِتَالُ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙƒُرْÙ‡ٌ Ù„َّـكُÙ…ْ ۚ  ÙˆَعَسٰۤÙ‰ اَÙ†ْ تَÙƒْرَÙ‡ُÙˆْا Ø´َÙŠْــئًا ÙˆَّÙ‡ُÙˆَ Ø®َÙŠْرٌ Ù„َّÙ€Ú©ُÙ…ْ ۚ  ÙˆَعَسٰۤÙ‰ اَÙ†ْ تُØ­ِبُّÙˆْا Ø´َÙŠْــئًا ÙˆَّÙ‡ُÙˆَ Ø´َرٌّ Ù„َّـكُÙ…ْ  ؕ  ÙˆَاللّٰÙ‡ُ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ ÙˆَاَÙ†ْـتُÙ…ْ Ù„َا تَعْÙ„َÙ…ُÙˆْÙ†َ

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(Q.S. Al-Baqarah: 216)

Bahkan dalam Islam, berperang bukan hanya sekedar untuk meraih keuntungan duniawi. Lebih dari itu, perang (jihad) didorong oleh aqidah Islam demi memenuhi seruan Allah SWT. Lewat peranglah, sekat atau penghalang syari'at Islam masuk ke suatu wilayah negeri akan ditumpas.

Tak cukup demikian, berperang dalam Islam bukan perang yang tidak manusiawi. Adab atau etika berperang sangat diperhatikan. Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah, perang dalam Islam diawali dengan dakwah untuk memilih memeluk Islam atau cukup tunduk pada aturan Islam. Perang dilakukan di tempat yang jauh dari pemukiman. Tidak boleh membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, orang sakit, pemuka agama, orang yang tidak ikut berperang, juga tawanan perang yang telah menyerah. Lebih dari itu, hewan bahkan pohon pun tak boleh jadi korban.

Begitu signifikannya perbedaan cara pandang sekuler dan Islam terhadap istilah perang. Lalu, masihkah sebagai Muslim kita tetap menolak perang? Tak sadarkah kita bahwa perang tersebut adalah sebuah syari'at dari Allah? Atau justru kita ingin menentang firman-Nya? Na'udzubillah.

Post a Comment

Previous Post Next Post