Krisis Air Bersih di Rancaekek Ulah Siapa ?

Penulis : Isma Humaeroh, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung

Warga Kampung Babakan Jawa, Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, mengeluhkan kondisi air sumur yang berubah warna menjadi hitam sehingga tidak bisa digunakan oleh warga, sejak dua bulan terakhir. 

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan, menyebutkan permasalahan pencemaran limbah yang terjadi di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, terjadi lebih dari 25 tahun dan berbagai upaya pengentasan telah dilakukan.

Beberapa kemungkinan yang menyebabkan sebagian sumur di kecamatan Rancaekek berubah warna diantaranya, pembuangan limbah industri ke saluran air, bocornya salurnya penampungan limbah, rembesan dari saluran selokan, dan perbedaan karakter sumur milik warga.

Dadan mengatakan, hingga adanya keluhan dari warga kampung tersebut, pihaknya belum bisa memastikan terkait penyebab pasti, karena belum adanya uji laboratorium dari pihak terkait.

"Tetapi,kampung tersebut berada di sekitar DAS Sungai Cikijing, yang sering dipakai sejumlah pengusaha untuk membuang limbahnya," kata Dadan melalui sambungan telepon, Selasa (8/7/2019).

Pada 2016, Walhi Jawa Barat pernah melakukan upaya gugatan hukum kepada Pemerintah Kabupaten Sumedang, karena memberikan izin pembuangan limbah kepada perusahaan langsung ke anak Sungai Citarum, yakni Sungai Cikijing. (Tribun.com 08/07/19)

Dadan mengatakan, kalau pemerintah telah berkomitmen menjaga kondisi lingkungan di Kecamatan Rancaekek, hasil perbaikan sudah terasa dan warga tidak merasakan dampak limbah.

Sistem ekonomi kapitalis bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan. Demi menekan biaya produksi dan memenangkan persaingan, beberapa korporasi tak segan mengorbankan kelestarian lingkungan.

Demikianlah, kuatnya cengkraman neoliberalisme di negeri ini. Sayangnya, rezim dengan sistem pemerintahan demokrasi justru menyokong hal itu. Mereka enggan menghentikannya, bahkan menjadi fasilitator bagi kerusakan ini. 

Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan kita dalam QS Ar Rum: 30-41,” Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali  (ke jalan yang benar).”

Ayat ini memperingatkan kita agar kembali kepada syariat Allah, termasuk dalam mengatasi persoalan krisis air bersih. Aturan itu tak lain berupa sistem kehidupan Islam yang paripurna, yaitu Khilafah Islam.

Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam krisis air.

Penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah meniscayakan keseimbangan dan kelestarian alam terjaga khususnya keberadaan hutan dan lahan serta iklim yang kondusif untuk keberlangsungan siklus air. Di sisi lain meniscayakan terwujudnya tata kelola sumber daya air yang benar. Sehingga  krisis air bersih dapat segera diatasi. 

Adapun pandangan Islam agar deforestasi dan liberalisasi sumber daya air segera berakhir, di antaranya adalah:  Pertama, pada faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Demikian pula sumber-sumber mata air yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat. 

Kedua, status hutan, sumber mata air, danau, sungai dan laut sebagai harta milik umum, menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. Negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan harta milik umum. Pemanfaatan secara istimewa  (hima) hanyalah ada pada tangan negara, dengan tujuan untuk kemashlahatan Islam dan kaum muslimin. Rasulullah  bersabda, “Tidak ada hima (hak pemanfaatan khusus) kecuali bagi Allah dan Rasulnya” (HR Abu Daud). 

Ketiga, negara harus bebas dari agenda penjajahan termasuk agenda hegemoni climate change dan global warming. 

Keempat, harus ada koreksi total yang didasarkan paradigma dan prinsip Islam terhadap paradigma, visi, misi dan pelaksanaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hari ini, utamanya biofuel berbasis minyak sawit.

Kelima, kekuasaan bersifat sentralisasi, administrasi bersifat desentralisasi. Hal ini yang menjadikan negara dan pemerintah memiliki kewenangan yang memadai untuk menjalankan secara optimal dan maksimal fungsi raa’in/pengurus dan junnah/penjaga rakyat.

Keseluruhan konsep ini adalah aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam, yaitu khilafah Islam. Sistem politik yang didesain Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan fitrah dan karakter alamiah makhluk cipataan-Nya.

Karenanya kehadiran khilafah adalah kebutuhan yang mendesak. Tidak saja bagi Indonesia tapi juga dunia. Lebih dari pada itu, khilafah adalah ajaran Islam yang disyari’atkan Allah subhanahu wa ta’ala. “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (TQS Al Anfal (8): 24).
Wallahu a’lam bish shawab
Previous Post Next Post