Berangkatlah Nak! Berjuang Sebagaimana Gurumu Berjuang

Oleh : Sumiati  
(Praktisi Pendidikan dan Member AMK )

Sudah beberapa hari yang lalu, berasa ada yang berbeda, menunggu hari hingga sabtu tanggal 24 Agustus 2019. Ada apakah di hari sabtu? Yaa sabtu adalah sudah agenda rutin mengikuti kajian tajwid bersanad bersama Syaikh Husni. Mengapa berbeda? Karena hari ini harus berangkat sendiri yang biasanya di antar suami.

Bagi seorang wanita yang tidak biasa bepergian jauh membawa kendaraan sendiri, ini adalah berat. Inilah yang ku rasakan, menggunakan motor jika jarak dekat tak mengapa, namun jika harus satu jam lumayan deg-degan karena tidak terbiasa. Yaa bagi wanita muda dan tangguh tentu tidak seberapa, namun bagiku yang tidak pernah bepergian jauh SubhanaLlaah. Di tambah sudah tua pula, namun demi ilmu yang bisa menerangi hidup, bisa mengantarkan diri ke ridha Allaah ta'ala, bismillah ditempuh.

Alhamdulillah di pertemuan ke enam ini banyak hal yang baru. Besar rasa syukurku yang tak henti dipanjatkan. Walaupun sebelumnya sudah belajar beberapa metode, namun inilah lemahnya manusia. Tak sanggup menyerap ilmu seutuhnya dari guru, setiap metode pasti ada saja yang tak tercerna hingga lepas begitu saja. Saya mengatakan kepada diri sendiri, ketika belajar al Quran metode A, kemudian ketika selesai melanjutkan ke metode B, pasti selalu ada yang baru dan terlewat di metode A.

Masya Allaah, betapa amat terasa lemahnya manusia. Sangat saya sadari, ketika belajar metode baru kemudian cara baca kita masih ada yang salah, bukanlah salah guru dalam mengajarku, namun ini semata-mata kelemahan diri yang tak mampu mencerap semua pelajaran. Inilah rasa ta'dzim kepada guru, besar harapan ilmu ini berkah, menjadi washilah cinta Allaah ta'ala sampai kepada diri yang lemah ini.

Terasa semakin kecil diri ini dihadapan Allaah ta'ala, ketika rasa was-was dalam perjalanan, betapa lemahnya, terbatas, sangat membutuhkan Allaah ta'ala tempat bergantung diri. Ujian ini tentu jauh belum seberapa jika di bandingkan dengan pengorbanan Syaikh Husni di Mesir ketika beliau belajar.

Yaa, beliau selalu ceria dalam mengajar, berkali-kali suasana Masjid hangat dengan sedikit tertawa dengan apa yang beliau sampaikan ketika bercerita dikala beliau belajar di Mesir. Pernah suatu hari ketika belajar kepada Syaikh, salah satu kawan beliau membaca al Qurannya salah dan salah lagi, hingga tangan Syaikh berulang mendarat dipipi kawan beliau, tak lupa rambutpun di tariknya. Ketika kawan beliau berulangkali membaca بيده الملك kafnya diwaqafkan dan lamnya tak nampak shifat at tawasuthnya. Diulang salah lagi salah, akhirnya singkat cerita kawannya ini bertanya kepada Syaikh Husni, yang ketika di Mesir beliau dipanggil Husen karena memang dialek arab sulit memanggil Husni.
Masya Allaah.

Kemudian di jelaskan oleh Syaikh Husni, barulah kawan beliau mengerti. SubhanaLlaah Syaikh sebagai guru beliau di Mesir, ketika selesai mengajar beliau mengatakan sambil mengangkat tangan beliau untuk menghibur murid-muridnya. Wahai murid-muridku ini adalah tangan dari surga..SubhanaLlaah Syaikh pandai menghibur, yaa memang, ketika belajar haruslah menghadirkan adab kepada guru, hingga ilmu menjadi berkah, sabar dengan cara mengajar guru pun akan menjadi berkah. Tak mengapa berlelah-lelah dulu, suatu hari hasilnya akan dipetik di dunia dan akhirat. Bukti nyata di hadapan mata, Syaikh Husni mewarisi 14 sanad, kawan beliau dulu di Mesir memiliki pesantren di salah satu kota di Jawa Barat. Masya Allaah. 

Tambahan dari Syaikh, kami mengajar mengambil cara yang terbaik, tidak ada tamparan atau pun pukulan. Inilah perbedaan Indonesia dengan Timur Tengah, di Indonesia cara mengajar Syaikh di Mesir bisa jadi membuat murid lari. Hingga beliau tidak mengambil jalan itu. Beliau hanya sekedar menunjuk murid-murid untuk mempraktekkan apa yang telah diajarkan, ini saja sudah membuat gemetar keluar keringat dingin. SubhanaLlaah.

Ada satu pessn penting dari Syaikh Husni, ketika belajar yang diingat jangan yang lucu atau yang menyakitkannya, yang diingat adalah pelajarannya, paham tidaknya atau bisa mengamalkan atau tidaknya. 
Masya Allaah, syukron Syaikh....

Di saat belajar, teringat dengan muridku yang shalih. Sedang belajar menghadapi kehidupan di pesantren. Terkadang kenyataan tak sesuai harapan. Shalih, semoga cerita di atas bisa memotivasimu agar tegar menghadapi kehidupan yang sebenarnya, jauh dari orang tua melatihmu dewasa, mandiri dan berkepribadian mulia. Bersabarlah dengan kerikil-kerikil kecil yang terkadang mengusik hatimu. Ingatlah suatu pepatah, pelaut ulung tak lahir dari keluarga yang lemah. Seorang ulama hebat tak lahir dari kehidupan yang nikmat dan ringan. Ingin sukses dunia akhirat, maka tempuhlah jalan itu walaupun berat. Lihatlah gurumu walau sudah belajar dari kecil, hingga tua pun tetap belajar. Itulah pengamalan hadits menuntut ilmu itu dari buaian hingga liang lahat.

Shalih, masih ingatkah beberapa bulan lalu?
Ibu hendak belajar ke kota yang jaraknya agak jauh, namun Ibu kebingungan karena ada amanah mengajarmu dan teman-temanmu di sekolah, namun antum begitu dewasa berbicara memberi semangat dan memberi pilihan. "Berangkatlah Ibu, ilmu yang Ibu dapat juga nantinya untuk kami" Masya Allaah Ibu sangat terharu shalih🥺😭🤗. Waktu itu Ibu berangkat dengan lega karena ridha antum. Semoga setiap kata yang Ibu sampaikan pun bisa menumbuhkan semangat juang untukmu, sebagaimana yang antum berikan saat itu.
Aamiin Yaa Rabbal'aalamiin. 
Wallaahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post