Akar Masalah Kekeringan, Hanya Faktor Alamkah?

Oleh: Ika Kartika Ibu Rumah Tangga Pengemban dakwah dari Bandung


Kekeringan merupakan siklus tahunan. Biasanya terjadi di bulan Juni, Juli dan puncaknya di bulan Agustus. Oktober normal lagi karena sudah mulai hujan. Sekalipun begitu, solusi yang mengakar belum ditemukan untuk mengatasi kekeringan. Padahal kekeringan berdampak besar bagi kehidupan masyarakat. Sebab air merupakan kebutuhan vital tidak saja bagi manusia tapi makhluk lain di muka bumi.

Allah menciptakan alam semesta bukan untuk dirusak, dicemari, dihancurkan bahkan disembah (dikultuskan). Akan tetapi adalah untuk dikelola, dibudidayakan, difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan manusia.

Bencana kekeringan yang kerap terjadi di Kabupaten Bandung berdampak kesulitan mendapatkan pasokan air bersih, ancaman gagal panen, kebakaran hutan, hingga wabah penyakit.

Suhu di Kabupaten Bandung semakin terasa dingin di musim kemarau, bahkan hingga mencapai 18 derajat celcius di malam hari, suhu yang dingin dalam beberapa hari terakhir di Bandung Raya maupun secara umum di Jawa Barat (Jabar) merupakan fenomena yang biasa atau wajar yang menandakan datangnya periode musim kemarau. Hal tersebut diungkapkan Rasmid, M. Si Kepala Data dan informasi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Bandung.

"BMKG memprediksi, kemarau sudah terjadi sejak bulan Juli lalu hingga September, dengan puncaknya di bulan Agustus. Maka diimbau kepada masyarakat untuk bijak menggunakan air," ucapnya, saat dikonfirmasi melalui whatsaap, Selasa (16/7/2019).

Menambahkan hal itu, Kepala Pelaksanaan Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Drs H. Akhmad Djohara, M.Si mengungkapkan sebagian wilayah di Kabupaten Bandung sudah dinyatakan terdampak kekeringan.

"Sejak Juni lalu hingga saat ini, berdasarkan laporan dari wilayah, tercatat kecamatan Baleendah, Pacet, Margahayu, Ciwidey, Pasirjambu, Banjaran, Ibun, Cileunyi, Kutawaringin dan kecamatan Cangkuang. Kami sudah melakukan rapat bersama 31 kecamatan untuk memetakan daerah terdampak kekeringan," ungkap Ahmad Djohara.

Dari 10 kecamatan tadi, tercatat 40 desa, 50 kampung dengan 9,497 Kepala Keluarga (KK) dan 20,856 jiwa terdampak kekeringan. Bahkan tambahnya, sudah terlaporkan juga sebanyak 349 hektar sawah mengalami hal serupa.

Sementara Bupati Bandung Dadang M. Naser mengatakan "Seluruh pihak harus terus berkomunikasi untuk cepat merespon laporan dari masyarakat. Apabila menemukan kondisi buruk dampak dari kemarau, aparat desa lalu kecamatan bisa langsung menyampaikan laporan ke BPBD Kabupaten Bandung, agar segera bisa disuplai air bersih."

Lebih lanjut Bupati mengatakan bencana alam adalah tanggungjawab semua pihak, maka dalam penanganannya diperlukan kepedulian dan kerja bersama melalui sinergitas lintas sektor. "Tujuannya ya untuk mengurangi derita sesama, mengurangi dampak dan resiko korban juga meminimalisir kerugian yang disebabkan bencana itu sendiri. Makanya semua harus _sabilulungan_ bahu membahu, pemerintah, masyarakat juga dunia usaha."(www bandungkab.go.id)

Selain upaya semua pihak untuk mengatasi kekeringan, suplay bantuan air dari daerah, dan tata perencanaan pembangunan yang disinergikan dengan upaya semua pihak yang terkait. Para ahli dalam hal ini baru sampai pada tahap melakukan tindakan kuratif ala kadarnya. Namun jika akar  permasalahannya tidak diperbaiki niscaya akan tetap terulang kembali.

Jika ditelisik lebih mendalam akar permasalahan dari kekeringan bukan hanya disebabkan faktor alam. Namun lebih dikarenakan arah politik bangsa yang menggunakan prinsip kapitalisme dan sekuler yang menjadi petaka.

Melalui tangan para pengusaha yang dimuluskan perijinannya oleh pemerintah   dengan penebangan pohon yang tak terkendali juga pengalih kuasaan sumber air yang merupakan kebutuhan asasi rakyat kepada segelintir pengusaha. Selain itu perilaku membuang sampah sembarang dan pengolahan sampah yang tidak tepat yang menyebabkan polusi air, udara dan tanah, juga menjadi penyumbang faktor kekeringan.

Dari sini bisa kita lihat bahwa perilaku manusialah penyebab kekeringan. Manusia yang merusak alam. Dari mulai penguasa dengan kebijakannya hingga perilaku masyarakat secara individu ketika tidak berupaya menjaga alam. Hal ini demikian sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt dalam Alquran,

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (TQS. ar-Rum: 41)

Maka kekeringan adalah persoalan sistematik. Pemerintah mulai dari jajaran daerah hingga pusat yang bertanggungjawab mengurus masyarakat, berperan besar mengatasi persoalan yang terjadi. Jika prinsip kapitalisme terus digunakan niscaay tidak akan pernah menyelesaikan akar permasalahannya, bahkan justru cenderung berakibat menimbulkan kerusakan.

Maka solusi yang hakiki adalah kembali kepada aturan Islam. Sebagai agama yang komprehensif Islam memiliki solusi tuntas ketika mendapati permasalahan kekeringan, baik itu solusi teknis maupun non teknis. Solusi teknis yaitu mulai dari mengkaji penyebab kekeringan, melakukan upaya pencegahan, solusi bersamaan antar pemerintah daerah dan masyarakat. Solusi non teknis adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah. Bersama-sama bertobat dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, memohon pertolongan Allah dengan doa dan ibadah nafilah dalam shalat istisqa.

Islam adalah rahmat bagi semesta alam tidak hanya bagi manusia, hewan dan tumbuhan, seluruh isi alam semesta merasakan penjagaan Islam. Saat manusia merusak alam, lingkungan sosial pun akan terganggu. Oleh sebab itu kembali pada aturan Islam adalah solusi hakiki mengatasi kekeringan dan berbagai dampak yang muncul di tengah umat. Dan hanya dengan khilafah saja sebagai satu-satunya institusi yang mampu menjalankan aturan Islam kaffah.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Previous Post Next Post