Sampah Tanggung Jawab Bersama

Oleh : Syifa Putri.
(Cileunyi Kab.Bandung)

Buanglah sampah pada tempatnya adalah ajakan kepada masyarakat untuk membiasakan hidup bersih dan mencintai lingkungan. Apalagi Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas beragama Islam, pasti sudah paham, bahwa kebersihan sebagian dari iman. Tapi sayang, Indonesia yang terkenal dengan keindahan alamnya yang mempesona, kini menjadi tempat penamapungan limbah sampah dari negara-negara lain.

Seperti yang dilansir oleh kumparan.com, bahwa Indonesia telah mengembalikan lima kontainer sampah ke Amerika Serikat dan menegaskan tidak ingin menjadi 'tempat pembuangan sampah' bagi negara-negara lain. Anehnya, kontainer-kontainer itu seharusnya hanya berisi potongan kertas saja jika berdasarkan dokumen bea cukai.

Tapi, nyatanya di dalamnya ada sampah lain seperti botol, plastik dan popok bayi. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya KLHK, Sayid Muhadhar.

"Ini tidak pantas dan kami tidak ingin menjadi tempat pembuangan sampah," ujar Muhadhar, dilansir AFP.

Kelima kontainer itu diketahui dimiliki sebuah perusahaan Kanada, yang dikirim dari Seattle di AS ke Surabaya pada akhir Maret. Namun, tidak jelas dari negara mana sampah-sampah itu aslinya berasal. Meski begitu, diketahui dengan jelas bahwa asal pengiriman kontainer tersebut berasal dari sebuah pelabuhan di AS.

Hal ini sangatlah melukai harga diri rakyat Indonesia khusunya. Maraknya impor sampah bukti begitu lemahnya posisi Indonesia dalam politik dan ekonomi internasional sekaligus bukti lemahnya wibawa negara di hadapan para pengusaha yang mengordernya.

Demi keuntungan segelintir pihak, mereka mengorbankan keselamatan yang lainnya. Seperti yang dilansir oleh World Economic Forum pada 2016 menyatakan ada lebih dari 150 juta ton plastik di samudra planet ini. Tiap tahun, 8 juta ton plastik mengalir ke laut. Padahal plastik bisa berumur ratusan tahun di lautan dan terurai menjadi partikel kecil dalam waktu yang lebih lama lagi. Plastik bakal terakumulasi terus dan terus di laut. "Tanpa tindakan yang signifikan, kelak bakal lebih banyak plastik ketimbang ikan di samudra, berdasarkan bobotnya, pada 2050,".

Belum lagi sampah yang menumpuk menimbulkan aroma yang tak sedap dan dapat berdampak banjir. Ini adalah salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia. Seperti firman Allah SWT " Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (manusia), supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). TQS.Ar-Rum(30): 41

Indonesia negara kaya raya hanya bisa kuat dan berdaya, baik ke dalam maupun ke luar negri ketika punya landasan kokoh yakni ideologi dan diurus dengan aturan yang benar, yakni aturan Islam. Karena Islam tidak hanya mengatur aspek ritual (mahdhah) saja, tapi mengatur seluruh aspek kehidupan. 

Termasuk bukti kesempurnaan ajaran Islam, seperti sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi. Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).

Sebagai perbandingan, kota-kota lain di Eropa pada saat itu belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Sampah-sampah dapur dibuang penduduk di depan-depan rumah mereka hingga jalan-jalan kotor dan berbau busuk (Mustofa As-Sibo’i, 2011).

Kebersihan membutuhkan biaya dan sistem yang baik, namun lebih dari itu perlu paradigma mendasar yang menjadi modal keseriusan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasi hingga didapatkan uang kompensasi dalam penyediaannya. Bukan pula sebuah beban yang harus ditanggung pemerintah hingga terlalu berat mengeluarkan dana membiayai benda yang tak berharga.

Pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan sosial primer yang dijamin dalam Islam selain pendidikan dan keamanan.

Pengelolaan sampah masyarakat tak boleh hanya bertumpu pada kesadaran dan kebiasaan masyarakat, karena selain kedua hal itu tetap dibutuhkan infrastruktur pengelolaan sampah. Kondisi pemukiman masyarakat yang heterogen, adanya pelaku industri yang menghasilkan sampah dalam jumlah banyak, dan macam-macam sampah yang berbeda penanganannya, meniscayakan peran pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah masyarakat.

Edukasi masyarakat dapat dilakukan pemerintah dengan menyampaikan pengelolaan sampah yang baik merupakan amal shalih yang dicintai Sang Pencipta. Secara masif disampaikan kepada masyarakat bahwa sebagai khalifah fil’ardh, manusia memiliki tanggung jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai perlindungan terhadap makhluk Allah selain dirinya. Tertancapnya pemahaman ini akan meruntuhkan penyakit individualisme dalam memandang persoalan sampah.

Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memastikan keberadaan sistem dan instalasi pengelolaan sampah di lingkungan komunal di permukiman yang tidak dapat mengelola sampah secara individual, di apartemen, rumah susun dan permukiman padat misalnya. Pemerintah harus mencurahkan segala sumber daya agar sampah terkelola dengan baik. Dana dicurahkan untuk mengadakan instalasi pengelolaan sampah. Pemerintah mendorong ilmuwan menciptakan teknologi-teknologi pengelola sampah ramah lingkungan, mengadopsinya untuk diterapkan.

Hal ini akan terwujud kembali,  dikala Islam diterapkan secara sempurna dalam naungan sistem islami yang diwariskan oleh Rasulullah saw yakni Daulah Khilafah Rasyidah.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Previous Post Next Post