Penerapan Sistem Zonasi Menuai Kekecewaan Warga

Oleh : Sri Putra
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Menjelang kelulusan sekolah kemudian dilanjutkan dengan mendaftar ke sekolah yang baru itu merupakan masa-masa yang menegangkan bagi para siswa-siswi maupun para orang tua. Mereka mulai galau dan berancang-ancang, berpikir dan memantapkan hati untuk mendaftar sekolah yang diinginkan. Seperti saat ini yang terjadi di Indonesia, apalagi sistem yang diterapkan untuk Penerimaan Peserta Didik Baru memakai sistem zonasi. Bahkan warga pada akhirnya menempuh segala macam cara untuk masuk ke sekolah yang dituju. Seperti yang dilakukan sebagian warga diberbagai kota di Indonesia saat ini

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Dewan Pendidikan Kota Kediri Heri Nurdianto mencurigai adanya dugaan kuat warga yang mempunyai anak masih SMP, setahun atau dua tahun sebelum masuk SMA/SMK menitipkan Kartu Keluarga (KK) pada keluarga kerabat yang domisilinya dekat dengan sekolah. (Jumat, 21 Juni 2019)

Banyaknya titipan KK PPDB jenjang SMA/SMK berakibat anak warga asli kota Kediri gagal masuk zona sekolah dekat rumah mereka. Ketua Dewan Pendidikan kota Kediri mencontohkan, calon peserta didik yang diterima jarak rumah tempat tinggal dengan sekolah di bawah 50 meter. Padahal logikanya di seputar jalan Veteran dan jalan Penanggungan, kota Kediri dengan asumsi jarak sedemikian dekat kurang masuk akal, karena di kawasan tersebut selain sekolah ada perkantoran yang bukan tempat tinggal warga. Ia menghimbau para warga yang anaknya tidak diterima supaya tidak memaksakan untuk masuk lewat jalur-jalur yang melanggar aturan.

Banyak keluhan dari sejumlah daerah terkait penerapan sistem zonasi sekolah saat ini, banyak sekali muncul permasalahan yang harus dievaluasi akibat penerapan sistem zonasi ini. Diantaranya orang tua menjadi resah, para siswa-siswi banyak yang depresi, sebagai ajang permainan dan lain-lain. Dan ini terjadi tidak hanya di Kediri saja tetapi di seluruh Indonesia. Hal ini membuktikan kebijakan penguasa yang tak bijak, karena tak menyentuh akar masalah kesenjangan bidang pendidikan.

Penerapan sistem zonasi ini di nilai prematur. Implementasi Permendikbud no.51 tahun 2018 tentang PPDB berbasis zonasi dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan mutu pendidikan yang selama ini terjadi di negara kita. Masalah ini akut dan sulit diatasi karena kualitas antara sekolah satu dengan yang lain tidak sama. Sehingga timbul istilah sekolah favorit dan biasanya ini terjadi di kota-kota. 

Kebijakan zonasi harusnya ditujukan untuk mengatasi kesenjangan mutu pendidikan. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu. Jadi negara seharusnya memfasilitasi rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik dan bermutu. Saat ini, penguasa telah lalai bahkan cenderung abai mengurusi urusan rakyat. Kalau misalnya membagi guru-guru yang bagus mutunya dipindah ke daerah-daerah yang mutu pendidikannya rendah, itu tidak akan memberikan solusi tuntas. Walaupun kondisi guru memegang posisi kunci penting maju tidaknya lembaga pendidikan. Di luar soal kurikulum, permasalahan pendidikan ini adalah pemerataan pembangunan bidang infra dan suprastruktur pendidikan. Sehingga solusinya adalah memperbaiki paradigma pendidikan dan implementasinya.

Kebijakan sertifikasi guru semula direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional ternyata gagal total. Pasalnya guru yang sudah lolos sertifikasi tidak pernah dievaluasi, tidak pernah diberikan tantangan meningkatkan prestasi. Negara tidak menyiapkan sistem evaluasinya sehingga sertifikasi guru itu bisa dikatakan gagal total.

Demikianlah akibat jika hukum Allah tidak ditegakkan di muka bumi. Sistem demokrasi kapitalisme sekuler telah berhasil bercokol di hati umat. Sehingga dalam memutuskan perkara apapun bentuknya dan siapapun yang terlibat, keadilan sulit terwujud. Salah satunya seperti perkara zonasi. Demikianlah dunia pendidikan di negeri ini yang tidak menerapkan sistem pendidikan Islam. Dalam Islam, pendidikan adalah salah satu hak bahkan menjadi kebutuhan warga yang wajib diberikan oleh negara.  Di samping menghindari kemacetan dan efektivitas waktu perjalanan ke sekolah. Islam juga menerapkan kurikulum penanaman akidah yang kuat serta mutu yang sama di seluruh warga negara.

Hanya syariah Islamlah yang mampu dijadikan dasar untuk memutuskan perkara yang berasal dari zat yang Maha Adil. Jika penguasa memutuskan perkara dengan syariah Islam dan dia memiliki integritas atas dasar iman dan rasa takut akan azab Allah SWT di akhirat, pasti dia akan mampu memutuskan perkara secara adil. Dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh akan terbangun suasana keimanan terhadap masyarakat. Demikian juga motivasi dalam permasalahan bukan yang penting menang, meski dengan segala cara. Akan tetapi, semuanya karena menginginkan keadilan terwujud di muka bumi ini. Siapapun yang merindukan terwujudnya keadilan, hendaknya saling bahu-membahu memperjuangkan tegaknya syariah Islam secara menyeluruh.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Previous Post Next Post