Lemahnya Rezim Neoliberal Dalam Politik Industri

Oleh : Suciyati

Badan usaha milik negara (BUMN) PT Krakatau Steel (KS) memberhentikan ribuan karyawan secara bertahap hingga 2022. Hal itu dilakukan guna menjaga kinerja perusahaan agar tetap berjalan.

Keputusan itu diambil berdasarkan surat Nomor 73/Dir.sdm-ks/2019 perihal Restrukturiasi Organisasi PT KS (Persero) Tbk.

Dalam surat tertulis, hingga Maret 2019, jumlah posisi di PT KS sebanyak 6.264 posisi dengan jumlah pegawai sebanyak 4.453 orang.

Hingga tahun 2022 mendatang, KS akan melakukan perampingan posisi menjadi 4.352 posisi dengan pengurangan pegawai berkisar di angka 1.300 orang.

Kemudian, dalam surat yang ditandatangani Direktur SDM PT KS Rahmad Hidayat itu juga mengungkapkan, PT KS akan melakukan pemetaan fungsi pekerjaan utama dan penunjang. Selain itu merekomendasikan posisi organisasi yang memungkinkan untuk dialihkan ke pihak ketiga atau metode lain sesuai perundang-undangan.

Senior External Communication PT KS Vicky Fadilah tidak menampik kabar tersebut. Menurut Vicky, kebijakan itu hanya berlaku di induk perusahaan sehingga pegawai yang terkena kebijakan restrukturisasi itu dimungkinkan bisa dimanfaatkan oleh anak perusahaan.

“Kapan-kapannya saya belum tahu,” ujar Vicky, Rabu 19 Juni 2019 dilansir radarbanten.

Terpisah Ketua Federasi Serikat Pekerja Baja Cilegon (FSPBC) Safrudin mengaku sudah mengetahui informasi tersebut. Bahkan, pemutusan hubungan kerja telah dilakukan PT KS terhadap beberapa pegawai.

Terakhir, kata dia, pada pekan lalu sebanyak 140 pegawai yang bekerja di posisi maintenance technic sudah dirumahkan.

“Sebelum Lebaran kebijakan tersebut dilakukan terhadap 90 orang pegawai,” paparnya.

Pabrik Baja China

Sementara itu perusahaan asal China akan segera membangun pabrik baja di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dengan nilai investasi 2,54 miliar dolar AS.

“Pabrik itu rencananya yang terbesar di Asia karena mampu menyerap 6.000 hingga 10.000 tenaga kerja,” kata Bupati Kendal Mirna Annisa kepada Antara di Beijing, Rabu dilansir Antara.

Ia mendapat jaminan dari pihak Hebei Bishi Steel Group yang akan memprioritaskan warga sekitar lokasi pabrik baja di Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, sebagai tenaga kerja.

“Rencana beroperasi 2019 atau paling tidak 2020,” kata perempuan berusia 37 tahun berlatar belakang dokter itu.

Indonesia kebanjiran baja impor asal china karena aturan mendag

Angka impor produk baja ke Indonesia naik tajam sepanjang 2018. Sebaliknya, impor baja ke negara-negara Asia Tenggara secara pertumbuhan justru negatif. Serbuan baja-baja impor yang mayoritas datang dari China didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja.

Permendag 22 Tahun 2018 dimanfaatkan pengimpor dengan mengubah Harmonied System (HS) number dari produk baja karbon menjadi alloy steel. Dengan kata lain, volume impor baja karbon menurun yang kemudian disubstitusi dengan naiknya impor baja paduan. Tujuannya agar mendapatkan bea masuk yang rendah. Kemudian pemeriksaan barang juga menjadi lebih longgar, yakni dari awalnya berada di Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi pemeriksaan post border inspection. Dengan pergeseran pemeriksaan ke post border inspection, pengawasan impor baja yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) beralih ke Kementerian/Lembaga (K/L). Kecurangan importir dan lemahnya pemeriksaan kemudian memicu banjirnya baja impor.

Hal ini dibenarkan oleh Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Silmy Karim saat berkunjung ke kantor kumparan, Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).

“Karena Permendag itu tidak lagi menjadikan Bea Cukai sebagai palang pintu terakhir karena dia enggak berwenang untuk periksa. Wong itu dokumen, siapa yang mau periksa,” ungkap Silmy.

Menurut data Krakatau Steel, impor baja ke Indonesia meningkat 59 persen pada kuartal I-2018 yakni menjadi 250.783 ton, dari sebelumnya hanya 157.528 ton pada kuartal I-2017. Data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), impor nonmigas yakni benda-benda dari besi dan baja naik 54,14 persen pada November 2018. Melonjaknya impor baja berperan besar terhadap naiknya defisit neraca perdagangan pada November sebesar USD 2,05 miliar. Defisit Neraca Perdagangan November merupakan yang terparah sepanjang tahun 2018, bahkan sejak Juli 2013. 

Dampak dari banjir baja impor tentunya akan mematikan industri baja nasional karena produk baja nasional kalah bersaing. Alasannya, impor baja ke Indonesia masuk melalui proses curang sehingga bisa memangkas biaya masuk dan memperoleh rebate. Padahal margin di industri baja sangat tipis.

“Dia impor, yang kena pajak 20 persen. Dikasih statement itu baja alloy padahal itu baja karbon. Terlepas yang impor itu penjual, produsen atau trader. Dia jual lagi, tapi ujungnya itu baja karbon, bukan baja alloy,” tambahnya.

Silmy menuturkan industri baja merupakan industri padat modal. Bila ditutup, butuh usaha panjang untung menghidupkannya kembali. Padahal, industri baja di negara mana pun merupakan penopang atau mother industry sehingga perannya sangat vital.

“Karena enggak bayar custom. Akibatnya industri hulunya menurun, dan tewas. Tewasnya bertahap. Tewas pertama, dia berani impor supaya cost lebih rendah. Mereka produksi. Ada yang top lagi. Impor aja barang jadinya. Karena kalau kita bicara tentang mematikan industri. Menghidupkannya lagi bukan hitungan hari atau bulan. Itu bisa tahunan,” sebutnya.

Serbuan baja impor, lanjut Silmy, tak terpengaruh oleh efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini bisa dilihat dengan data impor negara tetangga pada kuartal I-2018, yakni semuanya mengalami penurunan impor baja, seperti: Malaysia (turun 20 persen), Filipina (turun 46 persen), Singapura (turun 13 persen), Thailand (turun 30 persen), dan Vietnam (turun 64 persen).

“Ini (murni) dampak dari Permendag. Perang dagang belum kena kita,” ujarnya.

Namun, Silmy tak putus asa. Ia melakukan lobi dan menjalin komunikasi dengan seluruh pengambil kebijakan. Bahkan, ia bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menceritakan kondisi baja nasional. Presiden, ungkap Silmy, merespons positif dengan memerintahkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk merevisi Permendag 22 Tahun 2018. 

“Saya sudah datangi Bea Cukai, semua sudah kita datangi, termasuk presiden. Makanya Jumat kita laporkan terus Senin ada perubahan,” tutupnya.

Mendag Revisi Permendag 22 Tahun 2018, Kembalikan Fungsi Bea Cukai

Mendag Enggartiasto Lukita menarik kembali Permendag 22 Tahun 2018. Dia mengubah aturan tersebut dan mengembalikannya ke aturan yang lama. 

"Iya, Permendag 22 Tahun 2018 itu sudah diubah supaya kita enggak melenggang kenaikan tertinggi di dunia impornya," kata Enggar saat ditemui usai penandatangan kerja sama Indonesia-EFTA di kantornya, Jakarta, Minggu (16/12) sore. 

Dengan dikembalikannya ke aturan lama, Enggar menjelaskan pengawasan impor besi dan baja akan dilakukan melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) dari sebelumnya melalui post border inspection. Pengawasan baja akan kembali dan berada di bawah Ditjen Bea dan Cukai. 

Tapi aturan ini belum berjalan efektif. Enggar mengaku pihaknya masih menunggu Kementerian Hukum dan HAM untuk mengundangkan aturan yang baru ini. 

"Jadi kita balikan lagi ke border. (Efektif) setelah diundangkan oleh Kemenkumham. Tanya mereka kapan selesainya," lanjut dia. 

Awalnya, Permendag 22 Tahun 2018 diberlakukan untuk mengurangi waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time). Tapi aturan ini justru menjadi celah pengimpor yang ingin mendapatkan bea masuk yang murah dengan mengubah jenis baja impornya. Impor baja pun melonjak tajam.

hanya aturan-aturan islam yang  menjadi solusi membangun negara yang mandiri dan menjadi negara pertama, 
Strategi Perindustrian Dalam Islam
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Namun bicara tentang perindustrian dalam Islam, orang sering hanya terfokus pada cabang industri yang mendukung aspek ruhiyah Islam, seperti industri penerbitan Islam, industri busana dan asesori muslim, atau industri yang mendukung ibadah haji.
Padahal seharusnya seluruh cabang perindustrian diwajibkan untuk tunduk kepada syariat Islam. Seluruh cabang industri, baik yang menghasilkan produk untuk konsumen akhir maupun yang menghasilkan alat-alat berat atau bahan baku industri yang lain, seharusnya dibangun dan diatur dalam satu kerangka berpikir dan paradigma yang dilandasi oleh aqidah Islam.

Perindustrian dikembangkan agar ekonomi bisa berputar, sehingga jiwa-jiwa bisa tertolong (misalnya industri makanan atau obat-obatan), akal bisa dihidupkan (misalnya industri penerbitan Islam serta alat-alat edukasi), kehidupan beragama bisa lebih semarak (misalnya industri konstruksi sarana ibadah atau alat-alat transportasi jamaah haji), kehidupan keluarga lebih harmonis (misalnya industri peralatan untuk bayi dan ibu hamil), dan seterusnya. Perindustrian diarahkan untuk mampu mengatasi seluruh kebutuhan dari rakyat negara Islam, baik muslim maupun non muslim. Tidak ada artinya berproduksi yang berorientasi ekspor, jika pada saat yang sama untuk berbagai kebutuhan yang mendasar harus mengimpor, bila itu sudah bisa dipenuhi kemampuan industri dalam negeri.
Namun pada saat yang sama perindustrian juga dibangun atas dasar strategi dakwah dan jihad, defensif maupun offensif, baik yang sifatnya non fisik maupun fisik.
Dari sisi non fisik, seluruh pembangunan industri harus dibangun dalam paradigma kemandirian. Tak boleh sedikitpun ada peluang yang akan membuat kita menjadi tergantung kepada orang-orang kafir, baik dari sisi teknologi (melalui aturan-aturan lisensi), ekonomi (melalui aturan-aturan pinjaman atau ekspor-impor) maupun politik.
“… Allah sekali-kali tak  akan memberi jalan pada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 141)
Sedang dari sisi fisik, seluruh industri yang ada, harus mampu dimodifikasi untuk menyediakan keperluan untuk jihad pada saat dibutuhkan. Industri alat-alat berat yang pada saat damai akan membuat kereta api atau alat-alat dapur, pada saat perang harus mampu dengan cepat disulap menjadi industri tank atau senapan otomatis.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak tahu; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Qs. al-Anfâl [8]: 60)

Islam menetapkan bahwa sejumlah sumber daya tidak bisa dimiliki oleh individu. Kepemilikannya adalah milik seluruh ummat. Negara menjadi pengelolanya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Kalaupun ada individu yang terlibat dalam pencarian, produksi atau distribusinya, maka ia hanya dibayar sesuai dengan kerjanya; bukan dengan pola bagi hasil seperti seakan-akan dia bagian dari pemiliknya. Karena pada hakekatnya, hak kepemilikan umum tersebut tidak bisa dialihkan kepada siapapun.

Di sini tampak bahwa masalah perindustrian dalam Islam tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus terpadu dalam satu paket dengan aturan-aturan syariah yang lain.

Yang bisa membuat seluruh aturan-aturan ini terislamisasi tentu saja hanyalah revolusi aqidah pada masyarakat. Karena seluruh sistem itu, termasuk sistem perindustrian, harus terpancar dari aqidah Islam. Karena itu, revolusi industri harus didahului dengan revolusi aqidah. Aqidah islam lah yang akan membuat kepemimpinan ideologis, sehingga seluruh cara berpikir ummat berubah.

Ini pulalah yang membuat Rasulullah memulai dengan dakwah aqidah yang bersifat ideologis. Ketika dakwah ini berhasil diemban oleh sebuah negara, maka seluruh politik, termasuk politik perindustrian dilaksanakan di atas dasar ideologi itu, sehingga kemudian makin memperkuat kemandirian negara Islam itu sehingga bisa menundukkan adi kuasa-adi kuasa saat itu.
Masa tersebut akan terulang, bila dakwah kita meniru pola dari Rasulullah. Wallahu a’lam.
Previous Post Next Post