KDRT, Problem dan Ancaman Yang Tak Kunjung Usai




Oleh: Sania Nabila Afifah
Komunitas Muslimah Rindu Jannah


Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) saat ini menjadi  kasus yang sering terjadi. Hampir setiap hari media cetak maupun elektronik memberitakannya. Kasus ini tak pernah usai karena belum ditemukan solusi pemecahan yang tepat. Kasus yang sering kita temukan di sekitar kita, daerah lain maupun negara lain. Sungguh,  KDRT telah menjadi ancaman bagi keluarga.

Kasus ini biasanya menimpa  pada lingkup keluarga baik antara istri, suami, anak, dan orang tua yang hidup serumah.

Seperti  di Jember, Guntoro (64 tahun) nekat memaksa dan mengancam istrinya dengan senjata tajam berupa celurit supaya mengaku kalau dirinya telah berselingkuh. Tak sampai di situ, korban juga telah dianiaya untuk membenarkan perilakunya selama ini di belakang sang suami (sindonews.com, 04/03/2019). Kasus-kasus KDRT tidak hanya terjadi di Jember. Kota lain bahkan negara lain menghadapi persoalan serupa.

Di Jakarta, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kian marak terjadi. Komnas Perempuan Indonesia mengungkapkan terdapat 259 ribu laporan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2017. Pada 4 Januari 2018, masyarakat dihebohkan dengan kasus suami menginjak perut istrinya yang sedang mengandung 8,5 bulan. Ada pula kasus seorang suami yang tega menjual istrinya.

Begitu pula kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Tel Aviv. Dilansir dari Kompas.com, 12/05/2018,  ribuan perempuan Israel menggelar aksi protes pada hari Selasa (4/12/2018). Aksi ini  menentang kekerasan dalam rumah tangga dan menyerukan agar pemerintah mengambil tindakan lebih tegas. Aksi unjuk rasa terjadi setelah dua perempuan dilaporkan tewas akibat tindakan kekerasan dalam rumah tangga pada pekan lalu. Akibatnya jumlah perempuan yang terbunuh di Israel tahun ini mencapai 24 orang.

Miris sekali jika melihat fakta-fakta yang terjadi di atas. KDRT terjadi rata-rata dipicu oleh ekonomi, perselingkuhan, minimnya ilmu, agama, dan juga lingkungan. Dari faktor tersebut salah satunya bisa menjadi pemicu perselisihan, pertengkaran berujung percekcokan antar anggota keluarga. Begitu juga kekerasan seperti memukul, melukai, dan terkadang sampai menghilangkan nyawa dari anggota keluarga. Atau jika tidak, berakhir dengan perceraian. 

Kapitalisme Sekuler Biang Kerusakan.

Kapitalisme sekuler adalah salah satu aturan kehidupan yang saat ini diterapkan dalam mengatur umat manusia dalam setiap sendi kehidupan. Dari asas sekularisme yaitu pemisahan agama dalam kehidupan menjadikan manusia jauh dari agama. Pemisahan ini, menyebabkan terjadinya kerusakan, pertentangan disebabkan peran agama dibuang dari kehidupan. Agama hanya boleh mengatur urusan ibadah ritual saja. Sedangkan dalam bernegara peran agama dipisahkan.

Hal ini berdampak  manusia menjelma menjadi sebuah masyarakat yang bebas dalam memutuskan segala perbuatannya. Tanpa berfikir dan menyesuaikan perbuatannya dengan syariah Islam. Akibatnya kehidupan menjadi buram dan tak terarah. Tak tahu apa tujuan hidup yang sebenarnya. 

Apalagi dalam membina keluarga dan keutuhannya. Mayoritas masyarakat saat ini memandang sebuah keluarga hanya sebatas hubungan biasa. Menikah hanya sekedar simbol bahwa telah menikah, bahkan menikah tidak lain hanya untuk memuaskan kebutuhan biologis saja.

Pemikiran  materialis telah mengakar dalam benak umat saat ini dan menjadi tolok ukur dalam menilai sesuatu. Sistem kapitalis mengakibatkan berbagai  kesulitan ekonomi. Kurangnya lapangan pekerjaan bagi para suami serta tingginya biaya hidup,  memungkinkan para istri menuntut para suami untuk mendapatkan uang lebih banyak. Untuk  biaya hidup, pendidikan anak, dan lainya. Apalagi kehidupan yang menuntut hidup hedonis dan  konsumtif,  menjadi sebab terjadi kekerasan karena kurangnya pemberian uang belanja.

Gender merupakan salah satu solusi dalam sistem kapitalis. Menurut para kapitalis agar kehidupan keluarga sejahtera yaitu dengan menjadikan para wanita bekerja agar bisa membantu pulihnya ekonomi keluarga. Para istri rela keluar rumah untuk bekerja. Meninggalkan tanggung jawab menjadi ummun warabbatul bait. Dari sanalah muncul masalah baru yaitu perselingkuhan.

Dengan keluarnya wanita dari rumah dan bebas berinteraksi dengan lelaki asing memungkinkan terjadinya perselingkuhan. Sebab,  tidak adanya aturan yang mengatur aktivitas laki-laki dan wanita di tempat bekerja, atau kontrol dari negara.

Minimnya pengetahuan umum di desa maupun di kota juga berdampak terhadap rendahnya taraf berpikir. Menjadikan kehidupan mereka semakin terpuruk. Ditambah dengan keimanan yang lemah disebabkan kurangnya terhadap pemahaman agama Islam. Semakin membuat umat manusia terbawa arus rusaknya kehidupan ini. Inilah dampak buruk dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. 

Konseling gender dengan pemberdayaan perempuan tak mampu mensejahterakan keluarga dan ketahanan keluarga. Sebab solusi ini hanya mampu bertahan sementara. Tak mampu menyelesaikan permasalahan hingga akarnya. Karena itu kasus KDRT akan selalu muncul dan menjadi ancaman  nyata yang terjadi secara sistemik.

Islam Sebagai Solusi 

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi topik yang belakangan hangat dibicarakan. Agar tidak terjadi hal tersebut Islam jauh sebelumnya memberikan panduan. Kewajiban seorang muslim adalah kembali kepada petunjuk yang telah digariskan oleh Islam dalam setiap aspek kehidupan. Islam dengan kesempurnaannya tidak melalaikan aspek ini. Kedudukan antara suami, isteri dan anggota keluarga yang lain telah dijelaskan dalam agama kita. Demikian juga dengan hak dan kewajiban serta aturan-aturan yang telah Allah tetapkan dalam keluarga.
Islam menjadikan suami sebagai kepala keluarga. Allah Ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka” [TQS An-Nisâ`/4:34]
Ketika menafsirkan ayat ini, al-Alusi berkata: “Tugas mereka (para suami) adalah mengurus para isteri sebagaimana penguasa mengurus rakyat dengan perintah, larangan dan sebagainya”.
Sedangkan al-Qurthubi berkata: “قََوَّام adalah wazan فَعَّال –yang dipakai untuk mubalaghah (memberi makna lebih)- dari ) القيام على الشيءmengurusi sesuatu), dan menguasai sendiri (istibdad) urusannya, serta memiliki hak menentukan dalam menjaganya. Maka kedudukan suami dari isterinya ialah sampai pada batasan ini, yaitu mengurusnya, mendidiknya, berhak menahannya di rumah, melarangnya keluar, dan isteri wajib taat serta menerima perintahnya selama itu bukan maksiat. 

Islam telah menjelaskan hak masing-masing suami dan isteri. Syariat Islam memberikan suami hak yang besar atas isterinya. Sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ.

“Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya akan aku perintahkan para isteri untuk sujud kepada para suami mereka, karena besarnya hak yang Allah berikan kepada para suami atas mereka” [HR Abu Dawud, 2142. At-Tirmidzi, 1192; dan Ibnu Majah 1925. Dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwa`ul-Ghalil, 7/54]

Demikianlah Islam mendudukkan dan inilah jalan kebahagiaan. Sebuah keluarga akan bahagia jika memahami dan mengikuti petunjuk ini. Pasangan yang serasi ialah pasangan yang membangun hubungan mereka di atas pilar ini. Sebaliknya, emansipasi yang banyak diserukan banyak kalangan pada zaman ini hanyalah fatamorgana yang seakan indah di mata, namun pahit dirasa; karena menyelisihi sunnah yang telah diatur oleh Sang Pencipta.

Mekanisme Ketahanan Ekonomi Keluarga

Peradaban kapitalis-neolib menjadikan laki-laki dan perempuan berkontribusi sama dalam menghasilkan pendapatan keluarga (tidak ada strategi pencari nafkah utama). Sedangkan posisi negara dalam mengatur pemenuhan kebutuhan pokok keluarga adalah  sekedar sebagai regulator saja, membuat paket-paket kebijakan yang mendorong perempuan ikut menambah pemasukan pendapatan keluarga. Adapun peran negara dalam memenuhi kebutuhan pokok massal (pendidikan, kesehatan, keamanan) adalah dengan memprivatisasi layanan pendidikan dan kesehatan karena keterbatasan keuangan negara. Akibatnya, layanan pendidikan dan kesehatan menjadi pos yang banyak menyerap belanja keluarga.

Sejatinya, masyarakat membutuhkan peran aktif negara untuk mengurus dan melayani mereka membangun ekonomi keluarga yang kokoh. Masyarakat harusnya sadar, tidak mau ditipu dengan slogan-slogan membangun ketahanan ekonomi keluarga secara mandiri. Karena itu sebetulnya adalah bukti nyata ketidakbecusan pemerintah untuk mengurus rakyatnya sendiri. Program membangun ketahanan ekonomi keluarga dengan menggiatkan peran perempuan sebagai penggerak ekonomi keluarga, adalah gerakan menjadikan perempuan sebagai ‘sapi perah’, bahkan oleh negaranya sendiri.
         
Peradaban Islam dalam kepemimpinan negara Khilafah terbukti mampu membangun ekonomi keluarga yang kokoh lebih dari 13 abad. Rahasianya, karena sistem ekonomi yang diberlakukan negara adalah sistem ekonomi yang menggunakan syariat (aturan) ekonomi dari Alquran dan Assunnah. Ekonomi Islam menuntut penguasa agar melayani dan memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Hasilnya terbentuklah ekonomi keluarga yang kokoh, yang mampu memenuhi kebutuhan primer, sekunder, tersier dengan kualitas yang sangat baik.

Negara Khilafah menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negara.  Khilafah juga akan melarang privatisasi sumberdaya alam seperti minyak, gas, mineral dan juga air, sehingga akan menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang di sektor publik. Negara Khilafah juga akan berusaha keras untuk menciptakan suasana bisnis yang kondusif dan sehat, memberikan bantuan pelatihan teknis, penyediaan lahan, peralatan pertanian bahkan modal untuk mereka yang tidak mampu. Negara Khilafah juga akan menyiapkan para ahli untuk laki-laki yang mampu agar membuka usaha atau bertani di lahan mereka. Khilafah harus menyediakan bantuan keuangan dari Baitul Mal (Departemen Keuangan) bagi perempuan yang tidak ada penanggungnya. Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang mati meninggalkan harta, maka harta itu bagi ahli warisnya. Siapa saja yang mati meninggalkan hutang atau tanggungan, maka hutang dan tanggungan itu merupakan kewajiban kami.

Negara Khilafah menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan atau jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafkahnya. Negara turun tangan langsung memberikan kesejahteraan, membangun ketahanan ekonomi keluarga. Kepala negara dalam Khilafah tidak bersikap sebagai pedagang/produsen/pengusaha. Sebagaimana sikap kepala negara dalam negara demokrasi. Khalifah melayani untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Bukan berhitung keuntungan (profit) sebagaimana kepala negara sistem demokrasi.
        
Dalam Negara Khilafah, pilihan bekerja ini bisa diambil perempuan secara leluasa, karena Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami/ayah, kerabat laki-laki bila tidak ada suami/ayah atau mereka ada tapi tidak mampu, serta jaminan Negara Khilafah secara langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya seperti para janda miskin.  Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Siapa saja yang meninggalkan kalla maka dia menjadi kewajiban kami.” (HR Muslim). Kalla adalah orang yang lemah dan tidak mempunyai anak maupun orangtua. 

Dalam Khilafah Islam tidak akan ada perempuan yang terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja, mereka bekerja semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat, sementara tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga tetap terlaksana. Jenis pekerjaannya pun adalah pekerjaan yang tetap menjaga kemuliaan dan kehormatan perempuan. Negara Khilafah akan menutup semua akses jenis pekerjaan yang mengeksploitasi dan mengekspose tubuh perempuan. Islam melarang pria dan wanita untuk melakukan segala bentuk perbuatan yang mengandung bahaya terhadap akhlak atau yang dapat merusak masyarakat. Dilarang mempekerjakan perempuan dengan tujuan memanfaatkan aspek keperempuanannya. Rafi‘ ibn Rifa’ah menuturkan: Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “Begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun.” (HR Ahmad).
  
Semua mekanisme itu untuk merealisasikan kebaikan dalam masyarakat, yang di dalamnya terpenuhi kesucian, ketakwaan, kesungguhan, dan kerja (produktivitas).  Semua orang akan merasa tenteram di dalam Negara Khilafah, merasa tenang jiwanya, sekaligus menjamin kehidupan umum agar menjadi kehidupan yang serius dan produktif, mampu memenuhi kebahagiaan dan kesejahteraan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Hanya Islam yang dapat menyelesaikan masalah dalam keluarga. Dengan sistem Khilafah aturan Islam akan bisa diterapkan dalam segala aspek kehidupan dengan Khalifah yang berperan sebagai pelaksana dalam menerapkan aturan-aturan Islam. Maka selain terwujud masyarakat yang Islami juga keluarga akan terjaga. Dan menjadi keluarga yang kokoh, yang akan melahirkan generasi yang gemilang.

Sebagai Muslim Allah telah mewajibkan kita semua untuk menjalankan Islam secara kaffah sebagaimana firman-Nya;  “ Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian kedalam Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, sungguh dia (syaitan) adalah musuh yang nyata bagimu” (TQS al-Baqarah:  208).

Wallahu a’lam bish-shawab
Previous Post Next Post