Kecewa Menghantar Pada Ketaatan

Oleh: Nuni Toid

Sebagai manusia biasa wajar merasakan kekecewaan pada seseorang. Merasa kita paling teraniaya, terzalimi, dianaktirikan dan ter,ter yang lain membuat hati akan jadi melow  dan meranalah dia.

Merana. Sebuah kata yang pendek dan sederhana tapi mempunyai makna sangat dalam bagi yang mengalaminya. Tak ada pelipur lara yang mampu menghiburnya, tak ada kekasih hati yang sanggup mengobati kegundahannya. Hanya seekor cicak yang setia menemaninya.

Hingga pada masanya dipertemukan lah dengan seseorang yang sederhana dari segi fisik tapi punya talenta yang luar biasa. Dia diajari arti mengenal Rabbnya, diajari bagaimana harusnya dia menghadapi kehidupan, diajari bagaimana agar tak merasa kecewa, diajari untuk bisa menjadi insan yang berharga, diajari bagaimana memandang kehidupan ini dan yang paling membuatnya terharu, sosok yang sederhana itu meminangnya untuk menjadi istri dan ibu dari anak -anaknya. Dengan deraian air mata antara bahagia, sedih, bingung dan setumpuk perasaan yang tak bisa diluapkan dengan kata-kata meledaklah tangisan itu.

Kini dia merasa hidupnya penuh arti dan bermakna. Dia bersyukur masih ada sosok yang baik, santun, shaleh, bertanggung jawab menjadikan diri ini istrinya "Ya Rabb, ternyata aku tak sendiri, masih ada yang sayang dan cinta,  semua itu atas pertolongan dan bukti bahwa Kau selalu ada dan sayang pada umat-Nya."

Akhirnya  kebahagiaan itu pun hinggap pada bahtera kehidupannya dengan dikarunia anak - anak yang tampan, cantik dan cerdas-cerdas. Semoga kelak anak -anaknya bisa membanggakan dan mengangkat derajat ayah bundanya di hadapan manusia dan di hadapan Rabbnya. Seperti doa-doa kita yang selalu di panjatkan pada Illahi  Rabbi, "Rabbana hablanaa min azwaajinaa wadzurriyatinaa qurrata a'yuniw waj 'alnaa lil muttaqiina imaamaa." (TQS: Al furqon [25]: 74 ).

Walau faktanya tak mudah mewujudkan itu semua. Zaman dimana manusia hidup dengan aturannya sendiri. Aturan Illahi hanya diemban oleh segelintir individu saja, itu pun hanya ritual saja. Sedangkan aturan yang mengikat manusia dengan  kehidupan sudah berkiblat kepada Barat.

Kebebasan sudah menguasai hampir di setiap sendi kehidupan. Amat tak mudah mendidik anak-anak yang generasi Islami, religius, dan cerdas seperti sahabat-sahabat Rasul Saw. Karena saat ini manusia sudah mengabdi pada kebebasan.

Tentu kita tak rela bila  anak-anak kita hidup dalam sistem yang kacau ini. Sudah saatnya manusia memiliki sistem yang benar dan mulia. Sistem yang langsung *di buat*  oleh Sang Pembuat sistem yakni Sang Khaliq.

Maka kita bisa mendidik anak-anak kita dengan  berlandaskan aqidah yang  benar yakni Islam. Kelak akan menjadi generasi yang beraqidah kuat, cerdas dan cemerlang.

Storytelling
Bandung, 1Mei 2019
Wallahu a'lam bi ash shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post