Kontras Pemilu Ala Demokrasi Dan Islam

Oleh : Radhiatur Rasyidah, S.Pd.I (Pemerhati Generasi dan Keluarga & Anggota AMK Kalsel)

Ribet bin mumet, itulah yang dirasakan umat saat ini semenjak menjelang pemilu, saat pemilu dan pasca pemilu. Bagaimana tidak, masyarakat sudah disibukkan dengan berbagai hal saat menjelang pemilu. 

Bingung menentukan pilihan juga tak kalah menghebohkan jagat raya. Akhirnya terciptalah dua kubu yang bersebrangan yang dijuluki dengan Kubu Cebong dan Kubu Kampret. Astaghfirullah.

Kondisi semakin memanas saat detik-detik menjelang pemilihan. Money politik bergentayangan. Dari serangan senja hingga fajar menghiasi pembicaraan dikalangan masyarakat. Dari pemberian karpet, sendal, baju, tas, sembako hingga uang pun ada. 

Yang lebih memusingkan berbagai pihak adalah pasca pemilu. Di mana masing-masing kubu mengklaim kemenangannya. Di satu sisi C1 dari beberapa TPS selalu menyatakan 02 yang lebih tinggi. Namun quick count bicara lain, yang berdasarkan quick count hingga saat ini dimenangkan oleh 01.

Bingungkan ? 
Itulah yang terjadi ketika rujukannya tidak jelas. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam demokrasi pemilihan pemimpin itu mahal, rentan melakukan kecurangan karena dalam sistem ini boleh menghalalkan  segala cara bahkan pemilu kali ini tidak tanggung-tanggung memakan banyak korban.

Dalam demokrasi, pemimpin menerapkan aturan buatan manusia, memimpin secara berkala (5 tahun maksimal 2 periode), dan menerapkan pembagian kekuasaan.

Inilah yang terjadi ketika pemilihan umum baik presiden maupun calon legeslatif ini masih dalam sistem demokrasi Kapitalis Sekularis. Dimana pihak kapital lah yang berkuasa sebenarnya. Adapun sekularisme adalah faham pemisahan agama dari kehidupan, sehingga inilah akar masalah dari kecurangan-kecurangan yang terjadi karena ia menghalalkan apa saja walau sebenarnya bertentangan dengan agama.

Pemilihan Pemimpin dalam Islam 

Dalam Islam, kekuasaan sangatlah penting. Yaitu untuk menegakkan, memelihara dan mengemban agama ini.

Pentingnya kekuasaan sejak awal disadari oleh Rasulullah saw. Inilah yang disyaratkan oleh Allah Swt melalui firman-Nya dalam QS.Al-Isra ayat 80 yang artinya : Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dakeluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong."

Adapun syarat-syarat seorang pemimpin dalam Islam adalah ia harus seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu.

Cara memilih khalifah dalam sistem khilafah sangatlah murah, mudah, cepat dan tentunya berkah karensesuai syari'ah. Tidak perlu menunggu masa kampanye yang lama, tidak perlu menghabiskan dana yang luar biasa. Tidak perlu menunggu hasil sampai berbulan-bulan. Karena batas ketiadaan pemimpin dalam Islam adalah 3 hari 2 malam.

Ketika sudah ada calon yang memenuhi syarat in'iqad. Maka Majelis Umat yang sebagai pelaksana mengumumkan calon-calonnya dan mengawal pelaksanaan sampai terpilihnya khalifah yang kemudian dibai'at dengan bai'at in'iqad dan setelah diumumkan maka ummat wajib berbai'at dengan bai'at taat.

Namun, dalam kondisi sekarang, ketika Khilafah belum ada, maka solusi untuk mengangkat seorang Khalifah tentu bukan melalui Pemilu. Karena pemilu bukanlah metode baku dalam mendirikan Khilafah. Juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Namun, ini hanyalah uslub. Bisa digunakan, dan bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Islam telah menetapkan, bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai’at. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan menggunakan uslub pemilu.

Karena itu, mengerahkan seluruh potensi untuk melakukan uslub yang mubah, namun meninggalkan metode baku yang wajib, yaitu thalab an-nushrah dan bai’at, jelas tidak tepat. Meski harus dicatat, bahwa thalab an-nushrah tidak akan didapatkan begitu saja, tanpa proses dakwah dan adanya jamaah (partai politik Islam idelogis) yang mengembannya. [Ust.Hafidz Abdurrahman dalam  www.globalmuslim.web.id].
Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post