Neoliberalisasi Avtur Membuat Rakyat Menderita

Penulis : Ilma Kurnia P, S.P

Pemberitaan ramai diperbincangkan dalam dunia penerbangan kembali mengemuka. Kali ini bukan persoalan pesawat jatuh tetapi polemik dari harga tiket pesawat yang meroket, bagasi berbayar yang fantastis, bahkan sampai mahalnya bahan bakar pesawat yaitu avtur. PT Pertamina (Persero) telah mengumumkan bahwa harga avturnya diturunkan dari semula sebesar Rp 8.210/liter menjadi Rp 7.960/liter. Sementara, posting price di Bandara Changi Singapura sebesar Rp 10.760/liter. Pengamat energi sekaligus Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Puskepi Sofyano Zakaria menilai, langkah Pertamina ini lebih didasari kepedulian BUMN energi tersebut atas persoalan yang tengah meresahkan masyarakat, daripada pertimbangan bisnis. 

“Karenanya saya tidak yakin harga tiket penerbangan bisa jadi murah hanya karena Pertamina menurunkan harganya sebesar itu, kecuali pemerintah memberikan subsidi sebesar 50% dalam harga avtur”, tegas Sofyano. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira A mengatakan,.

avtur menyumbang 24% dari total biaya maskapai domestik, artinya jika ada kenaikan avtur, dampaknya sangat signifikan. Sedangkan menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setyawan menilai, terkait dengan polemik harga avtur mesti dilihat dan dikaji lebih dalam lagi. Lebih lanjut, ia menilai sangat tidak adil jika avtur dijadikan sebagai komponen perhitungan harga tiket, biaya bahan bakar hanya dikenakan sebesar 26% dari harga tiket. Adapun Mamit berpendapat, polemik harga avtur ini lebih kepada persoalan business to business antara Pertamina dan maskapai. 

Mahalnya harga tiket pesawat didalam negeri sangatlah berdapak luas, jumlah penumpang sepi sehingga pembatalan penerbangan terjadi di sejumlah bandara. Rendahnya mobilitas masyarakat ikut membuat industri pariwisata kian lesu. Kenaikan harga tiket pesawat yang mencapai 40% menyebabkan berkurangnya minat masyarakat untuk berlibur di dalam negeri dan lebih memilih ke luar negeri karena harga tiket lebih murah. Naiknya harga tiket pesawat ini dikarenakan kehadiran pihak lain dalam menjual avtur yang perlu peninjauan terkait infrastruktur. 

Pasalnya saat ini penjaul avtur satu-satunya di Indonesia yaitu PT. Pertamina (Persero) yang juga melakukan investasi infrastruktur. Beberapa saran diberikan oleh Abra Talattof (peneliti INDEF) agar harga  tiket pesawat tidak membebani masyarakat, salah satunya dengan mengurangi PPN bagi Pertamina saat menjual avtur, kedua pemerintah juga perlu mengurani biaya yang dikenakan otoritas bandara kepada Pertamina saat menjual avtur. Ketiga, pertamina harus mengurangi ketergantungan impor minyak, sebab saat ini pertamina mengimpor 40% minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan avtur dalam negeri. Selain dipicu harga avtur yang mahal pengamat penerbangan mengatakan saat ini perusahaan maskapai penerbangan tengah menerapkan pola dynamic princing atau dikenal permainan harga dimana harga produk dan jasa akan bervariasi berdasarkan penentuan harga pada kondisi tertentu. 

Dampak Adanya Neoliberal
Inilah konsekuensi jika menerapkan sistem ekonomi neoliberal atau dikenal dengan ekonomi neoliberal yang menundukan negara dan penguasa sebagai perpanjangan tangan kepentingan kapitalis. Neoliberalis jelas-jelas telah menimbulkan bahaya bagi umat manusia. Karena ketika neoliberal dipraktikan disebuah negeri akan terjadi beberapa dampak seperti naiknya harga-harga barang dan jasa yang menyulitkan rakyat salah satunya kenaikan harga tiket pesawat karena naiknya harga avtur. 

Tak hanya itu neoliberalis juga telah merampas hak rakyat, kekayaan alam yang merupakan milik rakyat dengan kebijakan liberalisme justru diambil alih oleh negara imperealis melalui kerjasama. Adanya ekonomi neoliberal inilah yang sangat tidak menguntungkan bagi rakyat, sehingga dengan penerapan ini lebih banyak merugikan atau menyengsarakan rakyat daripada mensejahterakannya, dan lebih menguntungkan penguasa. 

Padahal di dalam islam  seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan kebijakan yang dapat mensejahterakan rakyat bukan justru membebani rakyat. Karena kepemimpinan itu adalah amanah yang besar dimana ketika terpilih menjadi seorang pemimpin berarti secara otomatis rakyat mempercayai kepemimpinannya dalam segala ketentuan atau kebijakan untuk kehidupan rakyat. Yang tentunya dapat membuat rakyat hidup makmur dan sejahtera. 

Tetapi semua ini tidak akan berarti selagi masih menggunakan sistem liberalisme buah dari kapitalisme karena sistem ini hanya akan menguntungkan bagi pemilik modal yang tentunya memiliki berbagai cara untuk mengambil keuntungan yang besar hanya untuk dirinya dan bukan untuk rakyat. Maka dari itu, sudah saatnya kita kembali dengan dasar islam karena hanya dengan menerapkan syariat islamlah bisa mewujudkan kepemimpinan yang patuh dan taat terhadap ketetapan syariat dan mampu memfungsikan diri sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Dan tentunya mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat dan negara. Wallahua’lam bishawab.........
Previous Post Next Post