Masih Percaya Dengan Demokrasi ?

Penulis : Hamsina Halisi Al Fatih

Mungkin sebagian umat Islam bahkan termasuk anda sendiri menganggap bahwa demokrasi itu adalah sebuah sistem terbaik yang mampu mengatur kehidupan manusia. Padahal jika menengok sejarah lahirnya Demokrasi, bisa dipastikan anggapan itu akan berubah 360 derajat. Sebab sistem yang katanya baik ini ternyata adalah sebuah sistem paling buruk dan rusak sejak kemunculannya.

Untuk lebih jelasnya, saya akan memaparkan sedikit sejarah awal munculnya Demokrasi yang saya ketahui sedikit hal tentang demokrasi itu sendiri.

Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno, democratia/Demoscratos. Plato yang merupakan seorang filosof yang memiliki nama asli Aristocles (427-347 SM) sering disebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan istilah democratia itu. 

Demos berarti rakyat, cratos berarti pemerintahan. Demokrasi menurut Plato kala itu adalah adanya sistem pemerintahan yang dikelola oleh para filosof. Hanya para filosoflah yang mampu melahirkan gagasan dan mengetahui bagaimana memilih antara yang baik dan yang buruk untuk masyarakat. Belakangan diketahui sebetulnya yang diinginkan oleh Plato adalah sebuah aristokrasi (bentuk pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan kelompok kecil, yang mendapat keistimewaan, atau kelas yang berkuasa dan bisa diartikan juga sebagai aturan yang terbaik). 

Selain Plato dan Aristoteles, salah satu nama lain yang dianggap memberikan kontribusi adalah Chleisthenes. Dialah tokoh yang telah mengadakan berbagai pembaruan Athena dalam sebuah sistem pemerintahan kota (Hornblower dalam Dunn, 1992). Pada 508 SM, Chleisthenes membagi peran warga Athenda ke dalam 10 kelompok, di mana masing-masing terdiri dari beberapa demes yang mengirimkan wakilnya ke Majelis yang terdiri dari 500 orang wakil. 

Selain Chleisthenes, juga dikenal nama lain seperti Solon (638-558 SM yang dikenal sebagai tokoh pembuat hukum, Pericles (490-429 SM ) yang dikenal sebagai jenderal negarawan, Demosthenes (385-322 SM) yang dikenal sebagai orator (Ghofur, 2002) dan juga sebagai Bapak Demokrasi Athena.

Namun pada faktanya, demokrasi dalam sejarah peradabannya sejak zaman Yunani Kuno di mana rakyat memandang kediktatoran sebagai bentuk pemerintahan terburuk. Demokrasi dilahirkan kembali sebagai solusi dari dominasi Gereja. Di satu sisi Dominasi gereja dan Raja Eropa menginginkan ketundukan terhadap seluruh urusan kehidupan mulai dari urusan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, sains, dll. 

Tetapi di sisi yang lain ada para filosof dan para cendekiawan/pemikir yang sama sekali  menolak secara mutlak peran agama dalam kehidupan. Dari sini, kita sudah mampu melihat keburukan dari demokrasi itu.

Nah, sementara itu di mana Raja yang bertindak sebaga Wakil Tuhan dengan kediktatoranya memerintah dengan semena-mena bagi para filosofi dan para cendekiawan yang tidak setuju dengan dogma gereja maka akan dihukum. Dan hukumannya pun tidak main-main, ada yang disiksa sampai mati, diburu dan dipenjara. Hingga terjadinya Reformasi Gereja dan Renaissance yang menyebabkan runtuhnya dominasi otoriter Gereja tersebut pasca Revolusi Prancis pada tahun 1789. Maka munculah jalan tengah dari kedua bela pihak antara dominasi gereja dan Raja Eropa serta para filosof maupun para Cendekiawan yang menginginkan adanya pemisahan agama dari kehidupan, yang kita kenal sebagai paham sekularisme yakni agama sama sekali tidak diingkari hanya saja tidak boleh mengatur kehidupan sehari-hari. 

Agama hanya boleh mengatur hubungan antra manusia dengan Tuhannya tetapi dalam urusan politik, ekonomi, sosial, sains, dan sebagainya itu tidak diperbolehkan.

Setelah agama berhasil dipisahkan dari kehidupan, lantas dengan aturan apa manusia harus diatur? Bukankah manusia membutuhkan sebuah aturan yang bisa mengatur kehidupannya? Maka sudah jelas inilah penampakan buruk dari demokrasi yang memisahkan antara peran agama dalam kehidupan.

Demokrasi memiliki adanya 4 pilar kebebasan (four freedom) dimana kebebasan ini dijaminkan untuk setiap individu yaitu Kebebasan beragama, kebebasan berprilaku, kebebasan berpendapat serta kebebasan hak milik/kepemilikan. Dari keempat kebebasan ini, tak heran muncul adanya individu2 yang bebas bahkan seenaknya berpindah agama, munculnya tindakan kriminal, kemaksiatan, penghinaan terhadap syariat Islam, penghinaan terhadap Rasulullah dan juga SDA yang seharusnya menjadi hak milik masyarakat dan seharusnya dikelola oleh negara, kini berpindah tangan kepada kaum kapitalis asing maupun aseng.

Apa ini yang kita banggakan dari demokrasi?
Apa ini yang disebut dengan sistem terbaik?

Dari semenjak zaman orde lama-orde baru bahkan sampai zaman Reformasi saat ini pun demokrasi terbukti gagal dalam mengatur kehidupan masyrakat.

Bukti dari kegagalan demokrasi itu sendiri terlihat bagaimana rezim saat ini tidak mampu memberikan solusi yang tuntas atas permasalahan umat justru rezim ini malah menunjukkan kezolimanya lewat kebijakan-kebijakan yang otoriter mulai dari kenaikan BBM, TDL (Tarif Daya Listrik), kenaikan harga LPG, dll.

Apa Masih Percaya Dengan Demokrasi ?
Padahal kita memiliki aturan yang mampu menyelesaikan permasalahan umat secara global saat ini.

Jika kita memiliki aturan Islam, kenapa masih mempertahan demokrasi yang sudah nyata terbukti gagal?

Maka sudah saatnya kita kembali ke aturan yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata'ala. Aturan yang mengikat sendi-sendi kehidupan manusia yaitu ISLAM dalam bingkai khilafah.
Allah berfirman dalam surah Al maidah ayat 50:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ 
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

Maka pilihannya adalah mau memilih demokrasi yang jelas aturannya berasal dari akal manusia yang terbatas atau aturan yang telah ditetapkan oleh Allah?
Wallahu a'lam bishshowab.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post