Tes Baca Al Quran Bagi Calon Pemimpin, Pentingkah?

Penulis : Yuli UmmuRaihan
( Member Akademi Menulis Kreatif)

"Iqra' ( bacalah ), bacalah dengan dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan,"
Penggalan surat Al Alaq ini memang mewajibkan kita untuk membaca, membaca dalam artian yang luas.
Termasuk membaca secara lahiriah kalam Allah yaitu Al Quran yang berisi petunjuk untuk umat manusia.

Baru-baru ini, Dewan Ikatan Da’i Aceh mengusulkan adanya tes baca Al-Quran bagi kedua paslon. Mereka mengundang Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga untuk hadir baca Al-Quran di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada 15 Januari 2019.(Okezone.com/30122018)

Usulan ini pun mendapatkan respon dari kedua kubu. Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai tes baca tulis Alquran tak perlu dilakukan oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Menurut BPN, yang lebih penting ialah pengamalan nilai kitab suci dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Tapi yang sangat dan lebih penting adalah pemahaman terhadap isinya dan bagaimana mengamalkannya secara demokratis dan konstitusional di NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 45," kata Juru Debat BPN Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid saat dikonfirmasi Okezone, Minggu (30/12/2018).

Tak ketinggalan, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Hajriyanto Thohari angkat bicara soal usulan tes mengaji dan tulis Alquran bagi calon presiden dan wakil presiden. Menurutnya syarat dari Komisi Pemilihan Umum sudah cukup, tak perlu ditambah lagi.
"Melihat syarat-syarat capres dan cawapres sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, di dalam aturan tentang Pilpres dan di dalam peraturan-peraturan KPU, itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi syarat bagi seorang capres," kata Hajriyanto.(Merdeka.com/30122018)

Ide dilaksanakannya tes baca Qur’an untuk Capres dan Cawapres dan respon dari kedua paslon merupakan salah satu bukti bahwa dalam sistem demokrasi yang berazaskan sekuler  Al-Qur’an hanya menjadi alat permainan politik untuk memenangi persaingan, meraih kekuasan dunia. Akan tetapi, Al-Qur’an tidak dianggap penting keberadaannya di sisi yang lain, dalam artian hanya diimani sebagian dan diingkari bagian yang lainnya.

Dalam Islam syarat pemimpin itu adalah muslim, laki-laki, merdeka, baligh, berakal,adil,  mampu( memiliki kapasitas).

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah sekaligus petunjuk hidup yang wajib untuk diamalkan isinya secara keseluruhan bukan hanya parsial oleh seluruh kaum Muslim. Jika hanya dilakukan tes baca Al-Qur-an,  itu bukan sebuah prestasi, apalagi daya tarik untuk memikat pemilih, anak kecil pun juga bisa melakukannya. 

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah mereka  mau ,bisa dan mampu menerapkan isi Al-Qur’an secara kaffah di sistem demokrasi saat ini?
Apakah mau menjadikan Al Quran sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan dan membuat aturan?
Tentu saja tidak bisa. Karena sistem demokrasi sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Sistem sekuler demokrasi menempatkan hukum Allah tidak seperti selayaknya. 
Hukum Allah dipaksa tunduk pada hukum muatan manusia , jika sesuai dan memungkinkan barulah diambil jika tidak maka harus ditinggalkan bahkan diubah sesuai nafsu dan pikiran buatan manusia.

Sebagai seorang muslim kita senantiasa didorong untuk gemar membaca Al Quran, karna akan jadi syafaat di hari kiamat nanti, membacanya dengan tartil, jelas pelafalan huruf,  khusyuk, dan suara yang indah( membaguskan tilawah).

Membaca Al Quran yang baik dan benar karna Allah saja, bukan niat yang lain apalagi sekedar pencitraan, mencari perhatian, mendapat popularitas, menaikkan elektabilitas, karna  nabi mengatakan nasib buruk bagi orang yang demikian kelak ia akan diseret dan disungkurkan ke neraka, nauzubillahi min zalik.

Bahkan Rasulullah mengkhawatirkan kelak datang suatu kaum yang gemar membagus-baguskan bacaan Al Quran, dan pemimpin yang bodoh, aparat yang zalim, anak muda yang menjadikan al Quran sebagai seruling( musik). Semua kekhawatiran nabi hari ini mulai tampak ditengah masyarakat kita.

Selain dibaca al Quran wajib pula diamalkan isi kandungannya, karna didalamnya berisi petunjuk, aturan, solusi atas semua problematika kehidupan, peringatan, kabar gembira.
Maka jika membacanya adalah sunah maka mengamalkannya adalah kewajiban.

Al Quran juga membahas akidah, hukum bagi manusia baik ekonomi, sosial, pemerintahan, militer dll. Dan hukum tersebut adalah hukum terbaik tak bisa ditandingi dengan hukum buatan manusia.

Berhukum dengan hukum Allah adalah perkara yang tak dapat ditawar, apalagi dikompromikan, tak ada pilihan, atau alasan untuk tidak mengimaninya secara total.

Siapa yang tidak mengimani hukum dari Allah maka ia termasuk orang kafir, zalim, dan fasik.

Maka jika sudah ada suatu hukum bagi manusia , maka tak patut bagi manusia itu untuk mencari pilihan yang lain yang telah nyata dan terbukti tidak memberi solusi.

Maka sebagai seorang muslim apalagi seorang pemimpin tes baca Al Quran bukanlah suatu kelebihan, jika  berani ayo tes atau berani tidak berjanji untuk menjadikan Al Quran sebagai pedoman dan pegangan dalam menjalankan roda pemerintahan nanti, beranikah berjanji tidak akan menjadikan AlQuran hanya sebagai alat untuk bersumpah ketika menjabat, beranikah berjanji tidak lagi berurusan dengan riba, menghukum mati pelaku LBGT, memotong tangan para koruptor, menegakkan hukum jilid dan rajam pada pelaku zina, dan semua hukum Islam yang ada dalam Al Quran?

Teladani kisah Muadz bin Jabal yang ketika diamanhi jadi Wali di Yaman, ketika ditanya dengan apa kau akan memimpin mereka, maka dia lantang menjawab dengan Al Quran, ditambah sunah, qiyas, dan ijma sahabat bukan dengan janji-janji manis, visi misi melangit, atau sekedar dukungan tokoh penting dan ulama. 

Pemimpin itu adalah pengembala, ia berkewajiban menjaga dan memelihara dan memberi rasa aman dan nyaman pada gembalaannya dan yang terpenting ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Tentu tak ada yang berani, karna sistem yang saat ini tidak memberi jalan menerapkan semua itu. Maka kita butuh sebuah sistem yang baik, teruji, dan sempurna yang akan menjadikan orang-orang baik leluas menebar kebaikan termasuk seorang pemimpin. Karna sistem yang rusak akan membuat pemimpin sebaik apapun tak mampu memperbaiki tatanan kehidupan yang telah rusak ini, wallahu a'lam.
Previous Post Next Post