Dilematis Gubernur, Hukum dan Moratorium Otonomi di Indonesia

O l e h : ADEK YARFAN SH, MH.
(Penulis adalah : Wakil Ketua Bidang Hukum DPD - L A K I Sumbar)

Masih teringat dibenak kita pesan orang tua tempo dolue kepada anaknya ketika si anak mau merantau ke negeri orang, sebut saja orang Padang merantau ke pulau Jawa, lalu apa kata ayah dan ibu mereka : “hai nak, hati – hati dirantau orang, karena kehidupan memang tak ubahnya seperti roda pedati, kadang diatas dan kadang kala dibawah, artinya sama saja dengan aplikasi otonomi dan hukum saat ini seperti tidak ada ujung dan pangkalnya.

Seperti yang terjadi pada institusi Ditjen Pajak, Bea dan Cukai RI, dimana Presiden Susilo Bambang Yuhoyono sangat kecewa dengan kinerja dari institusi tersebut, karena masih banyaknya ditemui korupsi uang negara (Siaran Head Line News Metro TV Tgl 22 Juli 2010 jam 21.20 wib) sehingga Presiden memanggil langsung para pejabat institusi itu ke Istana negara dan me-warning para pejabat institusi Ditjent Pajak Bea dan Cukai tersebut, agar perbuatan ini jangan terulang kembali kedepannya beberapa waktu yang lalu, sehingga berakibat dilematis pada penegakan hukum di Indonesia.

Betapa pentingnya Penegakan Hukum dan peningkatan Sumber Daya Manusia saat ini, disamping dapat menciptakan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia, sekaligus untuk menciptakan harmonisasi pada tata pemerintahan lintas Kabupaten/Kota di wilayah kerja Gubernur, agar moratorium otonomi ini dapat dikelola dengan optimal, artinya tidak merugikan rakyat, justru akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana judul tulisan penulis di atas “ Dilematis Gubernur dalam rangka mengaplikasikan Moratorium Otonomi dan Hukum “ pada Pemilukada bagi lintas Kabupaten/Kota yang profesional dan proporsional di Indonesia.

Karena itu, sebagaimana kita ketahui bahwa hakekat ber-Otonomi tersebut melekat pada pemerintah Kabupaten/Kota, dengan demikian, mari kita sama-sama membuka mata sebaik-baiknya. Kenapa? Akankah kalau Otonomi ini terletak pada lintas Propinsi mengakibatkan Arogansi bagi para Gubernur ? jawabannya adalah BELUM TENTU. Tapi yang jelas, dengan melekatnya Otonomi tersebut pada lintas pemerintah Kabupaten/Kota, justru meningkatnya moratorium saat ini tapi tidak mencapai target yang optimal dan akan menyulitkan para Gubernur dalam melakukan koordinasi dengan penguasa di daerah Kabupaten dan Kota, dimana munculnya Raja–Raja Kecil pada Kabupaten dan Kota seperti Bupati dan Walikota di negeri Indonesia nan elok ini.

Dalam hal ini, kita tidak bisa juga menyalahkan pemerintah Kabupaten/Kota, walaupun hakekat Otonomi tersebut sekarang melekat pada daerah Kabupaten dan Kota, namun inilah sebuah Output kemasan Undang- Undang Otonomi dan Moratorium Otonomi yang tengah berjalan saat ini, Salah atau Benar, kita lah yang harus menjawab dengan duduk bersama, artinya para wakil rakyat di parlemen yaitu para anggota DPR - RI Khususnya Komisi II, PEMERINTAH dan para PAKAR HUKUM TATA NEGARA. Bersambung………

Post a Comment

Previous Post Next Post