Otak Udang Rebutan Kursi

Oleh : Afri Yuliyanti, SH
Mahasiswa Pasca Sarjana Unand

Tak berkaca, tak berpikir, sudah jelas dikepala banyak kotornya, eh bak Arjuna memoles wajah menampilkan diri sebagai pemimpin rakyat. Sungguh-sungguh sangat naif, jangan salahkan rakyat melanggar aturan, jangan salah alam yang telah murka, gempa bumi mengguncang, longsor dan banjir menerjang di Ranah Minang.

Semaraknya Pemilukada di Indonesia, melambangkan terbangunnya sebuah demokrasi yang mampu memberikan perobahan-perobahan bagi negeri ini. Pemimpin ditentukan rakyat, kebebasan memilih dipertontonkan, otak udang berebut jadi pemimpin.

Seorang pemimpin yang tak mempunyai kemampuan memimpin, hanya bermodal materi, kekuasaan tanpa dosa dan membusung dada menghipnotis rakyat maju mencalonkan diri memimpin rakyat. Ironisnya mereka pelanggar aturan dan tersangkut dengan berbagai persoalan hukum.

Sunguh aneh bin ajaib, sudah jelas dikepalanya bertengger setumpuk kotoran masih juga menepuk dada, “pilih saya” haa.. haa.. ha.. akulah raksasa.
Sebagai wong cilik, kita tidak ada hak untuk melarang dan menghambat mereka mencalonkan diri menjadi pemimpin. Tetapi mari kita melihat perbuatan yang telah mereka lakukan. Tidak usah kita bicara apa borok mereka kalau kita tidak tahu, nanti ujung-ujungnya pencemaran nama baik bro.

Kita ambil pelanggaran kecil saja, sebelum perhelatan Pemilukada dimulai, setiap sudut kota atau kabupaten sudah dibanjiri dengan tampang-tampang calon pemimpin “otak udang”. Dengan beragam pesan yang disampaikan kepada masyarakat, yang intinya mempromosikan diri atau pengenalan kepada masyarakat bahwa ia merupakan salah seorang pemimpin yang memperjuangkan masyarakat dan pantas diberikan kepercayaan.

Padahal secara aturan, itu jelas tidak boleh mereka lakukan sebelum adanya ketetapan dari KPU untuk mengkampanyekan diri, itupun mereka akui. Namun bagaimana aturan tersebut dapat dikenakan kepada mereka, sedangkan simbol-simbol atau pesan yang terpajang pada baliho telah terbungkus dalam profesionalitas baliho yang dimanipulasi, karena mereka menjabat profesi ini dan itu, boleh dong mendekatkan diri.

Tidak usah kita bicara salah dan benar, karena salah dan benar hanya yang kuasa menentukan. Namun sebagai manusia, yang juga mempunyai aturan untuk mengatur tata krama, perlu juga menilai dan bertanya, pantaskah pemimpin seperti ini saya pilih !!
Maka dari itu, carilah pemimpin yang benar-benar tepat dan mempunyai sumberdaya manusia dan mampu memenuhi harapan-harapan kita bersama untuk kesejahteraan rakyat dan bangsa dalam lingkup kesatuan Republik Indonesia.

Post a Comment

Previous Post Next Post