PERSELINGKUHAN, SIAPA YANG SALAH ?


Mia Fitriah Elkarimah
el.karimah@gmail.com

Fenomena perselingkuhan dikalangan masyarakat semakin lama seolah telah menjadi trend hidup masa sekarang. Kasus perselingkuhan dapat dengan mudah ditemukan dan dilakukan oleh siapa saja tanpa memandang usia, jabatan, status sosial, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin. Berkembangnya fenomena perselingkuhan merupakan sebuah bentuk disharmoni dalam keluarga. 

Pernikahan sejatinya merupakan ikatan suci yang menyatukan dua pribadi melalui komitmen hidup bersama sepanjang masa. Kehidupan pernikahan yang harmonis dan senantiasa hangat pasti menjadi dambaan bagi setiap pasangan yang menikah.

Namun dalam proses pencapaian itu sudah tentu mengalami kendala-kendala, sebagaimana diibaratkan rumah tangga dengan perahu yang berlayar ditengah samudra, pasti menghadapi gelombang dan badai. 

Apalagi zaman gadget seperti sekarang ini, ditambah lagi maraknya berbagai fasilitas teknologi (telepon seluler, media jejaring sosial -terutama Facebook, Twitter,- dan beragam aplikasi chatting  semakin memudahkan dan memuluskan jalan bagi tindakan perselingkuhan ini bagi para pelakunya.

Perilaku perselingkuhan yang biasa dilakukan pasangan yang sudah berumah tangga  akan berdampak terhadap keutuhan rumah tangga, potensi keretakan hubungan atau perceraian bisa timbul secara tiba-tiba.  

Perselingkuhan bukan hanya karena  kurangnya kepuasan dari salah satu pasangan " karena "kepuasan akan hal itu adalah candu " yg selalu dikejar  dan dicari bagi orang yang salah dalam standar prioritas kehidupannya " hanya demi kepentingan syahwat".

 Kadang persepsi masyarakat yang menjudge bahwa pelaku selingkuh karena pasangannya tidak bisa melayani dengan baik. "Suami itu diperhatikan kenyamanannya, perutnya, kebutuhan batinnya, biar nggak macam-macam di luar" komentar sebagian masyarakat. 

 Nasehat ini memang benar adanya, memperhatikan kebutuhan salah satu pasangan itu penting, terlebih jika kita sebagai seorang istri yang kewajibanya melayani sang imam. Tapi ingat, karena sebagai bakti kita sebagai istri, bukan tujuan agar suami tidak selingkuh. 

Bahkan perselingkuhan bukan hanya salah  orang yang membuat pasangan kita ke lain hati atau  istilahnya Pelakor atau perebut laki orang. 

"Mana mungkin..... suamiku.... pergi ke rumahmu...tanpa kau suguhkan ..tanpa kau hidangkan..gula gula gula gula ( salah satu  lirik lagu gula-gula Elvy Sukaesih  )

Mengapa dominan yang disalahkan di sini hanya orang ketiga? Mengapa masyarakat hanya memandang buruk pada wanita yang disebut pelakor? Mengapa tidak  menyalahkan sang pelaku utama yang mengkhianati  amanah; istri dan anaknya. 

Islam sebagai agama yang memiliki nilai dan aturan kehidupan telah 
menjelaskan bahwa perselingkuhan  merupakan perbuatan yang dilarang. Perselingkuhan level biasa sampai level luar biasa merupakan perilaku dosa dan melanggar aturan agama.
  
Sebagaimana firman Allah dalam surat 
al-Isra’ ayat (32): 

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.

Perselingkuhan adalah perbuatan yang menjurus pada perzinahan ; berdua-duaan di dunia maya baik lewat FB; BBM; Twitter; WA, atau media apapun bentuknya dalam rangka menyalurkan perhatian atau perlakuan romantisme lainnya bukan kepada pasangan halal,  perbuatan ini dalam kategori  mendekati zina. Ya, mendekati saja sudah dilarang, apalagi jika sampai melakukan perbuatan zina. “

Menyalahkan perempuan saja memang mudah, karena  tak habis pikir mengapa sesama perempuan tega menyakiti yang lain. Namun,  menutup mata bahwa suami juga punya andil besar dalam perselingkuhan itu juga bukanlah tindakan yang bijak.

Islampun memberikan rambu-rambu yang jelas  kepada umatnya mengenai model hubungan laki-laki dan perempuan. Hukuman yang jelas bagi pelaku perselingkuhan dan hukuman yang jelas bagi perusak rumah tangga orang lain. 

Post a Comment

Previous Post Next Post