No title



Perempuan Tak Butuh “Akses Universal”

Oleh : Umma Anta

Program kebijakan yang diperuntukkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk didalamnya para perempuan masih menjadi salah satu fokus utama penyelenggara negara hari ini. Salah satu program nyata yang sedang menjadi fokus kerjasama pemerintah salah satunya adalah adalah Rencana Aksi Program Kerja Sama atau Country Programme Action Plan (CPAP) Tahun 2021 2025 senilai USD 27,5 juta. 

Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri PPN/Kepala Bapenas Suharso Manoarfa yang “menegaskan pentingnya akses universal terhadap informasi dan layanan kespro sebagai salah satu langkah implementasi prioritas dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing”. (Bappenas.go.id/29 Januari 2021).
Paradoks Kesejahteraan Perempuan Hari Ini
Saat di jalankannya RPJMN untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di negeri ini, para perempuan juga termasuk elemen yang masuk kedalam target tersebut. Perempuan hari ini sesungguhnya telah dijauhi dari fitrahnya sebagai perempuan dengan fokus peran utama sebagai Istri, Ibu serta pengatur rumah tangga (al Umm Wa’ Rabbatul Bait). Perempuan pada hari ini justru dipandang sebagai salah satu pilar penyangga pembangunan sebuah negara dengan keterlibatannya secara aktif dan langsung di area umum/publik.

Perempuan hari ini hanya dipandang tak lebih sebagai komoditas produktif untuk urusan ekonomi saja. Pandangan ini secara jelas disampaikan pada Forum Trading Up : Economic Development and Gender Equality yang dilangsungkan pada sela acara Acara Asean Development Bank (ADB) Annual Meeting 2019 di Niji, Fiji (4/4/2019).  Menteri PPN/ Ketua Bappenas yang saat itu dijabat oleh Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, “kaum perempuan adalah asset, potensi dan investasi yang penting bagi Indonesia, yang dapat berkontribusi secara signifikan, sesuai kapabilitas dan kemampuannya”.  Bambang lebih lanjut menuturkan, “ Dalam konteks pembangunan, pengarus utama gender dan pemberdayaan perempuan sangat erat kaitannya dengan memperbaiki kualitas generasi berikutnya, mengingat perempuan adalah pendidik pertama di keluarga”. 

Perempuan yang dipaksa untuk turut bekerja pada sektor publik maupun pembangunan tetapi nyatanya tetap beresiko rentan terpapar economic shock, kebutuhan rumah tangga tetap tidak dapat dipenuhi dengan optimal karena memang jenis kebutuhan hidup yang selalu mahal dan tak terjangkau, belum lagi dampak kerusakan langsung lainnya adalah tergadaikannya masa depan generasi yang tak tersentuh bimbingan, arahan serta pendidikan dari sang Ibu yang bekerja di luar rumah. Tidak sedikit akhirnya anak-anak yang terpapar pergaulan bebas, menggunakan obat-obatan terlarang, putus sekolah, kecanduan gadget atau games yang berlebihan serta masalah kerusakan moral generasi lainnya.

 Perempuan Butuh Perisai Islam

Tidak ada alasan lagi untuk segera menyelamatkan perempuan, khususnya para muslimah yang saat ini tengah menjadi objek sasaran pemaksaan kebijakan penguasa Global Kapitalisme dengan iming-iming racun pemberdayaan ekonomi untuk kesejahteraan perempuan. Perempuan sesungguhnya hanya butuh diberikan akses pada sistem kehidupan Islam yang dapat mengembalikan kemuliaan dan kehormatan mereka sesuai fitrahnya. Sebaliknya, para perempuan tidak butuh “akses universal” yang ditawarkan para penguasa Kapitalis hari ini.

Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang kaffah sesungguhnya telah jelas memiliki perangkat aturan yang akan memberikan kepada askes perlindungan kepada perempuan secara menyeluruh. Islam juga akan menutup peluang berbagai tindak kejahatan dan pelecehan terhadap perempuan serta hal-hal apa saja yang menjadi pemicunya. 

Syariat Islam telah jelas menyebutkan bahwa tugas dan peran utama seorang perempuan adalah menjadi Istri dan Ibu di rumahnya. Para perempuan dalam Pandangan Syariat Islam tidak akan dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri apalagi mencari nafkah untuk keluarganya. Adapun keterlibatan hukum kebolehan perempuan bekerja di luar rumahnya semata sebagai bentuk peran lain mereka dalam kehidupan bermasyarakat, perempuan tetap tidak boleh melalaikan peran utama mereka dalam keluarga sebagaimana yang telah disebutkan diatas. 

Selain pada ranah domestik keluarga, para perempuan di dalam Islam juga senantiasa akan dilindungi dan diberikan hak keadilan sesuai porsinya. Dimata hukum misalnya, laki-laki dan perempuan didalam Islam adalah sama kedudukannya, letak perbedaan mereka hanya dalam hal jumlah saksi yang diperlukan ketika akan menghukum seseorang. Jumlah dua saksi perempuan setara dengan seorang saksi laki-laki sesungguhnya hal ini merupakan ketetapan Allah swt, Zat yang telah menciptakan Perempuan dan tentu memahami bentuk ciptaannya ini. Sebaliknya, hal ini bukan berarti bahwa perempuan mendapatkan status setengah daripada laki-laki seperti yang banyak dituduhkan oleh sebagian kalangan gender.
Islam juga menjadi perisai perempuan dari sisi kehormatannya dengan perintah menutup auratnya dengan sempurna menggunakan hijab syar’i. Hijab bagi seorang perempuan muslimah bukanlah simbol penindasan terhadap perempuan, tetapi sebaliknya, Islam ingin memuliakan perempuan dengan pakaian yang menutupi auratnya dengan sempurna.

Wallahu ‘alam bishowab. [].

Post a Comment

Previous Post Next Post