Pemerkosaan Terhadap Anak Kandung, Buah Dari Penerapan Sistem Sekuler Kapitalisme."


By : Ummu Aqiil


Satuan Reskrim Polresta Deli Serdang Sumatera Utara, meringkus seorang pria berinisial AA (54) karena telah melakukan perbuatan bejat dengan memperkosa anak kandung sendiri berinisial DNS (13) yang kabarnya masih duduk di bangku sekolah dasar di kecamatan Tanjung Morawa.


Kasat Reskrim Polresta Deli Serdang, Kompol M. Firdaus juga mengatakan, bahwa timnya juga menangkap abang kandung korban yang berinisial MI (16) yang juga melakukan pemerkosaan terhadap korban yang tidak lain adik kandungnya sendiri.


"Bapak kandung korban dan abang kandung korban telah mencabuli korban mulai tahun 2018 hingga 2020. Bapak korban mencabuli korban sebanyak 20 kali, sedangkan abang kandung korban sebanyak lima kali," kata Firdaus.


Firdaus mengungkapkan bahwa tindakan biadab keduanya terungkap setelah korban menceritakan kejadian itu kepada abang angkatnya yang kemudian disampaikan kepada ibu kandung korban berinisial J (50).


Ibu korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Deli Serdang. Atas laporan tersebut, petugas melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan kedua pelaku dikediamannya pada hari Kamis (7/1/2021) sekitar pukul 21.30 WIB.


"Pelaku AA dan MI dipersangkakan Pasal 81 Ayat (3) Subs Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76D, 76E UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 Tahun penjara," ujarnya.
(tirto.id. 9 Januari 2021).


Perlakuan bejat orangtua kandung yang tega memperkosa anak kandung sendiri juga terjadi di Deli Serdang, warga Desa Pantai Labu Pekan, Kecamatan Pantai Labu. Korban kabarnya digauli oleh ayah kandung dari sejak SD hingga SMA.


Kasat Reskrim Polresta Deli Serdang Kompol M. Firdaus yang dikonfirmasi Jum'at (16/10) mengatakan, aksi bejat tersangka terbongkar setelah korban yang tidak lain anak kandung SS, menceritakan kepada pamannya atas yang ia alami. 


Korban mengaku diperlakukan tidak senonoh sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga SMA dan terakhir pada Selasa (6/10).


Paman korban lalu menyampaikan hal tersebut kepada ibu korban. Ibu korban yang mendengar berita tersebut langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Deli Serdang.


Tim Opsnal Unit PPA Satreskrim Polresta Deli Serdang melakukan penyelidikan setelah mendapat laporan tersebut dan berhasil mengamankan SS di kediamannya.


"SS sudah kita amankan, saat ini sedang menjalani proses hukum di Mapolresta Deli Serdang," ungkapnya.
(antara.sumut, Jum'at, 14 Oktober 2020).

Ikhwal pemerkosa ayah kandung terhadap putri kandungnya sendiri kerap terjadi di era sistem sekulerisme. Padahal seorang ayah sejatinya adalah pelindung bagi keluarga. Dan pengayom bagi putra-putri nya.
Tidaklah pantas ia melakukan aksi bejat pencabulan, yang mana masalah seksual seharusnya hanya disalurkan kepada istrinya. 


Tontonan maupun tuntunan yang terjadi di sistem sekulerisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupan menjadikan orangtua gelap mata terhadap apa yang dilihatnya. Nafsu yang tidak terkendalikan menjadikan anggota keluarga kerap menjadi korban pelecehan seksual. Tidak pandang apakah itu anak kandung sendiri?


Dalam pandangan Islam,  seorang ayah yang berzina atau memperkosa anak kandungnya berarti berzina dengan mahramnya, dan sanksi hukumnya adalah hukuman mati dengan cara dirajam sebagaimana pelaku zina muhshan.


Jika terjadi kehamilan akibat tindakan keji ayah mencabuli anak kandung,  maka dapat ditinjau boleh tidaknya melakukan aborsi  terhadap janin yang belum mencapai usia empat bulan.


Adapun hal-hal yang membolehkan dan tidaknya aborsi dapat ditinjau melalui beberapa mahzab.


Hukum aborsi menurut Madzhab Ahlussunnah Wal jamaah

1.Madzhab Imam Hanafi:

Hukumnya adalah "Mubah;boleh" yaitu diperbolehkan menggugurkan kandungan (tanpa sebab ada 'udzur) selagi belum ada tanda-tanda kehidupan, dan belum mencapai usia kandungan setelah berumur 120 hari, sebab janin yang belum mencapai usia ini belum dikatakan manusia, karena belum adanya ruh pada janin. Ada pendapat sebahagian ulama Madzhab ini hukumnya adalah "Makruh" jika menggugurkannya tanpa sebab ada 'udzur. Namun jika dalam penggugurannya tanpa sebab 'udzur malah mendatangkan mudorat maka hukumnya adalah berdosa.

Sebab-sebab 'udzur diantaranya, dikhawatirkan karena mengancam kesehatan ibu sebab penyakit yang ganas, atau dapat menyebabkan janin cacat, dan sebagainya. Sebagian ulama ini pula menyatakan mutlak hukumnya adalah "Mubah ; boleh" jika menggugurkan kandungan karena sebab 'udzur (darurat).


2.Madzhab Imam Malik

Menggugurkan kandungan menurut pendapat yang mu'tamad (المعتمد ; reliable, trustworthy; authentic) dalam madzhab ini hukumnya adalah "Haram" meskipun usia kandungan belum mencapai 40 hari. Karena seperma yang sudah masuk kedalam rahim wanita tidak boleh dikeluarkan. Sebahagian kecil ulama Madzhab ini memandangnya hanya "Makruh" saja. Namun mereka semua sepakat secara Ijma' (الإجماع ; consensus [of Moslem legal scholars on a legal question]) jika kandungan yang digugurkan sudah ada ruh, maka mutlak hukumnya adalah "Haram". Pendapat ini juga didukung oleh Imam Al-Ghazali dan Madzhab Zhahiriyah (Imam Dawud Zhahiri; w, 270H-883M).

3.Madzhab Imam Syafi'i

Diperbolehkan namun hukumnya adalah "Makruh" menggugurkan kandungan apabila sudah mencapai pada usia antara 40, 42, dan 45 hari dari awal kehamilannya, dengan syarat jika ada persetujuan dari suami dan isteri, dan jika tidak mendatangkan kemudoratan dalam penggugurannya. Namun jika usia kandungan seteleh diatas empat puluh harian (antara 40, 42, dan 45 hari dari awal kehamilan) digugurkan, maka mutlak hukumnya adalah "Haram".


Menurut Imam Ar-Ramli (Imam Syamsuddin Ar-Ramli ulama Madzhab Imam Syafi'I asal Mesir, w: 1004H/1596M, diantara karya beliau "Nihayah Aalmuhtaj Ila Syarh Almuhtaj"): "Boleh menggugurkan kandungan selama janin belum ada ruh. Dan mutlak hukumnya adalah "Haram" jika menggugurkan janin yang sudah memiliki ruh". Pendapat ini sama dengan Madzhab Imam Hanafi.
Menurut Imam Al Ghazali (Abu Hamid Muhammad Alghazali ulama Madzhab Imam Syafi'I, W: 505H/1111M): "Menggugurkan kandungan mutlak hukumnya adalah "Haram", ini sama dengan perbuatan pidana pembunuhan terhadap bakal calon janin manusia"


4.Madzhab Imam Ahmad bin Hanbam (Hanabilah)

Pendapat madzhab Hanabilah sama dengan pendapat Madzhab Imam Hanafi. Mereka perpegang bolehnya menggugurkan kandungan selama masa 4 bulan pertama (120 hari) dari awal kehamilan. Namun jika janin berusia sudah mencapai lebih dari 120 hari atau sudah ada ruh (tanda-tanda kehidupan) hukumnya adalah "Haram". (lihat dalam kitab, Bujairimi Alkhatib, Syarah Shahih Muslim, Nihayah Almutaj, Tuhfatul Muhtaj Ibnu Hajar, Ihya' Ulumuddin Imam Al-Ghazali, Alfiqhu Alislami Wa-Adillatuhu, dll)

Syarat Bolehnya Aborsi (Menggugurkan Kandungan)

Otoritas Negara harus dapat menjamin perlindungan dan kemaslahatan bagi rakyatnya. Dan rakyat harus patuh terhadap Negara dan seluruh perangkat undang-undang yang telah ditetapkan yang tidak bertentangan dengan hukum syari'at Islam yang telah disepakati oleh lembaga ulama yang berkompeten. Allah Swt mengisyaratkan didalam firman-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَ أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {النسآء [٤] : ٥٩}


"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (para ulama & pemerintah) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (QS. Annisa' [4] : 59)

Begitu juga di dalam Ayat lain diwajibkannya rakyat untuk patuh terhadap keputusan ulama dan pemerintah, sebagaimana Firman Allah Swt sebagai berikut,

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرُُ مِّنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً {النسآء [٤] : ٨٣}


"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (Para ulama & pemerintah) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan para ulama & pemerintah]). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)" (QS. Annisa' [4] : 83)

Dari Ayat Alqur'an di atas maka jelaslah, diantara syarat diperbolehkannya menggugurkan kehamilan jika undang-undang Negara (undang-undang kesehatan) yang membolehkan aborsi tidak bertentangan dengan keputusan dari kesepakatan fatwa ulama yaitu dari lembaga ulama yang berkompeten. Jika undang-undang Negara (undang-undang kesehatan) bertentangan dengan hasil keputusan lembaga ulama yang berkompeten maka mutlak hukumnya adalah "Haram".

Aborsi yang diperbolehkan selagi usia kandungan belum mencapai setelah umur 120 hari dari awal kehamilannya (sebelum adanya ruh pada janin), dan menggugurkan setelah janin berusia diatas 120 hari (sudah adanya ruh), maka hukumnya adalah 'Haram'. 

Bagi pelakunya yang menggugurkan dan yang meminta digugurkan dapat dijerat dengan hukum pidana, sama hukumnya seperti pelaku pembunuhan (menghilangkan nyawa orang lain). Di antara Aborsi yang boleh atau tidak boleh dilakukan diantaranya sebagai berikut:

1. Malu karena hamil di luar nikah sebab perzinahan, meskipun usia wanita yang hamil masih anak di bawah umur. Maka hukumnya mutlak adalah "Haram". Jika alasannya karena usia anak masih di bawah umur, masih sekolah, masih labil, dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini, maka kedua orang tua baik dari pihak laki-laki dan wanita harus ikut bertanggung jawab menjaga, memelihara dan melindunginya. Jika kedua orang tua mereka wafat atau tidak ada, maka pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada mereka sampai mereka bisa mandiri. Jadi hamil sebab karena pezinahan (suka sama suka) sama ada usianya masih di bawah umur apalagi usia sudah dewasa (apapun alasannya), maka Haram hukumnya digugurkan. Tentang status anak hamil di luar nikah dapat dilihat tulisan KH.Ovied. R dengan judul "Hukum Nikah Hamil di Luar Nikah/tahun 2005"

2. Malu hamil karena sebab pemerkosaan dan usia wanita yang hamil masih di bawah umur atau sudah dewasa, maka menggugurkan kandungannya diperbolehkan dengan syarat:

a. Sebagaimana pendapat mayoritas Ulama, boleh menggugurkan kandungan selama janin belum ada ruh (sebelum usia janin mencapai lebih 120 hari dari awal kehamilan), dan mutlak hukumnya adalah "Haram" jika menggugurkan janin yang sudah memiliki ruh".

b. Bagi yang ingin menggugurkan kehamilannya harus ada izin dari lembaga yang berkompeten dan payung hukum undang-undang Negara yang membolehkannya.

c. Tempat menggugurkannya (rumah sakit atau tempat bersalin) harus yang sudah mendapat izin dan payung hukum dari pemerintah.

3. Sebab penyakit ganas (seperti penyakit HIV/AIDS, kanker, dan penyakit ganas lainnya). Namun jika usia janin sudah berusia di atas 120 hari (sudah adanya ruh), maka tidak boleh digugurkan dan hukumnya adalah tetap "Haram".

4. Bolehnya menggugurkan kandungan karena udzur yaitu karena alasan kesehatan, seperti dapat menyebabkan kematian sang Ibu, jika janin yang dikandung tidak digugurkan malah keduanya akan mati (anak dan ibunya). Kondisi ini berlaku Kidah "I'tibar Almashalih Wa Dar-ull Mafasid; mendahulukan kemaslahatan, dan meninggalkan kerusakan". Sebab 'udzur Syar'I, maka boleh digugurkan meskipun janin sudah ada ruh (usia janin di atas 120 hari).

Sementara mengenai nasab anak hasil zina, maka dinasabkan kepada ibunya saja. Karena nasab sejatinya hanya terjadi dalam perkawinan yang sah sesuai syari'at Islam. Ayah tersebut juga tidak boleh menjadi wali dari anak hasil zina tersebut.


Sungguh sangat memilukan dan memprihatinkan nasib anak yang dicabuli keluarga sendiri apalagi seorang ayah kandung yang semestinya menjadi benteng penjaga keluarga.


Padahal hal tersebut sudah digambarkan dalam hadits Rasulullah Saw:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهْوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهْوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهْوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ [رواه البخاري ومسلم].

"Dari Abdullah bin Umar ra. [diriwayatkan] bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Masing-masing kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan ia bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Seorang perempuan adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia bertanggungjawab atas yang dipimpinnya” [HR. al-Bukhari dan Muslim].


Hal tersebut terjadi karena adanya sistem sekuler kapitalisme yang masih bercokol di negeri ini. Sehingga hukuman demi hukuman yang berlaku dari sistem tersebut tidak menjadikan efek jera sehingga kejadian terus saja berulang.


Negara yang seharusnya menjadi pelindung umat faktanya tidak dapat merealisasikan hal tersebut. Malah beruntun kejadian dengan bentuk rupa yang berbeda namun tetap menjerumuskan manusia kepada tindakan kejahatan yang diharamkan agama.


Semestinya umat semakin sadari bahwa biang dari kerusakan umat manusia, karena masih berada dalam sistem sekuler Kapitalisme yang mana bentuk-bentuk kebebasan lahir dalam sistem ini, diantaranya kebebasan bertindak dan bertingkah laku. Sehingga manusia manusia berbuat sesuka hati tanpa mengindahkan aturan agama yang seharusnya menjadi aturan yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. 


Sudah saatnya kita membuang sistem sekuler kapitalisme demokrasi ini yang hanya membuat tatanan kehidupan menjadi rusak karena tidak adanya syari'at yang mengaturnya. Untuk kembali kepada naungan sistem Islam yaitu Khilafah yang aturannya berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta alam semesta. Sehingga tidak terdapat lagi perbuatan keji seorang ayah terhadap anak kandungnya yang dapat menghilangkan masa depannya sekaligus semangat hidup anak kandungnya sendiri sebagai penerus generasi umat manusia.


Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post