Investasi Mengabaikan Keselamatan Penumpang

Oleh: Nur Arofah

Penggiat Literasi

 

Awal 2021 diwarnai musibah jatuhnya Pesawat Boeing 737.500 milik Sriwijaya Air SJ 128 pada 9 Januari 2021, di perairan Kepulauan Seribu antara Pulau Lancang dan Pulau Laki, dengan membawa 62 penumpang dan 12 awak, terdiri 40 orang dewasa, 7 anak dan 3 bayi.

Pesawat yang dikemudikan Kapten Afwan tinggal landas pada pukul 14.36 lalu hilang kontak pada pukul 14.40. Seperti yang diberitakan Kompas.com (12/1/2021), hingga saat ini baru ditemukan beberapa korban dalam kondisi tubuh tidak utuh, penemuan blackbox dan puing-puing pesawat.

Bukan pertama kali kasus naas pesawat hilang kontak hingga berakhir kecelakaan. Banyak faktor penyebab jatuhnya pesawat SJ 128, apakah cuaca, human error atau kesalahan teknis. Yang pasti pesawat terbang itu jatuh dalam cuaca hujan lebat ditambah usia pesawat diketahui berusia hampir 27 tahun.

Dari peristiwa di atas, yang perlu disoroti adalah standar kelayakan terbang. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, “Presiden Jokowi meminta agar ada perbaikan dalam tata kelola industri penerbangan agar kejadian seperti Sriwijaya Air tidak terulang lagi.”

Namun, bersebrangan dengan pernyataan itu, disaat problem minimnya persediaan layanan transportasi udara, pemerintah  malah membatalkan batas umur kelayakan pesawat terbang.

Untuk kategori pesawat peruntukan transportasi angkut penumpang berdasarkan Permenhub Republik Indonesia no.PM 160 tahun 2015 tentang Peremajaan Armada Pesawat Udara niaga dibagi atas jenis pesawat yang pertama kali didaftarkan dan dioperasikan di wilayah Republik Indonesia, maksimal 10 tahun (pasal 2) dan maksimal 30 tahun untuk yang pertama kali tetapi beroperasi di Indonesia (pasal 3)

Lalu PM no.160/2015 tidak berlaku lagi digantikan PM no.155/2016 tentang Batas Usia Pesawat Udara yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga, untuk pendaftaran pertama berubah menjadi maksimal 15 tahun dan non pendaftaran pertama menjadi 35 tahun.

Kemudian berubah lagi PM no.155/2016 dicabut melalui PM 27 tahun 2020 yang ditanda tangani pada 13 Mei 2020, resmilah tidak berlaku peraturan tersebut.

Ini menandakan tidak ada lagi batasan usia bagi pesawat yang digunakan untuk transportasi. Baik pesawat penumpang, kargo atau helikopter. Menteri PerHub tidak menjalankan amanat UU penerbangan tahun 2009 terkait batas usia pesawat. Pencabutan PM no.155/2016 digantikan PM 27/2020 ini atas alasan investasi di bidang penerbangan.

Harusnya pemerintah berhati-hati dalam memberikan aturan dan tegas tentang pembatasan usia pesawat demi menjaga dan menjamin keamanan serta keselamatan penumpang. Yang terjadi malah sebaliknya. Inilah wajah kapitalisme yang sebenarnya, investasi mengabaikan keselamatan penumpang.

Kapitalisme hanya menjadikan transportasi sebagai produk industri, yang digunakan untuk menghasilkan materi sebanyak-banyaknya. Negara menjadikan transportasi sebagai aset (swastanisasi) dan berfungsi sebagai bisnis, bukan sebagai pelayanan publik yang aman dan tidak mengancam nyawa warga negara.

Kapitalisme menyebabkan negara sebagai regulator yang melayani kepentingan korporasi, bukan rakyat. Operator dikendalikan investor/korporasi yang orientasinya hanya keuntungan materi. Biaya perawatan pesawat yang mahal dengan kondisi pesawat telah menua, membuat maskapai tak berdaya, sehingga banyak masalah tumpang tindih, ditambah masa pandemi penerbangan kian terpuruk.

Namun, lain halnya dengan Islam. Islam aturan yang sangat sempurna dan paripurna, bukan hanya ibadah tapi semua aspek kehidupan, termasuk urusan publik. Negara dalam Islam (khilafah) bertanggung jawab mengatur layanan publik dan pembangunan infrastruktur. Salah satunya, transportasi publik adalah kebutuhan dasar sekaligus jantung mobilitas manusia. Haram hukumnya dikomersilkan. Negara berfungsi sebagai regulator sekaligus operator layanan publik.

Khilafah pun  bertanggung jawab menyediakan transportasi yang aman, nyaman, manusiawi, murah dan on time dan fasilitas yang memadai bagi rakyatnya. Tidak boleh ada keuntungan dan dharar (kesulitan dan kesengsaraan) untuk urusan rakyat, karena prinsipnya adalah pelayanan.

Khilafah juga harus menyiapkan anggaran besar dari kas negara secara mutlak. Wajib memenuhi pembiayaan tranportasi publik dan infrastruktur dengan optimalisasi harta milik umum, yaitu pengelolaan SDA, bukan diserahkan investor/korporasi swasta atau asing.

Khilafah Islam sangat menjamin keamanan jiwa setiap orang, karena mengabaikan satu nyawa sama saja seperti mengabaikan seluruh nyawa manusia. Allah Ta'ala berfirman dalam Surah al-Maidah ayat 32 yang artinya, “Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau berbuat kerusakan di muka bumi. Maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh manusia.”

Urusan publik tidak bisa dijalankan secara parsial, tapi harus komprehensif dan integral karena prinsipnya adalah sederhana dalam aturan, kecepatan pelayanan dan profesional para pelakunya sebagai pemangku jabatan. Semua itu hanya bisa terlaksana dalam sistem Islam kaffah yang dicontohkan Baginda Rasulullah SAW dan para khulafaur rasyidin.

Penerapan Islam kaffah dalam khilafah tidak bisa ditawar lagi untuk mengatasi sengkarutnya problematika kehidupan publik. []


Post a Comment

Previous Post Next Post