Price Gouging Vaksin Covid-19?


Oleh: Fatimah Azzaria

Gelombang persebaran virus Covid-19 seolah tidak berujung dan membuat rasa ngeri. Angkanya terus menanjak naik tidak terkendali. Pemerintah pun harus mengambil tindakan untuk menekan, bahkan melenyapkan virus covid-19 yang menjangkiti negeri. Vaksin pun menjadi salah satu dari solusi.

"Jadi bulan November akan dapat tiga juta (vaksin)," ujar Luhut saat laporan ke Wapres, sebagaimana video yang dirilis Sekretaris Wakil Presiden, Jumat (2/10).

Luhut menjelaskan, vaksin tahap pertama ini akan diprioritaskan untuk garda depan penanganan Covid-19. "Angkanya untuk nakes (tenaga kesehatan), TNI, Polri, Satpol PP," kata Luhut.

Juru Bicara Wapres, Masduki Baidlowi dalam keterangannya mengungkap, rencananya tim dari Pemerintah dan Bio Farma akan ke China mengecek kesiapan proses produksi vaksin sebelum didistribusikan ke Indonesia. 

"Sekitar bulan November ya mereka akan berangkat ke China untuk melakukan pengecekan terhadap vaksin yang akan dikirim ke Indonesia. Pada tahap pertama, baru nanti berikutnya akan datang secara bergelombang cukup banyak," ungkapnya.

Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Arief Safari menyatakan rencana pemerintah yang akan melepas vaksin Covid-19 untuk dibeli masyarakat dengan mekanisme pasar itu sangat berbahaya. Hal ini karena berpeluang menciptakan “price gouging” yaitu kenaikan harga yang gila-gilaan sebagaimana kejadian pada masker dan hand sanitizer di awal-awal pandemi.

Untuk vaksinasi 160 hingga 190 juta penduduk Indonesia, diperkirakan pemerintah butuh dana setidaknya US$4,5 miliar atau Rp66 triliun. Perlu dilakukan dua kali pemberian vaksin dengan kisaran harga US$ 15 per vaksin 

Erick berharap distribusi tahap pertama vaksin dapat dilakukan pada Januari hingga Februari 2021. Pos anggaran Kementerian Kesehatan saat ini masih tersedia sekitar Rp24,8 triliun yang sebagian akan digunakan untuk membayarkan uang muka vaksin. (katadata, 2/9/2020).

Upaya Pemerintah Indonesia mengatasi penyebaran Covid-19 belum bisa dikatakan berhasil. Upaya karantina/lockdown, Test-Trace-Treatment (3T), sampai instruksi Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak (3M) belum dilaksanakan secara keseluruhan dan cenderung melompat ke solusi vaksin (mengandalkan keberadaan vaksin).

Padahal, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo menyatakan, ditemukannya vaksin belum tentu jadi solusi utama menyelesaikan pandemi Covid-19. Doni mengatakan vaksin yang tengah diteliti beberapa negara termasuk Indonesia masih berproses dan belum ada yang terbukti bisa menghentikan pandemi secara total untuk kembali ke kehidupan normal (Ayojakarta, 11/08/2020).

Solusi datang dari sistem Islam kaffah dalam menangani dan mengatasi masalah pandemi Covid-19 secara menyeluruh. Pertama, sejak awal pemimpin dalam sistem Islam Khilafah akan melakukan Test-Trace-Treatment (3T) di mana Khalifah akan memisahkan orang sehat dari orang sakit. Kemudian akan memberlakukan tes massal, baik rapid test maupun swab test secara gratis bagi warganya. Bagi mereka yang terinfeksi, negara mengurus pengobatannya hingga sembuh.

Kedua, Khalifah berupaya maksimal menutup wilayah sumber penyakit, sehingga penyakit tidak meluas dan daerah yang tidak terinfeksi dapat menjalankan aktivitas sosial ekonomi mereka secara normal tanpa takut tertular. Selain itu, upaya ini membuat penguasa fokus menyelesaikan kasus di daerah terdampak wabah.

Ketiga, bagi masyarakat di daerah wabah yang tidak terinfeksi penyakit, Khalifah akan menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka. Khalifah menjamin protokol kesehatan dapat dilakukan semua rakyatnya. Upaya ini memutus rantai penularan virus penyakit.

Keempat, Khalifah menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyat, tanpa menzalimi tenaga medis/instansi kesehatan.

Kelima, Khalifah mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset terhadap vaksin agar segera dapat ditemukan.

Semua mekanisme ini ditopang sistem keuangan Khilafah berbasis baitulmal, bukan berbasis ribawi, sehingga Negara tidak lagi bergantung terus-menerus kepada negara kapitalis asing.

Istimewanya, dorongan iman warga negara Khilafah menjadi modal berharga bagi negara, sehingga rakyat percaya kepada penguasa dan patuh pada protokol kesehatan yang ditentukan. Sebab, rakyat ingin mendapatkan pahala dengan taat kepada pemimpin yang amanah menjalankan perintah Allah Subhanahu wa ta'ala. Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post