SEKOLAH TATAP MUKA ANTARA HARAPAN DAN MINIMNYA PERSIAPAN

OLEH : HJ.PADLIYATI SIREGAR,ST

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelumnya telah mewacanakan untuk bisa menggelar pembelajaran secara langsung.

Namun kebijakan tersebut tidak lantas berlaku untuk semua sekolah di seluruh Indonesia, melainkan ada beberapa syarat-syarat khusus.

Satu di antara syaratnya adalah untuk sekolah yang berada di daerah dengan status zona hijau dan kuning Covid-19.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait memberikan tanggapan terkait adanya rencana pembelajaran tatap muka di sekolah, dalam acara Kabar Siang, Sabtu (8/8/2020).

Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait memberikan tanggapan terkait adanya rencana pembelajaran tatap muka di sekolah, dalam acara Kabar Siang, Sabtu (8/8/2020).

Sirait lantas mempertanyakan sikap dan peran dari pemerintah yang justru terkesan memaksakan dan lebih memilih mempertaruhkan risiko.

Menurutnya, seharusnya peran pemerintah di bidang pendidikan dalam kondisi saat ini adalah memikirkan bagaiman cara untuk memudahkan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran online yang tentunya memiliki risiko tertular terbilang rendah.

Memang benar,sekolah tatap muka menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala BJJ. 

Hanya saja sangat disayangkan pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan memadai agar risiko bahaya bisa diminimalisir. 

Belum lagi masalah utama bingungnya pihak sekolah dalam penyelenggaraan KBM tatap muka ini adalah akibat sikap pemerintah yang tergesa-gesa dalam membuka kegiatan sekolah, sementara pandemi di negeri ini belum menunjukkan akan berakhir.

Pemerintah seakan menutup mata akan kasus penutupan kembali sekolah di sejumlah negara seperti Israel, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Di negara-negara tersebut, pembukaan sekolah telah membuka klaster baru penyebaran Covid-19.

Berkaca pada kasus di negara lain, seharusnya pemerintah tidak terburu-buru menetapkan kebolehan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka sampai kondisi benar-benar dipastikan aman.

Kemudian masalah yang lain,yang tidak kalah pentingnya  yang menimpa pihak sekolah, yang sudah atau akan melakukan proses belajar tatap muka. Selain anggaran yang dibutuhkan untuk menerapkan protokol kesehatan tidak ada, pemerintah juga tidak memiliki aturan jelas terkait pengawasan.

Sekolah harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk membeli berbagai peralatan kesehatan mulai dari thermo gun (pengukur suhu tubuh tembak), masker, cairan disinfektan, dan sabun cuci tangan.

Tentu saja fakta  dan kebijakan di atas menunjukkan lemahnya pemerintah sekuler mengatasi masalah Pendidikan akibat tersanderanya kebijakan dg kepentingan ekonomi dan tidak adanya jaminan Pendidikan sebagai kebutuhan publik yg wajib dijamin penyelenggaraannya oleh negara.

Jaminan Pendidikan di Dalam Islam 

Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.

Rasulullah saw. bersabda,

«Ø§Ù„Ø¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ»

“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Daulah islamiyah memikul tanggung jawab pendidikan putra-putri umat. Tujuan utama pendidikan dalam daulah al-Khilafah adalah menetapkan politik pendidikan yang bisa membangun kepribadian Islami degan aqliyah dan nafsiyah yang kuat. Berikutnya, daulah al-Khilafah akan mengembangkan kurikulum dalam bentuk yang bisa mengembangkan metode pemikiran, pemikiran analisis dan hasrat pada pengetahuan untuk meraih pahala dan keridhaan Allah SWT.

Terkait pembiayaan, di dalam Kitab al-Iqtishadiyyah al-Mutsla disebutkan bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara. 

Atas dasar itu, Khilafah harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Dalam konteks pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Negara Khilafah juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga – tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan negara Khilafah di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar setiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitul Mal.

Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Khilafah diambil dari Baitul Mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh pemasukan Negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai’ dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi maka negara tidak akan menarik pungutan apapun dari rakyat.

Wallahu'alam bishowab
Previous Post Next Post