WASPADA LGBT AGAR TIDAK JADI PANDEMI

By : N. Vera Khairunnisa

Pada Jumat pekan lalu (19/6/2020), sebuah perusahaan multinasional asal Inggris membagikan postingan yang menampilkan logo perusahaan diubah menjadi warna pelangi.  Seperti diketahui, warna pelangi merupakan warna khas dari pelaku Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer (LGBTQ+). Dalam postingan itu, perusahaan bahkan menegaskan sikap dukungannya kepada orang-orang LGBT.

Melihat postingan tersebut, sontak menimbulkan banyak komentar dari warganet. Terlebih dari warganet Tanah Air. Meskipun akun perusahaan yang ada di Indonesia tidak membagikan postingan serupa, tetapi akun tersebut tetap diserbu warganet. Isinya beragam, ada yang terkejut dan kecewa, ada juga ajakan untuk memboikot semua produk perusahaan tersebut.

Lantas, apakah dengan cara memboikot produk mereka, ini akan menghentikan aksi dukungan mereka terhadap LGBT? Apakah dengan memboikot produk perusahaan tersebut, akan menghapuskan LGBT yang kini kian merajalela? 

Pada dasarnya, LGBT lahir dari liberalisme. Paham kebebasan yang diagung-agungkan ini lah yang memberi banyak kesempatan pada mereka pelaku dan pendukung paham LGBT. Liberalisme lahir dari sistem kapitalis sekuler yang hari ini menjadi pijakan banyak negara. Dalam sistem kapitalis, kebahagiaan tertinggi adalah ketika bisa memiliki harta sebanyak-banyaknya. 

Dalam berbisnis misalnya. Tidak peduli cara yang dipakai itu halal atau haram, yang penting bisa untung maka apapun bisa dilakukan. Maka muncullah perusahaan yang menunjukkan dukungannya terhadap komunitas yang merusak peradaban tersebut. Sejak dilegalkannya pernikahan sejenis tahun 2013, kondisi masyarakat di Inggris sudah mulai terbuka dengan LGBT. Sehingga komunitas ini menjadi salah satu segmen pasar bagi perusahaan di sana.

Sistem sekuler, paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan telah memberi ruang yang amat luas bagi manusia untuk membuat aturan sesuai dengan hawa nafsunya. Oleh karena itu, perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama apapun, bisa menjadi legal jika manusia menginginkannya. Tahun 1950-an, LGBT masih tabu di Inggris. Bahkan pelakunya banyak yang ditangkap dan dihukum. Namun seiring berjalannya waktu, dengan opini yang terus digaungkan hingga akhirnya pendukung LGBT masuk ke ranah politik, maka lahirlah aturan baru yang membolehkan aktivitas LGBT bahkan sampai pada pelegalan pernikahan di antara mereka. 

Di Indonesia sendiri, memang tidak ada aturan mengenai LGBT. Sehingga para pelaku tidak akan terancam pidana jika mereka katahuan. Namun, dikarenakan mayoritas masyarakat di sini adalah muslim, maka perilaku menyimpang tersebut masih menjadi hal yang cukup tabu. Terbukti dari kemarahan yang dimunculkan warganet Indonesia terhadap perusahaan yang mendukung LGBT.

Namun, jika aturan yang diterapkan di negeri ini masih kapitalis sekuler, bukan hal yang mustahil jika Indonesia pun mengalami hal yang serupa sebagaimana negara-negara Barat. Sebab sistem ini memberi peluang untuk lahirnya semua aturan sesuai keinginan manusia, meski aturan tersebut menyalahi semua agama. Apalagi ketika kampanye LGBT terus digulirkan, pelaku tetap dibiarkan bebas, lambat laun masyarakat akan terbiasa dengan kehadiran mereka. Jelas ini hal yang sangat berbahaya.

Dampak Kesehatan Perilaku LGBT

Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr Dewi Inong Irana, memaparkan secara detail tentang bahaya LGBT ini dari sisi psikologi dan kesehatan. Menurut dia, kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL) atau yang dikenal sebagai LGBT 60 kali lipat lebih mudah tertular HIV-AIDS dan penularan yang paling mudah melalui dubur. 

Mengutip data dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) AS pada 2010 menunjukkan dari 50 ribu infeksi HIV baru, dua pertiganya adalah gay- MSM (male sex male/laki-laki berhubungan seks dengan laki). Data pada 2010 ini jika dibandingkan dengan data pada 2008 menunjukkan peningkatan 20 persen. Sementara, wanita transgender memiliki risiko terinfeksi HIV 34 kali lebih tinggi dibanding wanita biasa. 

Masih menurut dr. Dewi, selain HIV-AIDS, ada penyakit lain akibat LGBT yang tak kalah berbahayanya, contohnya, sarkoma kaposi, sebuah penyakit baru yang belum ada penawarnya. Sarkoma kaposi adalah kanker yang menyebabkan sebagian kecil jaringan abnormal tumbuh di bawah kulit, di sepanjang mulut, hidung, dan tenggorokan atau di dalam organ tubuh lainnya. (republika. co. id, 22/01/12)

Dampak Psikis dan Sosial Perilaku LGBT

Salah satu dampak psikis dari perilaku gay adalah mereka akan sulit mendapatkan ketenangan hidup. Pertama, karena menyalahi fitrah dan melanggar aturan agama. Kedua, karena seringnya berganti ganti pasangan. Sebuah penelitian menyatakan: “Seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang pertahunnya. Sedangkan pasangan zina saja tidak tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya".

Sebanyak 43 persen orang gay yang didata dan diteliti menyatakan bahwa seumur hidupnya melakukan homoseksual dengan 500 orang. 28 persen melakukannya dengan lebih dari 1,000 orang. 79 persen melakukannya dengan pasangan yang tidak dikenali sama sekali dan 70 persen hanya merupakan pasangan kencan satu malam atau beberapa menit saja. Na'udzubillah.

Kondisi seperti itu jelas akan berdampak besar pada rusaknya moral generasi. Apalagi kalau sampai pernikahan sesama jenis dilegalkan, tidak ada lagi sakralitas dalam pernikahan. Sebab nikah bukan lagi karena ibadah, namun hanya untuk memuaskan hasrat seksual semata.

Islam Menjaga Fitrah Manusia

Dalam Islam, perilaku LGBT jelas diharamkan. Salah satu landasannya adalah dalil berikut:

"Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan fahisyah yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu.” (Q.S. al-‘Ankabut [29]: 28).

Al-Qur’an melabeli homoseksual sebagai perilaku fahisyah yang berarti perbuatan keji yang tergolong dosa besar; dan sebagai perilaku khabits yang berarti perbuatan hina. 

Karena LGBT termasuk perbuatan haram, maka Islam punya cara bagaimana mencegah manusia dari melakukan perbuatan tersebut, baik pencegahan preventif maupun kuratif.

Pencegahan preventif yaitu mencegah manusia dari melakukan perbuatan LGBT. Ini bisa dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan negara.

Dalam keluarga, harus ditanamkan nilai-nilai agama sedini mungkin. Nabi SAW bersabda, "Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (bila tidak mau mengerjakannya) saat mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka." (HR Abu Dawud).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak diperbolehkan bagi orang laki-laki melihat aurat laki-laki dan wanita melihat aurat wanita. Dan, tidak boleh seorang laki-laki dengan orang laki-laki lain dalam satu selimut dan wanita dengan wanita lain dalam satu selimut." (HR Muslim). 

Selain itu, masukkan anak-anak kita ke sekolah yang berbasis akidah Islam. Atau dorong mereka untuk terus mengikuti komunitas-komunitas pengajian. Hal ini untuk membentengi mereka dari segala virus yang bertentangan dengan Islam.

Di dalam masyarakat, harus ada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan. Sehingga seluruh lapisan masyarakat menjaga generasi dari perilaku menyimpang. Bukan malah menjerumuskan dengan mendukung perilaku tersebut sebagaimana yang terjadi hari ini.

Allah swt. berfirman dalam al Quran surat Ali Imran ayat 104 yang artinya, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung“.

Jika mereka tiada henti dan lelah mengkampanyekan kemaksiatan, maka seharusnya kita sebagai muslim tiada henti mencegah kemaksiatan. LGBT haram! LGBT perbuatan keji yang dilakukan kaum Luth. Dan dengan itu Allah swt menurunkan azab bagi mereka.

Negara memiliki peran paling penting dalam mencegah perilaku LBGT. Yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Masyarakat dibina dengan akidah dan syariah Islam, sehingga mereka tentu akan dijauhkan dari perilaku maksiat sebab dalam hati mereka ada rasa takut kepada Allah swt.

Dengan upaya preventif tersebut, maka akan sangat mampu meminimalisir pelaku LGBT.

Namun, jika masih ada saja yang melakukan ataupun mendukung aktivitas LGBT, Islam pun memiliki cara untuk mengatasinya. Yaitu dengan memberikan hukuman bagi para pelaku, disesuaikan dengan tindakan apa yang mereka lakukan.

Dalam Islam, istilah untuk pelaku Gay adalah Liwath. Yaitu hubungan homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki. 

Ada dua pendapat terkait hukuman gay (liwath). Imam Maliki dan Hambali  berpendapat bahwa hukuman liwath adalah hukuman mati, baik pelakunya berstatus muhshan maupun ghairu muhshan. Menurut Imam Syafi’i, disamakan dengan hukuman pezina, yaitu apabila berstatus muhshan, maka dihukum mati; apabila berstatus ghairu muhshan, maka dipukul sebanyak 100 kali tanpa belas kasih.  
    
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Imam Hanafi yang menilai bahwa pelaku gay (liwath) adalah dita’zir. Ta’zir berarti hukuman yang didasarkan pada kebijakan hakim yang berwenang. Dalam kasus ini, hukuman ta’zir tidak boleh berupa hukuman mati. 
    
Untuk pelaku Sihaq atau lesbi, yaitu hubungan homoseksual antara wanita dengan wanita. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Perilaku lesbi antar kaum wanita adalah perzinahan” (H.R. al-Thabarani). Hukuman mereka adalah dita’zir sesuai dengan kebijakan hakim yang berwenang.

Islam juga tidak akan membiarkan lembaga atau perusahaan apapun untuk mendukung aktivitas yang diharamkan. Dan akan memberikan saknsi yang tegas jika secara terang-terangan mereka melakukan hal tersebut.

Tentu kita sudah jengah dengan kondisi hari ini yang jauh dari Islam. Kita pun takut kalau virus kaum Luth itu sampai masuk ke lingkungan terdekat kita. Na'udzubillah. Sungguh ngeri membayangkannya.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam, agar manusia tetap dalam fitrahnya.
Previous Post Next Post