ISLAM SOLUSI TUNTAS SELAMATKAN GENERASI

Oleh : Dian Eliasari, S.KM. 
Pendidik dan Member Akademi Menulis Kreatif

Perfilman tanah air kembali menyuguhkan tayangan untuk kalangan remaja. Seperti film remaja yang sudah-sudah, genre percintaan dipilih sebagai jalan cerita dalam film tersebut. Film yang berjudul 'Dari Jendela SMP' itu mulai tayang di bioskop sejak tanggal 29 Juni 2020. Tidak hanya berkisah tentang percintaan ala remaja seperti pada umumnya, film ini bahkan mengisahkan tentang pergaulan anak remaja SMP yang kebablasan hingga berhubungan layaknya suami istri dan mengharuskan mereka terpaksa menikah di usia sekolah. 

Sejak awal penayangannya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima banyak pengaduan dari masyarakat. Banyak orangtua yang resah bila anak-anaknya mendapat dampak buruk karena memiliki tontonan kisah percintaan di usia SMP. KPAI yang menerima banyak aduan pun meminta pihak KPI untuk menindaklanjuti sehingga sinetron ini pun sedang dalam pemantauan khusus.

Film ‘Dari Jendela SMP’ bukan film pertama yang menyuguhkan pergaulan bebas remaja. Sebelumnya sudah ada beberapa film yang tidak layak ditonton oleh remaja, seperti ‘Dilan’,’Posesif’,‘Dua Garis Biru’, dan lain-lain. Selain film, ada juga beberapa sinetron remaja, tapi justru menayangkan adegan-adegan yang tidak layak untuk remaja baik tentang percintaan, kekerasan, bully, dan perilaku negatif lainnya. Sinetron-sinetron ini juga tak luput mendapat teguran dari KPI dan KPAI, di antaranya adalah ‘Ganteng-Ganteng Serigala’, ‘Siapa Takut Jatuh Cinta’, ‘Diam-Diam Suka’, ‘ABG Jadi Manten’, dan ‘Phasmina Aisha’. Belum lagi film-film mancanegara dari Korea, India, dan Hollywood yang digandrungi remaja milenial. (https://www.intipseleb.com/lokal/7600-selain-dari-jendela-smp-6-sinetron-ini-juga-kena-tegur-kpi?page=all)

Dampak Kerusakan Sosial

Dalam penelitian American Psychological Association (APA) tahun 1995, menjelaskan bahwa tayangan yang bermutu akan memengaruhi seseorang untuk berlaku baik dan tayangan yang kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk berlaku buruk. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk seseorang merupakan pelajaran yang mereka terima sejak kecil. (lpmpbanten.kemdikbud.go.id, 8/3/2017)

Sebagaimana dikutip dari hot.detik.com (Mei 2019), penelitian ilmiah juga telah membuktikan bahwa tontonan dapat memengaruhi manusia untuk meniru dari apa yang telah ditonton. Segala tontonan yang menjerumuskan generasi kepada perilaku amoral sudah sepatutnya dilawan karena kunci pembangunan negara ada pada manusianya. Karena mustahil untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 apabila generasi muda masih sering disuguhkan tontonan yang mengarah kepada perilaku amoral. 

Gempuran tontonan tanpa tuntunan yang mewarnai kehidupan remaja menjadikan pergaulan bebas seolah-olah sesuatu yang biasa bagi mereka. Tanpa adanya pemahaman agama dan bimbingan dari orangtua remaja saat ini tumbuh menjadi remaja hedonis yang hanya mencari kesenangan. Namun sangat disayangkan karena kesenangan yang mereka maksud justru kesenangan yang salah arah dan merusak. 

Output dari semua permasalahan saat ini tergambar dalam beberapa kasus yang mewakili permasalahan remaja kekinian. 

Personel Tim Penikam Polrestabes Makassar meringkus 14 remaja yang terlibat prostitusi online di sebuah hotel di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 10 April 2020, dini hari. Dalam kamar hotel tersebut didapati enam orang yang diduga wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) yang hendak berpesta seks dengan delapan pria serta pesta narkotika jenis sabu. Sebagaimana dilansir oleh tagar.id (10/4/2020)

Dilansir oleh KOMPAS.com (11/7/2020), sebanyak 37 pasangan ABG terjaring razia di kamar hotel di Jambi, Rabu (8/7/2020) malam. Mereka terjaring Tim gabungan TNI/Polri bersama Pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi yang menggelar razia penyakit masyarakat (pekat). Puluhan remaja itu terjaring petugas di sejumlah hotel yang ada di Jambi. Saat ditangkap, petugas juga menemukan barang bukti berupa satu kotak alat kontrasepsi dan obat kuat.

Penilaian Siswa Internasional atau OECD Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 baru saja dirilis pada Selasa (3/12) lalu. Hasil penilaiannya menunjukkan bahwa sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan (bullying), setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD sebesar 23 persen. (cnnindonesia.com, 5/12/2019)

Selain prostitusi dan bully,  tawuran antar remaja juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Bahkan di tengah pandemic Covid-19 saat ini, tawuran antar remaja justru terjadi di beberapa daerah, di antaranya tawuran pelajar di Sumedang (20 remaja), tawuran dua kelompok remaja di Kabupaten Wajo (Sulsel), Tawuran pelajar di Palmerah, Jakarta. (kompas.com, 27/3/2020)

Media dalam Lingkaran Kapitalis

Dalam sistem kapitalis, pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator yang menyerahkan tanggung jawab mengurus masyarakat kepada para pengusaha (kapitalis). Termasuk dalam bidang penyiaran. Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), nyatanya tak punya kuasa untuk mengatur apa yang layak dan tidak layak untuk ditonton masyarakat. Meskipun KPI dan KPAI sudah bersuara, tetapi tetap saja tayangan-tayangan yang merusak moral berseliweran di layar kaca maupun layar lebar.

Semua itu terjadi karena media nasional saat ini dikuasai oleh pengusaha (kapitalis). Sebagian dari mereka bahkan pemangku jabatan di pemerintahan saat ini. Setidaknya ada delapan konglomerat yang merajai media di Indonesia, yaitu Chairul Tanjung (CT CORP), Hary Tanoesoedibjo (global media com), Eddy Sariaatmadja (emtek), James Riady (lippo group), Jakob Oetama (KG), Aburizal Bakrie (Bakrie), Dahlan Iskan (jawa post),  dan Surya Paloh (Media Group). (https://tirto.id/8-konglomerat-media-di-indonesia-via-jalur-media-tv-cetak-cEv7)

Sebagai pengusaha, tentunya tujuannya adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga penyiaran dijadikan sebagai bisnis untuk mencapai tujuan mereka. Seperti halnya hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi kapitalis, konten-konten yang disuguhkan di media disesuaikan dengan selera pasar. Tak peduli dampak negatif yang akan muncul di kehidupan masyarakat, terutama untuk kalangan remaja.

Adanya paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan perfilman Indonesia seolah bebas nilai, bahkan masuk dalam kebebasan berekspresi yang sangat dilindungi. Akhirnya, terciptalah remaja-remaja hedonis yang hanya mencari kesenangan dunia, tanpa peduli halal haram, baik buruk, dan terpuji tercela. 

Biaya hidup yang besar juga menjadi alasan besar bagi banyak remaja untuk terjun ke dunia hiburan. Karena memang dunia hiburan seolah menjanjikan kemewahan, selain itu kemandirian finansial juga menjadi salah satu pertimbangan. Tak heran jika ajang pencarian bakat menjamur di negeri ini. Ditambah lagi dengan tidak adanya perhatian, kepedulian, dan keteladanan dari orangtua menjadikan remaja justru mencari perhatian dari lingkungan mereka.

Permasalahan kehidupan yang kompleks ini sejatinya sudah dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam sebuah hadis : 

"Akan datang di satu masa, dimana kalian dikerumuni dari berbagai arah, bagaikan segerombolan orang-orang rakus yang berkerumun berebut di sekitar hidangan. Di antara para sahabat ada yang bertanya keheran-heranan: "Apakah karena di waktu itu kita berjumlah sedikit, ya Rasulallah?" Rasul menjawab: "Bukan, bahkan jumlah kalian pada waktu itu banyak. Akan tetapi kalian laksana buih yang terapung-apung. Pada waktu itu rasa takut di hati lawanmu telah dicabut oleh Allah, dan dalam jiwamu tertanam penyakit al-wahnu". "Apa itu al-wahnu?", tanya sahabat. Jawab Rasulullah: "Cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia dan takut yang berlebih-lebihan terhadap mati."

Islam Solusi Selamatkan Generasi

Islam adalah agama yang mulia, sedangkan umat Islam (muslim) merupakan umat terbaik yang diciptakan di bumi. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an :

“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan kepada manusia. Kalian menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan kalian beriman kepada Allah.” (QS Ali ‘Imran [3]: 110)

Dalam pandangan Islam, remaja merupakan bibit generasi umat terbaik, remajalah yang nantinya akan menjadi generasi penerus dan berperan dalam membangun peradaban mulia, tentunya dengan tetap berpegang pada ajaran Islam, dan digali dari kitabullah, Al-Qur'anul Karim. Karena Allah Swt. telah berfirman :

“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS  al-Anbiyaa’ [21]: 10)

Dan di surat yang lain,

“Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar  suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu ...." (QS  az-Zukhruf [43]: 44)

Maka untuk membentuk umat terbaik harus dimulai dari remaja, bahkan dari masa kanak-kanak supaya terbiasa dengan kehidupan Islam. Remaja harus dididik dengan pendidikan terbaik sehingga tebentuk di dalam dirinya kepribadian Islam, dimana pola pikir (pemahaman) dan pola sikapnya (tingkah laku) bersumber dari ajaran Islam. Semua ini bisa diperoleh melalui pola asuh keluarga dan juga pendidikan yang berbasis akidah Islam. Selain itu remaja juga harus dilindungi dari segala hal yang dapat merusak diri mereka. Termasuk tayangan di media. 

Oleh karena itu Islam juga mempunyai aturan tentang media (penyiaran). Dalam sistem Islam, film merupakan sarana informasi, hiburan, dakwah dan edukasi bagi masyarakat. Negara punya peran utama dalam mengendalikan produksi film yang beredar di masyarakat agar sesuai dengan tujuan film itu sendiri. Tidak hanya film, tapi alat-alat penyiaran dan teknologi seperti tv, radio, koran, majalah, internet, dan lainnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidak boleh menyimpang dari ajaran Islam. Kalaupun ada tayangan hiburan juga tetap sesuai dengan koridor Islam. Negara juga punya wewenang penuh untuk melakukan filter terhadap tayangan-tayangan yang beredar di masyarakat terutama yang berasal dari luar negeri.

Dengan demikian, lingkungan masyarakat dan juga keluarga sudah terkondisikan dan terbiasa dengan suasana keimanan dan nilai-nilai Islam sejak kecil dan sudah siap menghadapi masa remaja. Di sinilah peran orangtua, sekolah, masyarakat dan negara sangat penting untuk mendampingi anak agar terbentuk pola pikir dan pola sikap pada anak, sehingga saat beranjak remaja, mereka sudah mempunyai kepribadian Islam, serta tujuan dan jalan hidup yang jelas. Mereka juga memahami batasan-batasan hukum dalam Islam sehingga mampu membentengi diri apabila menemukan kondisi yang bertentangan dengan Islam. Kondisi ini tentunya hanya dapat terwujud apabila negara menjadikan aturan Islam sebagai sumber rujukan hukum untuk mengatur seluruh kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, untuk bisa kembali menjadi umat terbaik, yang bisa kita lakukan adalah dengan mengupayakan agar kehidupan kita diatur dengan aturan Islam serta menyesuaikan langkah dan aktivitas kita sesuai dengan aturan Islam. 

Wallaahu a’lam
Previous Post Next Post