Menyoal Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Perempuan



Oleh: Etti Budiyanti, SE
Member Akademi Menulis Kreatif dan Komunitas Muslimah Rindu Jannah Jember

Kesetaraan gender merupakan isu yang secara intensif dibicarakan. Sejak tahun 1975 dalam  Konferensi Dunia tentang perempuan di Meksiko, Kopenhagen, Nairobi, sampai Konferensi di Beijing  tahun 1995. Pada tahun 1995, dalam Konferensi Dunia tentang Perempuan yang keempat di Beijing, dihasilkan apa yang dikenal sebagai Beijing Platform for Action yang merupakan landasan aksi bagi negara-negara di dunia untuk melaksanakan CEDAW.

Platform for Action atau Kerangka Aksi ini memberikan fokus pada 12 area kritis, yang harus dilaporkan setiap 5 tahun yaitu: (1) Perempuan dan Kemiskinan; (2) Perempuan dan Pendidikan; (3) Perempuan dan Kesehatan; (4) Kekerasan terhadap Perempuan; (5) Perempuan dan Konflik Bersenjata; (6) Perempuan dan Ekonomi; (7) Perempuan dalam Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan; (8) Mekanisme Kelembagaan untuk Memajukan Perempuan; (9) Hak-hak Azasi untuk Perempuan; (10) Perempuan dan Media Massa; (11) Perempuan dan Lingkungan Hidup; (12) Anak Perempuan         

Dalam hal perempuan dan pendidikan, meskipun ada kemajuan dalam pendidikan selama 25 tahun terakhir, masalah-masalah  perempuan dan anak perempuan masih terjadi di seluruh dunia. Hal ini diungkapkan dalam laporan yang dirilis UNICEF, Entitas PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), dan Plan International, Rabu, 4/3/2020. 

Laporan setebal 40 halaman berjudul “Era Baru untuk Anak Perempuan, Merangkum Kemajuan 25 Tahun”, yang dirilis menjelang sesi ke-64 Komisi Status Perempuan, memaparkan  saat ini terdapat sekitar 1,1 miliar anak perempuan di dunia, dimana anak perempuan yang putus sekolah 79 juta orang. Untuk tingkat sekolah dasar jumlah anak perempuan putus sekolah  5,5 juta lebih banyak   dibandingkan anak laki-laki.       

Pada 1995, Deklarasi dan Platform Aksi Beijing dunia, agenda kebijakan paling populer untuk kesetaraan gender, dengan visi menentang konversi terhadap wanita dan anak perempuan. Namun, 25 tahun kemudian koreksi dan stereotip yang membantah masih ditemukan.

Harapan hidup anak perempuan semakin tinggi dengan bertambahnya tahun, namun bagi banyak orang, kualitas kehidupannya masih jauh dari harapan.

Pada tahun 2016, terdapat 70 persen korban perdagangan perempuan dan anak perempuan. Selain itu, 1 dari setiap 20 anak perempuan usia 15-19 tahun, atau sekitar 13 juta anak perempuan, mengalami kasus pemerkosaan.

Di Indonesia, faktor ekonomi dan patriarki seolah menjadi hal yang tak dapat dielakkan oleh kaum perempuan. Padahal, menurut psikolog pendidikan Reky Martha, pendidikan dapat menjadikan peluang perempuan menyejahterakan hidupnya. 

Sebagian besar keluarga di Indonesia akan berpikir ulang saat dibenturkan masalah ekonomi. Lebih baik menyekolahkan anak laki-laki yang akan bertanggung jawab terhadap keluarga daripada menyekolahkan anak perempuan yang pada akhirnya hanya berperan di kisaran dapur, sumur dan kasur. Anak perempuan lebih didorong untuk bekerja, sementara anak laki-lakinya bersekolah tinggi. 

Sebenarnya, peluang bagi perempuan untuk mengambil posisi di ranah akademis kian bertambah dari waktu ke waktu. Namun, bukan berarti aneka sandungan tidak lagi mereka temui di sana.

Pendidikan tinggi adalah sebuah kemewahan bagi kaum wanita. Entah dengan "senjata" interpretasi agama, stereotip peran gender yang mengakar dalam budaya setempat, mitos-mitos, atau tindakan represif yang membungkus ketidakpercayaan diri sebagian pihak, perempuan dipaksa mundur menuntut ilmu tinggi. 

Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa solusi kesetaraan gender dalam pendidikan perempuan yang digaungkan BPFA itu belum bisa menuntaskan masalah perempuan seperti kekerasan, ekonomi dan lain-lain.    

Arah Pendidikan Perempuan Rezim Sekuler

Di bawah rezim sekuler, pendidikan anak perempuan diarahkan untuk menjadikan mereka penggerak ekonomi.

Berbagai perjanjian telah  mempromosikan gagasan bahwa kurikulum pengajaran negara-negara dunia harus diubah untuk memasukkan konsep kesetaraan gender ke dalam buku-buku teks. Selain itu, gagasan tentang pentingnya keterlibatan perempuan dalam pekerjaan demi memberikan kehidupan yang layak harus dipromosikan, sehingga anak-anak perempuan yang berpendidikan akan berprinsip bahwa memasuki dunia kerja adalah tujuan penting dalam hidupnya yang tidak akan ia lepaskan, dan sampai ia yakin bahwa ia memiliki kemampuan dan ambisi dalam pekerjaan yang tidak lebih rendah dari laki-laki.

Oleh karenanya, tujuan dari pendidikan dan pelatihan perempuan dan anak perempuan di bawah rezim sekuler yang mengimplementasikan agenda kesetaraan gender, diarahkan untuk menjadikan mereka penggerak roda ekonomi, bukan dalam rangka memberikan hak dasar akan pendidikan itu sendiri serta memperkaya pengetahuan dalam diri perempuan dan anak perempuan untuk benar-benar bermanfaat bagi diri mereka sendiri, masyarakat, dan umat manusia di dunia ini dan di akhirat. 

Selain itu, laporan Pemantauan Pendidikan Dunia UNESCO, mengklaim bahwa jika semua anak perempuan di Afrika sub-Sahara dan Asia Selatan dan Barat mengenyam pendidikan menengah, persentase kehamilan di bawah usia 17 tahun akan turun sekitar 60%. Ini jelas menunjukkan hubungan antara menyediakan pendidikan anak perempuan dengan mengendalikan ukuran populasi di berbagai negara demi membatasi persaingan dengan negara-negara kapitalis barat atas sumber daya.

Solusi Islam Tentang Pendidikan Perempuan

Pendidikan dalam Islam bertujuan membentuk generasi yang berkepribadian Islam, memahami tsaqofah Islam dan menguasai ilmu kehidupan. 

Pendidikan bagi perempuan dimaksudkan untuk membantu peran dan kedudukan perempuan dalam aktivitas  sehari-hari. Dalam  Islam,  perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, yaitu : (1) sebagai hamba Allah Swt; (2) sebagai seorang istri; (3) sebagai seorang ibu; dan (4) sebagai bagian dari masyarakat.

Pertama, perempuan sebagai hamba Allah. Perempuan juga mempunyai tanggung jawab yang sama dengan laki-laki, yaitu mengabdikan diri kepada Allah Swt, sebagaimana dalam Surah ad-Dzariyat ayat 56:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku". 

Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa hakikat hidup manusia termasuk perempuan adalah untuk beribadah kepada Allah, tidak ada perbedaan sama sekali antara laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah kecuali ibadah masing-masing.

Kedua, sebagai seorang istri. Perempuan mempunyai pengaruh yang penting terhadap ketenangan jiwa seorang suami. Dalam surah ar-Rum ayat 21 disebutkan: 

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."  

Sepasang suami istri layaknya adalah dua orang sahabat yang saling menenangkan dalam kondisi apa pun, untuk mampu menenangkan suami maka istri haruslah memahami keterampilan-keterampilan psikologi, dan ini hanya akan dimiliki pasangan khususnya istri adalah orang yang cerdas.

Ketiga, sebagai ibu. Sesuai dengan fitrahnya, tugas melahirkan anak terletak pada perempuan. Proses hamil dan melahirkan merupakan sebuah proses yang berat. Sebagai penghargaan terhadap beratnya tanggung jawab perempuan, Al-Qur'an dengan tegas mendahulukan ibu dari ayah. Dalam Surah Luqman ayat 14 disebutkan: 

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu". 

Namun, proses mendidik dan membesarkan anak adalah tugas laki-laki dan perempuan. Hal ini  tercantum dalam Al-Qur'an yang menggambarkan tugas mendidik anak  dilakukan oleh Luqman Hakim. Pun dalam hadis-hadis dijelaskan bagaimana tugas mendidik dilakukan oleh perempuan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan perempuan memiliki tugas dan peran yang luar biasa terkait kedudukannya sebagai ibu. 

Keempat, adalah sebagai anggota masyarakat. Secara umum perempuan adalah bagian dari masyarakat sehingga memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan serta kondisi sosialnya terutama dalam menjalankan tanggung jawab amar ma'ruf nahi mungkar. 

Dari keempat kedudukan perempuan di dalam Islam dapat disimpulkan bahwa perempuan adalah makhluk mulia yang penting dalam kehidupan baik sebagai diri pribadi, istri, ibu dan anggota masyarakat, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal kemuliaan dan kedudukan.

Melihat mulianya kedudukan   perempuan, maka Islam menekankan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Islam tidak melarang perempuan dalam menuntut ilmu asalkan tidak meninggalkan kedudukan mulianya yang telah diberikan Allah kepadanya. 

Penekanan Islam terhadap pendidikan perempuan dapat dilihat, pertama pada masa periode Nabi Muhammad saw. ini perempuan mendapatkan kedudukan yang terhormat dan setara dengan laki-laki.  

Sebelumnya, kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sangat rendah dan hina. Hina, hingga kelahiran seorang anak perempuan dianggap suatu aib dan harus dibunuh saat lahir. 

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah menganjurkan agar istrinya diajarkan menulis. Untuk itu beliau berkata kepada Asy-Syifa (seorang penulis di masa Jahiliyah), "Tidak maukah Anda mengajarkan mantera kepada Hafsah sebagaimana engkau telah mengajarkannya menulis?"

Kedua, pada periode sahabat. Pada masa ini telah banyak bermunculan ahli ilmu agama dan pengetahuan, seperti Hafsah istri Rasul yang pandai menulis, Aisyah binti Sa'ad yang juga pandai menulis, serta istri rasul Siti Aisyah yang pandai membaca Al-Qur'an dan beliau adalah seorang ahli fikih yang telah diakui oleh ahli fikih lainnya, dan beberapa perempuan yang ahli dalam bidang kritik sya'ir dan lain sebagainya. Pada masa kemelut  antara khalifah Ali dan Mu'awiyyah, ada beberapa perempuan yang ikut dalam kancah politik dalam membantu Ali untuk melawan Mu'awiyyah.

Ketiga, pada masa dinasti Abasiyyah. Pada saat itu, Islam telah tersebar luas.   Pun kebudayaan serta kemajuan pada masa Bani Abbas di bagian Timur dan Barat, telah memunculkan para perempuan yang ikut dalam kegiatan intelektual dan kesenian, pengetahuan agama, sastra dan kesenian. Bahkan para budak perempuan mempunyai kesempatan yang besar untuk mempersiapkan diri dalam bidang sastra dan kesenian sehingga harga budak perempuan tersebut menjadi lebih tinggi sesuai dengan kecakapan yang dimilikinya.

Hal di atas  membuktikan bahwa pendidikan untuk perempuan sangatlah penting, mengingat kedudukan yang diberikan kepada perempuan yang begitu mulia. Oleh karena itu, perempuan seharusnya aktif mencari ilmu apa saja, agar berwawasan luas karena kewajiban sebagai seorang istri dan ibu mengharuskannya cakap mengurus keluarga, sehingga terciptalah generasi yang cemerlang. 

Tak perlu meributkan masalah gender, karena Islam memandang laki-laki dan perempuan memiliki hukum-hukum syariah yang mensolusi aktivitas masing-masing.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post