LOCKDOWN : Syariah Menghentikan Covid-19 Tanpa Masalah

Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Member AMK 

Belum ada satu pun negara di dunia yang berhasil menghentikan laju penyebaran pandemi Covid-19. Tak terkecuali negara adidaya Amerika Serikat (AS) dan China. Lockdown (karantina) adalah pilihan, cara untuk menghentikan penyebarannya. Akankah berhasil dengan tidak memunculkan masalah baru?

Bagaimana dengan Indonesia yang sedari awal sudah gagap dan tidak siap. Hingga ada mosi tidak percaya dari negara tetangga. Bahkan sampai diingatkan oleh WHO untuk menyatakan  "Darurat Nasional." Desakan untuk lockdown pun tidak direspon oleh presiden. Padahal, merupakan bagian syariah. Mengapa?

Seharusnya pemerintah mengantisipasi dampaknya. Bukan malah menggelontorkan dana 72 miliar untuk menyambut wisatawan dan memasukkan WNA (sebagaimana video viral). Apalagi berasal dari negara yang terpapar Covid-19 yang mestinya di stop, karena membahayakan rakyatnya. (Tempo.co. Selasa, 25/2/2020)

Disadari atau tidak, merupakan sebuah pengkhianatan dan bentuk kelalaian penguasa sebagai penjaga dan pelindung terhadap rakyatnya, dan ini dosa besar. Karena tugas pemimpin itu melindungi rakyatnya, bukan melindungi orang asing (investor).

Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).

Wajar jika korbannya terus bertambah. Pada hari Senin, (30/3), angkanya mencapai 1.414 kasus, korban meninggal berjumlah 122 orang, dan yang sembuh 75 orang. (CNN Indonesia Senin, 30/3/2020)

Sudah jatuh ketimpa tangga pula, itulah penggambaran kondisi Indonesia. Sebelum datang wabah Covid-19, sesungguhnya Indonesia sudah dilanda krisis multidimensi. Dengan adanya wabah Covid-19, ekonomi Indonesia semakin
bertambah susah. Rupiah terpuruk dari Rp14.000 kini jatuh Rp17.000 per dolar. Setiap hari BI harus menyuntik triliunan rupiah untuk menstabilkan mata uang.

Apakah ini dipakai alibi untuk tidak melakukan lockdown, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak malu-malu meminta bantuan sumbangan ke rakyatnya.
"Pemerintah akan membuka account khusus di BNPB bagi masyarakat, dunia usaha yang ingin menyumbangkan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/3/2020).

Ironi, di sisi lain pemerintah sudah kehilangan kredibilitas.
Dalam situasi semacam ini bisa-bisanya Jubir Menko Maritim Luhut Panjaitan menyampaikan, proyek pembangunan ibu kota baru, jalan terus. Begitu juga Kantor Bappenas melalui akun resminya malah pamer optimalisasi digital di calon ibu kota baru. Tampaknya pemerintah lebih condong memilih kotabaru dibanding lockdown.

Memang, dampak pandemi Covid-19 telah melumpuhkan pergerakan perdagangan global dan menyebabkan harga minyak menurun drastis ke tingkat yang sangat rendah. Hal ini disebabkan adanya lockdown yang tidak sesuai syariah. Karena semua akses ditutup sehingga pergerakan ekonomi mandeg, hingga muncullah krisis dan masalah baru lainnya.

Pilihan sulit terkait lockdown. Tapi, Addo bisa memilih dan kata-kata bijaknya mengundang simpatik:
"Kami tahu bagaimana menghidupkan kembali perekonomian, yang kami tidak tahu adalah bagaimana menghidupkan kembali orang meninggal," kata Addo, Presiden Ghana.

Jauh berbeda dengan pandangan di negeri ini, lebih mengutamakan kotabaru, dibanding lockdown untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya. Itulah fakta.

Lihat bagaimana wacana tentang kebijakan Herd Immunity. Di mana Herd Immunity merupakan  kekebalan kelompok yang terbentuk secara alami ataupun melalui vaksinasi.  Kekebalan secara alami artinya dengan membiarkan virus menginfeksi sebagian besar orang. Orang yang terinfeksi kemudian sembuh akan menjadi kebal.
Sehingga wabah akan hilang dengan sendirinya karena virus tidak menemukan tempat untuk dihinggapi. 

Masalahnya, mengupayakan cara kekebalan kelompok secara alami, sama saja bunuh diri karena Covid-19 ini sangat mematikan. Karena tingkat penyebarannya sangat tinggi, di sisi lain jumlah populasi sangat besar, maka dampaknya dapat memusnahkan satu generasi. (tirto.id-Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia/PAPDI)

Apalagi di Indonesia angka kemiskinan tinggi. Ini kelompok rawan gizi, sehingga rentan terinfeksi. Hal ini berbahaya karena mengancam nyawanya. Jika kebijakan herd immunity (kekebalan kelompok) ini diambil, Itu sama halnya penguasa lepas dari tanggung jawab. Membiarkan rakyatnya bertarung mati-matian melawan "virus." Artinya, sama dengan melakukan pembunuhan secara massal. 

Demikian juga dengan protokol social distancing  (menjaga jarak sosial). Menurut Ketua BNP, saat ini protokol yang paling efektif dilakukan yaitu menjaga jarak 1-2 meter. Hal tersebut faktanya sulit diterapkan, karena dalam sistem demokrasi tidak ada ketaatan rakyat kepada penguasa. Mengapa? Karena pahamnya sekuler, pilarnya kebebasan, dan asasnya manfaat. Negara lepas tangan terhadap kebutuhan asasi rakyatnya. Alhasil, rakyat sulit diatur dan bersikap individualis. Sebaliknya, penguasa dalam mengurusi rakyatnya berpola pada untung dan rugi.

Protokol lockdown dalam sistem demokrasi kapitalis, justru memunculkan masalah baru, karena memiliki implikasi ekonomi, sosial dan keamanan, bahkan politik. Dengan tidak diperbolehkan keluar rumah, membuat mandegnya ekonomi, serta kegagalan lainnya.

Dampak yang lain adalah karena terbiasa hidup di alam kebebasan, maka terjangkitlah kebosanan dan kejemuan menimpa masyarakat.

Di samping itu, rendahnya iman menjadikan tidak sabar dan ikhlas dalam menerima qadha'. Hal ini sangat berbahaya, karena berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun psikis. Semua itu justru akan memunculkan masalah baru, dan memperpanjang keberadaan wabah Covid-19 itu sendiri.

Masihkah percaya dengan sistem demokrasi? Dimana ketika pilpres tahun 2019 telah merenggut jiwa 700 orang lebih, dan berbiaya mahal lagi. Namun, sayangnya hanya menghasilkan pejabat-pejabat korup, gemar menjual aset negara, serta patuh pada pengusaha kapitalis. Bisanya mencekik rakyat dengan memalak pajak pada wong cilik dan tak peduli pada penderitaan rakyat.

Hanya Syariah yang Menghentikan Wabah Tanpa Menimbulkan Masalah

Islam sebagai agama yang sempurna, yaitu untuk mengatur semua lini kehidupan. Allah telah mewahyukan kepada insan mulia Nabi Muhammad saw. sebagai suri tauladan yang baik dalam implementasi, termasuk cara menyelesaikan wabah. 

Di zaman Rasulullah, pernah terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan, belum diketahui obatnya. Kemudian Rasulullah melakukan karantina atau isolasi terhadap penderita untuk mencegah penularan dan memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda, "Jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa."(HR Ahmad)

Pernah di suatu daerah terjangkit penyakit Tha'un,
Rasulullah saw. memperingatkan dan bersabda: 

«إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا«

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya.Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Berdasarkan hal itu, syariah mewajibkan negara untuk mengatur  penduduk wilayah yang dilanda wabah, diperintahkan untuk berdiam diri di rumahnya, juga berdiam di negeri atau wilayahnya. Mencakup juga transportasi. Tidak keluar kecuali ada keperluan yang mendesak. Protokol ini penting sekali untuk memutus rantai penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dan dari satu orang ke orang lainnya.

Seraya bersabar, menerima qadha' Allah, maka baginya pahala setara dengan pahala syahid. sebagai rahmat untuk orang-orang mukmin. 
Maka tidak ada seorang hamba pun yang tha’un menimpa, lalu dia berdiam di negerinya seraya bersabar mengharap rida Allah, dia tahu bahwa tidak ada yang akan menimpanya, kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuknya semisal pahala syahid." (HR Bukhari dan Ahmad)

Syariah mewajibkan negara menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan obat secara gratis, serta tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dan memadai untuk seluruh rakyat. Mendirikan rumah sakit, laboratorium, apotek dan lainnya.Termasuk kebutuhan asasi rakyat daulah (pangan, sandang, papan), seperti halnya pendidikan dan keamanan.

Adapun orang-orang yang sehat tetap melanjutkan kerja mereka. Kehidupan sosial dan ekonomi tetap berlanjut sebagaimana  sebelum ada penyakit menular. Sehingga tidak mengganggu ekonomi dan memicu terjadinya krisis. 

Islam mewajibkan khalifah memimpin dan mengatur urusan umat dengan menerapkan Islam kafah. Oleh sebab itu, wajib hukumnya seluruh warga negara menaatinya,  karena semua itu lahir dari akidah Islam dan Allah mewajibkan berislam kafah.

Manakala pemimpin menyeru untuk diberlakukan lockdown atau karantina, maka protokol itu merupakan tanggung jawab syar'i semua anggota masyarakat dan hukumnya wajib. Ketaatan itu akan membuahkan keberhasilan, tanpa memunculkan masalah baru. Walhasil, pandemi  Covid-19 dapat dihentikan penyebarannya dengan izin Allah.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an, surat al-Baqarah: 208

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post