Virus Sepilis Penghancur Generasi dan Negeri



Oleh : Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam & Member Akademi Menulis Kreatif

Sepilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme), adalah virus yang membahayakan dan telah terbukti merusak tatanan kehidupan. Dampaknya luar biasa. Anak bangsa tidak terkecuali, generasi tua maupun muda mengalami degradasi moral. Cara pandangnya tidak lagi terikat dengan agamanya. Justru ingin melepaskan diri dari kendali agama.

Ironis, Indonesia negeri berpenduduk mayoritas muslim, namun kental dengan kesyirikan yang dibalut dengan melestarikan budaya. Maraknya pil koplo dan narkoba yang menghinggapi semua kalangan usia. Pergaulan bebas yang tanpa batas. Korupsi yang menggurita dari istana hingga ke desa. Kriminalitas yang mencekam membuat masyarakat merasa tidak aman dan masih banyak lagi problematika yang mendera umat. Itulah bukti bahwa, virus ganas sepilis telah melanda negeri ini.

Bukti itu nyata. Tidak bisa ditutupi dan tidak bisa dipungkiri. Sejatinya penyebab semuanya itu, karena negara berasaskan sekularisme. Paham yang menafikan agama untuk mengatur kehidupan bernegara dan ranah publik. Agama hanya dipandang sebagai ibadah ritual saja. Sekularisme inilah biang kerok rusaknya peradaban manusia dan rusaknya tatanan di semua lini kehidupan. Karena paham ini, akibatnya umat Islam menjauh dari agamanya. Umat Islam dipasung dan dikebiri tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara menyeluruh (kaffah).

Hal tersebut diperparah dengan paham pluralisme yang menganggap semua agama sama. Sejatinya pluralisme adalah paham yang berakar dari relativisme akal dan relativisme Iman. Anehnya penyebar paham pluralisme ini banyak di lingkungan Perguruan Tinggi Islam dan intelektual muslim bahkan ulama. Mereka menjadi agen dan antek musuh-musuh Islam untuk menghancurkan akidah umat Islam. Banyak tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal) yang mengatakan,  "Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar." (Dirilis oleh majalah Gatra, 21 Desember 2002). 

Banyak kalangan tidak menyadari akan bahayanya pluralisme  yang dapat mengancam akidah umat Islam. Cirinya membolehkan mengucapkan selamat natal. Peringatan hari-hari besar Islam diadakan bersama di  Gereja, membolehkan pernikahan muslimah dengan laki-laki nonmuslim, dan lain-lainnya. Hal itu terjadi
karena meragukan atau tidak yakin dengan kebenaran agamanya sendiri. Akibatnya bisa membuatnya murtad/kafir. Hal ini bertentangan dengan QS Ali Imran ayat 19. Allah berfirman: "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam." Sungguh pluralisme virus ganas yang mampu merobohkan sendi-sendi agama Islam yaitu akidah Islam.

Jika seseorang sudah kehilangan keyakinan dalam hidupnya, tidak meyakini kebenaran agamanya. Hidupnya akan terombang-ambing bagaikan bulu ditiup angin. Tidak ada kepastian dan tidak mempunyai kepribadian serta tujuan hidup. Tentu saja hal ini membahayakan bagi umat dan mengancam pondasi sebuah negeri.

Itu semua adalah buah dari sistem demokrasi liberal yang mencengkeram negeri ini. Demokrasi dengan empat pilar kebebasan,  yaitu kebebasan berakidah, kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku, dan kebebasan berkepemilikan. Liberalisasi inilah merupakan pintu masuk penjajahan gaya baru neo-imperialisme dan neo-liberalisme. Barat dangan gencar dan giat menyebarkan virus sepilis melalui kekuatan politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan teknologi informasi yang mereka miliki.

Sebenarnya pemerintahan dibentuk sejatinya untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan hidup rakyatnya. Namun pada kenyataannya pemerintah tidak pernah hadir dalam setiap problem yang dihadapi rakyatnya. Justru kebijakan-kebijakannya menzalimi dan menyengsarakan rakyatnya. Begitulah akibat berpaling dari peringatan Allah. Allah Swt berfirman:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thaha: 124).

Mereka berpaling dari Alquran, padahal Allah Swt memerintahkan untuk berislam secara kaffah. Allah berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (TQS al-Baqarah 208).

Adapun syariat Islam hanya bisa diterapkan secara menyeluruh dalam institusi khilafah (Negara Islam). Yang dipimpin oleh seorang khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum muslimin di seluruh dunia, sekaligus sebagai pelayan umat dengan menerapkan syariat secara kaffah, dan mengemban dakwah keseluruh penjuru dunia.

Dalam Islam terdapat tiga kaidah fikih yang berkaitan langsung dengan pengurusan dan pengaturan umat yaitu:
1. Ad-dhararu yuzalu (kemudaratan harus dihilangkan).

2. Jalbul mashalih wa da'ul mafasid (meraih kemaslahatan dan menolak kemudaratan).

3. Al-mashlahul 'ammah muqaddamah 'alal mashlahatil khasshah (kemaslahatan publik didahulukan daripada kemaslahatan individu). 

Ketiga kaidah fikih ini dengan tegas menyatakan bahwa kesusahan bagi masyarakat harus dicegah dan dihilangkan. Dengan demikian sepilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) di dalam Islam hukumnya haram.

Khilafah adalah janji Allah Swt dan bisyarah (kabar gembira) Rasulullah Saw.
Dengan ditegakkan khilafah akan didapatkan delapan kemaslahatan yaitu diperolehnya kemanfaatan dan hilangnya kerusakan yakni: memelihara keturunan, akal, kehormatan, jiwa, harta, agama, keamanan dan negara. Dengan begitu rahmatan lil alamin bisa dirasakan oleh seluruh alam semesta tidak terkecuali nonmuslim.
Allah Swt berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah: 50)

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post